Perempuan Inspiratif Menanam Harapan di Dumoga

Selasa, 12 Agustus 2025 | 08:18:14 WIB
Perempuan Inspiratif Menanam Harapan di Dumoga

JAKARTA - Di Desa Werdhi Agung Selatan, Kecamatan Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, hamparan pohon kakao muda berdiri rapi di bawah sinar matahari. Di antara barisan tersebut, Sisilia Ni Wayan Narasti akrab disapa Sisil menggerakkan perubahan. Perempuan keturunan Bali berusia 44 tahun ini tak hanya menghidupkan kembali tanah yang terlantar, tetapi juga mengangkat derajat perempuan melalui pertanian berkelanjutan.

Bagi Sisil, tanah adalah sumber kehidupan yang harus dirawat. Filosofi ini membawanya meninggalkan kesibukan Makassar pada 2018 untuk memulai perjalanan baru di Dumoga. Ia melihat potensi besar di lahan subur yang terbengkalai, peluang untuk menciptakan manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian alam.

Dari Pasar Tradisional Menuju Kebun Kakao

Perjalanan Sisil dimulai jauh dari lahan pertanian. Dahulu, ia berjualan sayur di pasar tradisional Masamba, Sulawesi Selatan. Dari interaksi dengan para petani kakao, ia belajar teknik bertani dan memulainya dengan 50 pohon. Berkat kepercayaan teman-teman, jumlah tersebut berkembang menjadi 20.000 pohon.

Meski sempat terpukul oleh persaingan ketat bibit kakao, Sisil bangkit dengan mengandalkan teknik sambung pucuk dan kekuatan media sosial. Facebook menjadi jembatan untuk membangun jaringan baru, hingga akhirnya ia menetap dan mengembangkan usaha pembibitan di Dumoga.

Pemberdayaan Perempuan Melalui Kakao

Sisil meyakini bahwa pertanian dapat menjadi jalan kemandirian ekonomi perempuan. Ia memperkenalkan metode sambung pucuk yang membuat pohon kakao lebih pendek, mudah dirawat, dan cepat berbuah teknik yang sangat membantu petani perempuan.

Ia juga beralih menuju pertanian organik dengan memanfaatkan pupuk alami dari kotoran kambing dan sekam. Hasilnya, tingkat keberhasilan tanam meningkat drastis hingga 95 persen. Di kebunnya, enam karyawan tetap adalah perempuan, mulai dari lansia hingga ibu rumah tangga, dan sekitar 15 pekerja lepas juga mayoritas perempuan.

“Perempuan sangat bertanggung jawab, totalitas, dan disiplin,” ujar Sisil. Kemandirian ini memberi mereka kebebasan finansial dan mengurangi ketergantungan pada orang lain.

Menahan Laju Alih Fungsi Lahan

Kabupaten Bolaang Mongondow menghadapi tantangan serius berupa alih fungsi lahan yang menggerus area pertanian produktif. Sisil melihat ancaman ini secara langsung dan menjadikan kebunnya sebagai bentuk perlawanan senyap. Setiap tunas kakao yang ia tanam adalah simbol perlindungan ruang hidup petani kecil, terutama perempuan.

Dengan strategi edukasi dan pemberian bibit gratis, ia berhasil membangun kepercayaan petani yang sebelumnya skeptis. Hasilnya, sekitar 800 ribu bibit kakao telah disebar, menyelamatkan lebih dari seribu hektar lahan dari potensi konversi.

Dukungan dari Pemerintah dan Akademisi

Meski belum ada pendampingan penuh, Dinas Perkebunan Kabupaten Bolaang Mongondow mengakui kualitas bibit Sisil. Kepala Bidang Produksi Tanaman Perkebunan, Syamsul Pobela, menilai inisiatif ini sebagai pembibitan modern yang potensial menjadi mitra pemerintah.

Pendapat serupa datang dari Prof. Dr. Zetly Estefanus Tamod, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, yang menilai gerakan Sisil dapat menjadi contoh nasional. Ia menekankan pentingnya pemetaan ruang dan perlindungan usaha tani skala kecil seperti yang dilakukan Sisil.

Filosofi dan Akar Budaya

Gerakan ini berakar pada nilai-nilai Tri Hita Karana yang dibawa komunitas transmigran Bali sejak 1963, mengajarkan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan. Bagi warga setempat, bertani bukan hanya mata pencaharian, tetapi juga wujud menjaga keseimbangan hidup.

Dinas Lingkungan Hidup setempat menyambut baik langkah Sisil menanami lahan kosong, karena vegetasi kakao mampu menahan erosi dan menjaga sumber air.

Harapan untuk Masa Depan Berkelanjutan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Bolaang Mongondow 2025 hingga 2045 menargetkan penurunan alih fungsi lahan dari 16,58 persen menjadi 10 persen, serta peningkatan indeks ekonomi hijau. Inisiatif seperti yang dipelopori Sisil sejalan dengan visi tersebut dan berpotensi menjadi pilar utama pembangunan berkelanjutan daerah.

Meski begitu, Sisil menyadari perjuangan ini memerlukan kolaborasi lebih luas. Dukungan kebijakan, akses pasar, pelatihan, dan teknologi dari generasi muda akan memperkuat gerakan ini. “Kalau bukan karena tekad kami sendiri, mungkin kami sudah lama menyerah,” katanya.

Menanam Masa Depan

Kisah Sisil adalah bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. Dari lahan tidur yang kembali hijau hingga perempuan yang kini mandiri secara ekonomi, semua tumbuh dari keyakinan bahwa menjaga tanah berarti menjaga kehidupan. Di bawah rindang daun kakao, masa depan Bolaang Mongondow tengah dipupuk sebuah masa depan yang lebih hijau, mandiri, dan penuh harapan.

Terkini