Peran Ilmiah BINUS Hadapi Krisis Global

Kamis, 03 Juli 2025 | 09:36:32 WIB
Peran Ilmiah BINUS Hadapi Krisis Global

JAKARTA - Di tengah derasnya arus tantangan global yang semakin kompleks, peran keilmuan kembali menjadi garda terdepan dalam mencari solusi strategis. BINUS University, sebagai institusi pendidikan tinggi yang telah menginjak usia ke-44, menjawab tantangan tersebut melalui forum Dewan Guru Besar dengan menghadirkan pemikiran-pemikiran ilmiah lintas bidang.

Diselenggarakan bertepatan dengan perayaan Dies Natalis BINUS University pada Selasa, 1 Juli 2025, forum ini menjadi momentum strategis untuk menegaskan komitmen perguruan tinggi dalam menjawab persoalan bangsa dan dunia melalui pendekatan ilmiah dan kolaboratif.

Ketua Dewan Guru Besar BINUS University, Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, M.M., menyampaikan bahwa kontribusi pendidikan tinggi tidak hanya terletak pada kualitas lulusan, tetapi juga pada bagaimana ilmu pengetahuan dapat menjawab kebutuhan nyata masyarakat. “BINUS ingin berkontribusi aktif melalui riset, keilmuan, dan kerja lintas sektor dalam menjawab persoalan masyarakat dan bangsa,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa visi ini selaras dengan BINUS 2035, yakni menjadikan kampus sebagai universitas kelas dunia yang memberdayakan masyarakat secara luas.

Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Harjanto secara khusus menyoroti dinamika industri startup digital di Indonesia yang menunjukkan pelemahan, meskipun sebelumnya menjadi pendorong utama ekonomi digital nasional.

Menurutnya, kunci menjaga relevansi pendidikan tinggi dalam dinamika ekonomi digital terletak pada penguatan riset dan pendanaan yang cukup. Tanpa dua hal itu, kampus akan kesulitan beradaptasi dengan kebutuhan zaman.

BINUS sendiri dikenal memiliki rekam jejak riset yang kuat. Dengan sejumlah publikasi internasional bereputasi seperti Scopus, riset yang dilakukan para dosen dan mahasiswa diarahkan untuk bersifat aplikatif serta terbuka terhadap kolaborasi internasional.

Selain itu, forum ini juga menjadi panggung bagi para guru besar dari berbagai bidang untuk menyampaikan pandangan strategis mereka terhadap sejumlah tantangan nasional dan global.

Dari sisi kebijakan teknologi, Prof. Derwin Suhartono menekankan pentingnya adaptasi regulasi terhadap perkembangan teknologi informasi. Ia melihat bahwa kebijakan nasional yang kaku akan tertinggal dalam merespons kemajuan yang begitu cepat di bidang digital.

“Tanpa kebijakan yang adaptif, kita bisa kehilangan momentum inovasi,” jelasnya.

Sementara itu, Prof. Yanthi Hutagaol memberikan perspektif dari sisi transformasi digital UMKM. Ia menekankan bahwa etika dalam digitalisasi harus dijunjung tinggi agar transformasi ini tidak justru menciptakan ketimpangan atau pelanggaran sosial.

“Etika harus menjadi landasan utama dalam digitalisasi UMKM agar tetap mengedepankan keadilan sosial dan integritas,” paparnya.

Dari bidang hukum, Prof. Dr. Shidarta mengingatkan bahwa penegakan hukum tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan normatif. Ia menilai bahwa integritas dan pendidikan etika hukum harus terus dikuatkan, sembari mendorong keterlibatan publik dalam pengawasan terhadap dinamika hukum dan politik di Indonesia.

“Tanpa pendidikan etika dan partisipasi masyarakat, hukum akan sulit menjadi alat keadilan,” tegasnya.

Masuk ke isu pangan dan kesehatan masyarakat, Prof. Nesti Sianipar menggarisbawahi pentingnya inovasi berkelanjutan untuk menjawab kebutuhan lintas generasi. Ia menyatakan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal jumlah dan ketersediaan, tetapi juga berkaitan erat dengan keberlanjutan dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.

“Isu pangan adalah masalah lintas sektor yang memerlukan pendekatan ilmiah secara terus-menerus,” ujarnya.

Di sisi lain, kecerdasan buatan (AI) menjadi topik penting yang diangkat oleh Prof. Sasmoko. Menurutnya, AI adalah mitra strategis dalam dunia pendidikan, terutama untuk menciptakan pengalaman belajar yang personal dan kontekstual. Ia melihat bahwa penguasaan AI akan menjadi elemen penting dalam membentuk generasi emas 2045.

“Dengan AI, kita bisa menciptakan pendidikan yang lebih relevan dan responsif terhadap kebutuhan individu,” katanya.

Dari sudut pandang ekonomi dan bisnis, Prof. Gatot Soepriyanto menyoroti fenomena kegagalan startup di tanah air. Ia menilai bahwa literasi keuangan yang lemah serta minimnya tata kelola korporasi merupakan dua penyebab utama.

Untuk itu, ia menyerukan adanya pengawasan regulatif yang progresif, namun tetap terbuka terhadap inovasi dan inklusi.

“Jika regulasi terlalu longgar atau terlalu ketat, maka ekosistem startup tidak akan berkembang sehat,” ujar Prof. Gatot.

Seluruh pandangan tersebut membentuk satu narasi utuh tentang peran keilmuan sebagai solusi terhadap berbagai tantangan yang dihadapi bangsa—mulai dari transformasi digital, hukum, etika, pangan, hingga teknologi dan startup.

Forum Dewan Guru Besar BINUS University ini bukan sekadar diskusi akademik, tetapi juga pernyataan sikap bahwa perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral dan ilmiah dalam memberikan kontribusi nyata, baik pada level lokal maupun global.

Dengan semangat keilmuan, kolaborasi, dan tanggung jawab sosial, BINUS menunjukkan bahwa universitas bukan hanya tempat belajar, melainkan juga tempat lahirnya solusi yang berdampak luas.

Terkini