Minyak Bangkit Didorong Permintaan dan Penurunan Stok

Kamis, 07 Agustus 2025 | 12:15:03 WIB
Minyak Bangkit Didorong Permintaan dan Penurunan Stok

JAKARTA - Pasar komoditas kembali menunjukkan tanda-tanda penguatan, khususnya di sektor energi. Harga minyak mencatat kenaikan sekitar 1% setelah sempat mengalami tekanan selama lima hari berturut-turut. Momentum ini dipicu oleh membaiknya indikator permintaan di negara konsumen terbesar dunia, yakni Amerika Serikat.

Minyak jenis Brent tercatat naik 62 sen atau setara 0,9% menjadi US$ 67,51 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 68 sen atau 1,1% ke posisi US$ 65,03 per barel. Kedua jenis acuan ini sebelumnya sempat menyentuh titik terendah delapan pekan, sebelum akhirnya mencatat rebound yang menguatkan harapan investor terhadap prospek pasar.

Sinyal Kuat dari Permintaan AS

Lonjakan harga minyak tersebut tak lepas dari sinyal positif yang datang dari Negeri Paman Sam. Penurunan signifikan dalam stok minyak mentah AS menandakan peningkatan konsumsi domestik serta naiknya aktivitas ekspor. Ini menjadi pendorong utama harga, di tengah situasi geopolitik yang dinamis.

Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) melaporkan penurunan stok minyak sebanyak 3 juta barel dalam satu pekan, jauh melampaui ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 591.000 barel. Jumlah ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi di AS terus tumbuh dan permintaan terhadap energi tetap tinggi.

Selain itu, utilisasi kilang terutama di kawasan Gulf Coast dan West Coast juga meningkat. Kedua wilayah tersebut mencatat tingkat pemrosesan minyak tertinggi sejak tahun 2023, menambah optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi sektor energi di AS.

Proyeksi Permintaan Global Masih Optimis

Dukungan lain datang dari proyeksi permintaan global. Analis JP Morgan dalam laporannya menyebutkan bahwa hingga awal Agustus, konsumsi minyak dunia tercatat rata-rata 104,7 juta barel per hari. Meski masih berada sedikit di bawah perkiraan awal sebesar 90.000 barel per hari, tren yang terlihat menunjukkan peningkatan secara bertahap.

"Meski awal bulan ini sedikit lebih lemah dari ekspektasi kami, indikator frekuensi tinggi menunjukkan konsumsi minyak global kemungkinan akan meningkat secara bertahap dalam beberapa pekan ke depan," tulis analis JP Morgan.

Kenaikan permintaan diyakini akan ditopang oleh peningkatan penggunaan bahan bakar jet dan petrokimia. Kedua sektor tersebut menunjukkan pergerakan positif seiring dengan pulihnya berbagai industri di banyak negara.

Dinamika Diplomasi Energi

Di sisi lain, pasar masih mencermati dinamika hubungan dagang antara negara-negara besar. Ketegangan diplomatik terutama menyangkut kebijakan tarif baru yang diberlakukan AS terhadap sejumlah negara mitra. Kendati demikian, situasi ini belum menjadi faktor penekan utama yang dapat menghapus penguatan harga minyak secara keseluruhan.

AS diketahui menjatuhkan tarif baru sebesar 25% terhadap sejumlah produk dari India, yang disebut sebagai langkah tanggapan atas keputusan India tetap mengimpor minyak dari Rusia. Meski tarif tersebut baru akan berlaku beberapa minggu ke depan, pasar sudah mulai menghitung potensi dampaknya terhadap arus perdagangan global.

"Meski tarif ini baru akan berlaku tiga minggu lagi, pasar sudah mulai memperhitungkan dampak lanjutan terhadap arus perdagangan, permintaan negara berkembang, dan diplomasi energi secara luas," ujar analis pasar senior Phillip Nova, Priyanka Sachdeva.

Ia menambahkan bahwa langkah ini berpotensi membawa implikasi yang luas terhadap pergerakan permintaan dan suplai minyak, terutama dari negara-negara berkembang yang tengah mencari diversifikasi energi.

Perkembangan Global Jadi Sorotan

Selain India, Tiongkok juga menjadi fokus perhatian menyusul langkah serupa dalam hal impor minyak dari Rusia. Presiden AS mengisyaratkan kemungkinan mengenakan tarif tambahan terhadap China, yang dapat memberikan dampak jangka pendek terhadap pasar. Namun, reaksi harga minyak yang tetap stabil menunjukkan bahwa pelaku pasar lebih mengedepankan fundamental permintaan dan pasokan daripada sentimen geopolitik.

"Tarif semacam ini berpotensi merusak ekonomi global, yang pada akhirnya akan berdampak pada permintaan bahan bakar," jelas Sachdeva. Ia juga menekankan bahwa kebijakan tersebut justru dapat mempengaruhi inflasi dan ekonomi domestik AS.

Namun demikian, pasar cenderung menilai sentimen geopolitik saat ini sebagai faktor sekunder, mengingat pemulihan ekonomi dan kebutuhan energi yang terus meningkat di berbagai wilayah tetap menjadi penggerak utama harga minyak global.

Rebound Jadi Pertanda Baik

Kebangkitan harga minyak pasca penurunan berturut-turut menunjukkan bahwa pasar masih merespons positif terhadap perubahan data fundamental. Permintaan yang meningkat, penurunan stok signifikan, serta meningkatnya aktivitas kilang di kawasan penting menjadi fondasi kuat bagi kenaikan harga.

Sementara ketegangan politik dan ekonomi antar negara tetap menjadi latar belakang, pelaku pasar tetap fokus pada data konsumsi, ekspor, dan produksi yang terus menunjukkan arah positif.

Dengan latar belakang tersebut, harga minyak dunia berpeluang untuk melanjutkan tren penguatan dalam beberapa waktu ke depan, seiring dengan stabilnya permintaan dan adaptasi pasar terhadap dinamika global yang berlangsung.

Terkini