JAKARTA - Upaya pemerintah dalam memperkuat ekosistem industri pertambangan nasional tak hanya fokus pada pengolahan sumber daya alam, tetapi juga mencakup dukungan terhadap sektor-sektor penopangnya. Salah satunya adalah industri refraktori, yang kini didorong agar mampu mandiri dan memiliki daya saing global. Industri ini memiliki peran penting dalam mendukung proses hilirisasi, terutama di sektor smelter yang terhubung erat dengan pengolahan mineral logam dan nonlogam.
Langkah strategis ini menjadi bagian dari komitmen Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam meningkatkan nilai tambah dalam negeri, seiring dengan arah pembangunan industri nasional yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, peran industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) juga tak bisa dipisahkan. Ketiga sektor tersebut telah terbukti menjadi tulang punggung ekonomi nasional dengan kinerja yang stabil dan kontribusi besar terhadap pertumbuhan investasi, perdagangan, serta nilai tambah industri secara keseluruhan.
Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam, Putu Nadi Astuti, menegaskan pentingnya penguatan industri refraktori sebagai bagian dari keseluruhan rantai industri nasional. “Sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) telah menunjukkan perannya sebagai salah satu penopang utama perekonomian nasional, yang tercermin melalui laju pertumbuhan yang cukup stabil, dan kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi, perdagangan, serta investasi di dalam negeri,” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta.
Meskipun demikian, pengembangan industri refraktori nasional masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Salah satunya adalah rendahnya tingkat utilisasi produksi dalam negeri. Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin, tingkat utilisasi industri refraktori nasional baru mencapai rata-rata 33,78% dari total kapasitas terpasang. Sementara pangsa pasar domestik yang mampu diserap oleh produsen lokal hanya sekitar 12,54%.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kebutuhan refraktori dalam negeri masih bergantung pada produk impor. Menurut data Badan Pusat Statistik, sepanjang volume impor produk refraktori seperti semen tahan api dan bata tahan api mencapai 891.434 ton dengan nilai transaksi USD 588,90 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 88% berasal dari Tiongkok.
Melihat kondisi tersebut, Kemenperin menilai perlu adanya strategi jangka panjang untuk mendorong kemandirian industri refraktori. Salah satu pendekatan yang ditempuh adalah dengan membangun kemitraan antara pelaku industri refraktori nasional dan para pengguna utama, seperti industri smelter. Kolaborasi ini diyakini dapat menjadi solusi untuk meningkatkan utilitas produksi domestik sekaligus memperkuat daya saing industri.
“Kami berharap, upaya ini mampu meningkatkan utilitas industri refraktori nasional dan efisiensi industri smelter, serta menciptakan kemandirian industri dan menguatkan rantai pasok nasional yang selaras dengan arah kebijakan pembangunan industri nasional,” terang Putu.
Sebagai wujud dari langkah nyata tersebut, Kemenperin melalui Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam telah menyelenggarakan kegiatan Business Matching Industri Refraktori Nasional. Kegiatan ini menjadi forum strategis yang mempertemukan produsen dalam negeri dengan industri smelter sebagai pengguna utama produk refraktori.
Business Matching tersebut berlangsung di Jakarta dan diharapkan mampu menjembatani kebutuhan spesifik industri smelter dengan kemampuan produksi dalam negeri. Dalam pertemuan tersebut, berbagai permasalahan teknis dan spesifikasi produk dapat dibahas secara langsung, sehingga memberikan peluang besar bagi peningkatan kualitas dan kesesuaian produk refraktori lokal.
Respons positif terhadap inisiatif ini juga datang dari asosiasi pelaku industri. Ketua Umum Asosiasi Refraktori dan Isolasi Indonesia (ASRINDO), Riko Heryanto, menyampaikan apresiasinya atas langkah konkret yang dilakukan pemerintah dalam memperkuat industri hilir di sektor pertambangan. Ia menyebutkan bahwa peningkatan utilisasi kapasitas produksi industri refraktori nasional menjadi salah satu target penting yang perlu dicapai bersama.
ASRINDO pun menargetkan peningkatan utilisasi dari kisaran 30% saat ini menjadi 70 hingga 80% dalam waktu dekat. Dengan tercapainya target tersebut, ekspansi produksi bisa dilakukan secara optimal dan diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Jika tercapai, ekspansi industri refraktori bisa dilakukan dan menopang target pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Riko.
Langkah-langkah strategis yang ditempuh Kemenperin menjadi indikasi nyata bahwa penguatan industri refraktori adalah bagian integral dari pembangunan industri dalam negeri secara menyeluruh. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan asosiasi menjadi kunci penting dalam menciptakan ekosistem industri yang sehat dan berdaya saing tinggi.
Melalui pendekatan hilirisasi yang berkelanjutan dan penyelarasan kebutuhan antara produsen serta konsumen industri, diharapkan industri refraktori dalam negeri dapat tumbuh menjadi sektor yang tak hanya mandiri, tetapi juga mampu menembus pasar global. Upaya ini sekaligus menegaskan bahwa pengembangan sektor pendukung industri pertambangan adalah bagian penting dari agenda strategis pembangunan ekonomi nasional.