JAKARTA - Pasokan yang kembali meningkat dari OPEC+ menjadi sorotan utama pelaku pasar minyak global, di tengah kekhawatiran permintaan yang terus melunak akibat tekanan ekonomi dunia.
Harga minyak dunia kembali mengalami penurunan dalam beberapa hari terakhir. Tekanan berasal dari kombinasi faktor suplai yang meningkat serta sinyal perlambatan ekonomi global yang membuat permintaan bahan bakar tampak tidak setangguh sebelumnya. Penurunan harga minyak ini memperlihatkan dinamika pasar yang semakin sensitif terhadap keseimbangan produksi dan konsumsi di tengah ketidakpastian makroekonomi.
Pada perdagangan, harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman bulan September terkoreksi sebesar 0,8 persen menjadi USD68,21 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun satu persen ke posisi USD65,65 per barel. Ini menjadi kelanjutan dari penurunan lebih dari satu persen pada hari sebelumnya, yang menyebabkan kedua acuan minyak tersebut ditutup di level terendah dalam sepekan terakhir.
OPEC+ Tingkatkan Produksi untuk Rebut Pangsa Pasar
Salah satu pemicu utama penurunan harga minyak kali ini adalah langkah terbaru Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, atau OPEC+, yang memutuskan untuk kembali meningkatkan produksi. Kelompok ini sepakat menaikkan produksi sebesar 547 ribu barel per hari, dan ini merupakan kenaikan untuk bulan kedua secara berturut-turut.
Langkah tersebut bukan kebijakan yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari rangkaian penyesuaian produksi yang telah dilakukan OPEC+ sepanjang tahun ini. Tujuan utamanya adalah mengakhiri kebijakan pemangkasan produksi yang sudah diterapkan selama tiga tahun terakhir. Dengan langkah ini, kartel ingin merebut kembali pangsa pasar minyak yang sempat berkurang selama periode penyesuaian produksi tersebut.
Peningkatan suplai ini diprediksi akan memperbesar volume minyak yang beredar di pasar global dalam beberapa bulan ke depan. Namun di sisi lain, permintaan justru diramalkan tidak tumbuh sejalan. Inilah yang kemudian memicu kekhawatiran pasar akan potensi oversupply.
Permintaan Dipengaruhi Ketidakpastian Ekonomi Global
Sementara pasokan meningkat, kekhawatiran terhadap pelemahan permintaan minyak justru semakin nyata. Data ekonomi global menunjukkan sejumlah indikator perlambatan yang memengaruhi pandangan pelaku pasar terhadap kebutuhan energi.
Salah satunya adalah laporan data penggajian non-pertanian dari Amerika Serikat yang menunjukkan angka lebih lemah dari ekspektasi. Sebagai negara dengan konsumsi bahan bakar terbesar di dunia, segala sinyal perlambatan dari AS secara langsung berdampak terhadap proyeksi permintaan minyak global. Selain itu, pasar juga mencemaskan dampak dari kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump yang dinilai berpotensi menekan aktivitas ekonomi lebih lanjut.
Tak hanya dari AS, tekanan datang juga dari Tiongkok, yang merupakan salah satu importir minyak terbesar dunia. Data indeks manajer pembelian (PMI) dari sektor manufaktur menunjukkan kontraksi yang lebih besar dari perkiraan. Hal ini memberi sinyal bahwa kegiatan industri, yang menjadi salah satu konsumen utama bahan bakar, tengah mengalami penurunan signifikan.
Isu Geopolitik Ikut Pengaruhi Arah Harga
Meski pasar saat ini lebih banyak menyoroti faktor fundamental dari sisi suplai dan permintaan, geopolitik tetap memiliki pengaruh tersendiri terhadap harga minyak. Pekan lalu, Presiden Donald Trump mengeluarkan pernyataan keras terkait rencana sanksi tambahan terhadap pembeli minyak dari Rusia, sebagai bagian dari tekanan terhadap Moskow agar menghentikan konflik berkepanjangan dengan Ukraina.
Trump secara khusus menargetkan dua pembeli utama minyak Rusia, yaitu Tiongkok dan India. Ancaman sanksi ini memicu volatilitas harga minyak di pasar global, karena terdapat kekhawatiran terhadap gangguan aliran pasokan, terutama dari kawasan Rusia yang masih menjadi salah satu pemain besar dalam industri migas dunia.
Bahkan, Presiden Trump telah memberlakukan tarif sebesar 25 persen terhadap India. Ia juga menyatakan bahwa hukuman lebih besar akan diberikan jika India tidak segera menghentikan pembelian minyak mentah dari Rusia. Ancaman ini kembali ditegaskan pada hari Senin, yang memberi tekanan diplomatik lebih besar kepada negara-negara pengimpor utama tersebut.
Pasar Minyak Bergerak dalam Ketidakpastian
Situasi yang berkembang dalam pasar minyak saat ini menggambarkan ketegangan antara strategi peningkatan suplai oleh produsen dan kekhawatiran atas lemahnya pertumbuhan konsumsi global. Langkah OPEC+ untuk meningkatkan produksi dalam jangka pendek dapat dianggap sebagai strategi agresif untuk mempertahankan atau bahkan memperbesar pangsa pasar, namun juga dapat memberi efek negatif terhadap stabilitas harga.
Keseimbangan antara penawaran dan permintaan menjadi semakin rapuh, terutama ketika dunia sedang menghadapi tantangan ekonomi dari berbagai penjuru. Inflasi yang belum sepenuhnya mereda, ketidakpastian kebijakan suku bunga, serta ketegangan geopolitik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda menambah kompleksitas dinamika harga minyak.
Optimisme Masih Terjaga di Balik Tekanan
Meski harga minyak tengah berada dalam tekanan, sebagian analis tetap melihat adanya ruang untuk pemulihan dalam jangka menengah. Mereka menilai bahwa tekanan saat ini lebih disebabkan oleh faktor sentimen jangka pendek dan adanya reaksi atas data ekonomi yang bersifat temporer.
Kebijakan lanjutan dari OPEC+, arah kebijakan moneter global, serta perkembangan geopolitik diperkirakan akan terus menjadi penggerak utama harga minyak ke depan. Dalam kondisi ini, pasar diperkirakan akan terus memantau dengan cermat kombinasi berbagai faktor tersebut, sembari menanti sinyal pemulihan permintaan yang lebih kuat dari konsumen utama dunia.