JAKARTA - Upaya pemerintah menjaga keadilan sistem perpajakan kembali mendapat sorotan.
Kementerian Keuangan tengah menyoroti praktik sebagian pelaku usaha yang diduga sengaja memecah usahanya menjadi beberapa entitas kecil agar tetap bisa menikmati tarif Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM sebesar 0,5 persen.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah laporan terkait modus tersebut.
Praktik ini dilakukan oleh pelaku usaha dengan omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun yang seharusnya sudah tidak berhak menggunakan tarif PPh final UMKM.
Namun, demi menghindari perpindahan ke skema pajak umum, mereka memilih membuat beberapa badan usaha kecil yang masih memenuhi batas ketentuan.
“Nanti coba kita lihat deh. Saya sudah dengar juga katanya yang harusnya kan (omzetnya) Rp4,8 miliar, habis itu kalau sudah sampai situ dia pecah jadi dua UMKM segala macam,” ujar Purbaya dalam media briefing di Sentul, Bogor, Jumat (10/10/2025).
Pemerintah Akan Telusuri dengan Dukungan Teknologi dan Basis Data
Untuk mengatasi potensi kecurangan ini, Purbaya menegaskan bahwa Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan pendalaman terhadap praktik tersebut.
Langkah ini akan didukung oleh sistem Coretax, yang merupakan basis data perpajakan modern untuk memantau aktivitas wajib pajak secara lebih terintegrasi.
“Harusnya kita punya database untuk melacak gitu loh. Nanti coba kita lihat dengan DJP. Coba kita dalami lagi bisa enggak kita deteksi itu dengan database yang ada di Coretax maupun nanti kerja sama dengan database Kumham,” jelasnya.
Kerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) juga menjadi salah satu strategi utama. Melalui integrasi data antarinstansi, pemerintah berharap dapat mengidentifikasi dengan lebih akurat pelaku usaha yang memiliki kesamaan kepemilikan, struktur, atau alamat usaha yang mencurigakan.
Purbaya menekankan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya awal untuk memperkuat pengawasan pajak berbasis data. Meski demikian, ia menegaskan bahwa hasil konkret tidak bisa diharapkan dalam waktu singkat.
“Ini effort baru, kalau mau dikejar juga saya enggak harap dalam waktu setahun sudah menghasilkan jumlah yang signifikan dalam hal peningkatan pajak atau penjaringan orang-orang yang melakukan hal tersebut. Tapi kita akan monitor terus,” ujarnya.
Modus Pecah Usaha Bukan Hal Baru
Praktik pecah usaha sebenarnya bukan hal baru di dunia perpajakan. Modus ini kerap digunakan oleh pelaku bisnis yang ingin tetap berada dalam kategori wajib pajak UMKM, sehingga dapat memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya juga menyinggung persoalan yang sama. Ia menyebut bahwa sejumlah pengusaha sengaja membagi usaha mereka menjadi beberapa toko atau entitas berbeda agar tidak perlu berpindah ke rezim pajak umum yang memiliki tarif lebih tinggi.
“Pajaknya tetap final 0,5 persen, tapi jangan buka toko baru ketika omzetnya sudah Rp5 miliar, diturunin ke toko tetangga, lalu tukar-menukar faktur,” kata Airlangga dalam kesempatan terpisah.
Airlangga menilai praktik semacam ini bisa menggerus penerimaan negara dan menciptakan ketimpangan di antara wajib pajak. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menyeimbangkan antara memberi kemudahan kepada pelaku UMKM dan menegakkan keadilan pajak bagi semua sektor usaha.
Fokus Pemerintah: Keadilan dan Kepatuhan Pajak
Kebijakan PPh final 0,5 persen bagi pelaku UMKM pada dasarnya dirancang untuk mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah, bukan untuk dimanfaatkan oleh perusahaan besar yang ingin menghindari kewajiban pajak lebih tinggi.
Purbaya menilai pentingnya menjaga agar insentif tersebut tepat sasaran. Pemerintah, katanya, berkomitmen memastikan bahwa setiap pelaku usaha mematuhi ketentuan batas omzet dan klasifikasi yang telah diatur.
Langkah penelusuran data yang kini dilakukan diharapkan dapat menjadi mekanisme pengawasan berkelanjutan untuk menutup celah penyalahgunaan kebijakan fiskal.
Dengan pengawasan berbasis teknologi, DJP diharapkan mampu menelusuri hubungan antarentitas usaha secara digital, termasuk pola transaksi dan kepemilikan yang tumpang tindih.
Selain itu, Kemenkeu juga mendorong pendidikan dan sosialisasi perpajakan bagi pelaku UMKM agar mereka memahami pentingnya kepatuhan pajak sebagai bagian dari kontribusi pembangunan nasional.
Pemerintah Tetap Lanjutkan Fasilitas Pajak UMKM
Meskipun berbagai penyimpangan terdeteksi, pemerintah tetap berkomitmen memperpanjang fasilitas tarif PPh final UMKM hingga tahun 2029, khusus bagi wajib pajak orang pribadi.
Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga daya saing UMKM, sekaligus memberikan ruang bagi pelaku usaha kecil untuk tumbuh dan naik kelas.
Dengan demikian, fokus pemerintah bukan hanya pada penindakan, tetapi juga pada pembenahan sistem agar kebijakan pajak bisa mendukung pertumbuhan sektor riil tanpa mengorbankan integritas sistem perpajakan nasional.
Upaya memerangi modus pecah usaha menjadi bagian dari strategi lebih besar untuk memastikan keadilan fiskal. Dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan sistem perpajakan yang lebih adaptif, berbasis data, dan mampu menutup peluang penyalahgunaan kebijakan insentif.
Melalui pengawasan digital dan kolaborasi lintas kementerian, Kementerian Keuangan berharap kebijakan PPh final 0,5 persen benar-benar menjadi alat pemberdayaan bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang jujur, bukan celah keuntungan bagi mereka yang ingin menghindar dari kewajiban pajak sebenarnya.