Crypto Mendorong Tata Kelola Modern di Papua

Minggu, 10 Agustus 2025 | 09:34:46 WIB
Crypto Mendorong Tata Kelola Modern di Papua

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah (Kanwil) Papua, Papua Barat, dan Maluku mengambil langkah proaktif dalam memperkuat pengaturan pajak aset crypto. Mulai 1 Agustus 2025, tiga regulasi baru resmi diberlakukan untuk memastikan tata kelola perpajakan di sektor ini berjalan lebih efektif dan mengikuti perkembangan zaman.

Kepala Kanwil DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku, Dudi Efendi Karnawidjaya, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari komitmen pemerintah dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang adaptif terhadap inovasi teknologi finansial.

“Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan tiga peraturan baru untuk memperkuat pengelolaan pajak atas transaksi aset crypto,” ujar Dudi.

Tiga Regulasi Baru yang Mulai Berlaku

Ketiga regulasi tersebut meliputi:

-PMK Nomor 50 Tahun 2025 yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset crypto.

-PMK Nomor 53 Tahun 2025 yang merupakan perubahan atas PMK 11/2025 terkait ketentuan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak dan jumlah tertentu PPN.

-PMK Nomor 54 Tahun 2025 yang menjadi perubahan ketiga atas PMK 81/2024 terkait ketentuan perpajakan dalam pelaksanaan sistem administrasi perpajakan inti.

Menurut Dudi, kebijakan ini bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan teknologi dan perubahan status hukum aset crypto di Indonesia.

Perubahan Status Aset Crypto di Indonesia

Kebijakan baru ini berangkat dari terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Undang-undang tersebut mengubah status aset crypto dari sebelumnya dikategorikan sebagai komoditas menjadi aset keuangan digital setara efek (sekuritas).

Perubahan status ini memiliki dampak signifikan terhadap perlakuan pajak. Dudi menegaskan bahwa transaksi penyerahan aset crypto kini tidak lagi dikenakan PPN, namun tetap dikenakan PPh final Pasal 22 dengan tarif yang bervariasi sesuai jenis penyelenggara transaksi dan domisili platform.

Tarif Pajak Berdasarkan Penyelenggara dan Domisili Platform

Dalam regulasi baru ini, penentuan tarif PPh final Pasal 22 atas transaksi crypto dibagi menjadi dua kategori:

-Melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri (PPMSE DN) dikenakan tarif 0,21% dari nilai transaksi.

-Melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri (PPMSE LN) dikenakan tarif 1% dari nilai transaksi.

“Perbedaan tarif ini bertujuan untuk mendorong pelaku usaha dalam negeri sekaligus memastikan kesetaraan perlakuan pajak bagi semua pelaku transaksi,” jelas Dudi.

Layanan Pendukung Crypto Juga Masuk Aturan Pajak

Selain transaksi jual-beli aset digital, layanan pendukung ekosistem crypto juga mendapatkan perhatian dalam kebijakan ini. Beberapa di antaranya adalah penyediaan fasilitas elektronik untuk penambangan (mining) dan jasa verifikasi transaksi.

Dudi menambahkan, “Layanan seperti mining dan penyediaan fasilitas elektronik penambangan juga dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk penunjukan platform luar negeri sebagai pemungut PPh Pasal 22.”

Kebijakan ini memastikan bahwa seluruh aktivitas yang mendukung peredaran aset digital, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun oleh pihak luar negeri, tetap berada dalam koridor hukum perpajakan Indonesia.

Dorongan bagi Ekosistem Digital di Papua

Dengan diberlakukannya regulasi ini, Papua berpotensi menjadi wilayah yang lebih siap dalam menyongsong perkembangan ekonomi digital. Kejelasan aturan perpajakan diharapkan dapat menarik minat pelaku industri untuk mengembangkan layanan dan teknologi berbasis crypto di kawasan ini.

Pemerintah pusat dan daerah dapat memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan literasi pajak di bidang aset digital, sehingga masyarakat dan pelaku usaha memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kewajiban mereka.

Penyesuaian dengan Tren Global

Kebijakan ini juga mencerminkan adaptasi Indonesia terhadap tren global yang menempatkan aset crypto sebagai bagian dari sistem keuangan resmi. Dengan perubahan status hukum dan penguatan aturan pajak, Indonesia menunjukkan kesiapannya dalam mengelola peluang sekaligus tantangan dari perkembangan teknologi blockchain dan aset digital.

Langkah ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara mendorong inovasi dan memastikan penerimaan negara tetap optimal.

Harapan untuk Ke Depan

Dudi optimistis, regulasi ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian digital, khususnya di Papua, Papua Barat, dan Maluku. Dengan pengaturan yang jelas, transaksi aset crypto dapat berlangsung lebih transparan, akuntabel, dan aman bagi semua pihak.

“Dengan adanya aturan yang lebih kuat, kami ingin menciptakan iklim transaksi yang sehat, meminimalkan risiko, dan tetap memberikan ruang bagi inovasi di sektor crypto,” tutup Dudi.

Terkini