Rupiah Menguat di Tengah Tekanan Dolar dan Sentimen Global

Selasa, 21 Oktober 2025 | 10:52:09 WIB
Rupiah Menguat di Tengah Tekanan Dolar dan Sentimen Global

JAKARTA - Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada awal perdagangan Selasa 21 Oktober 2025. 

Setelah sempat melemah dalam beberapa sesi sebelumnya, rupiah berhasil menguat tipis di tengah tekanan global terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka pada level Rp16.569 per USD, menguat enam poin atau sekitar 0,04 persen dibandingkan posisi penutupan sebelumnya di Rp16.590 per USD. 

Sementara berdasarkan data Yahoo Finance, kurs rupiah berada di Rp16.580 per USD, sedikit lebih baik dibandingkan posisi kemarin di Rp16.585 per USD.

Meskipun penguatannya relatif kecil, pergerakan ini menunjukkan adanya upaya pasar untuk menstabilkan nilai tukar di tengah berbagai dinamika eksternal yang menekan dolar AS.

Tekanan terhadap Dolar AS Buka Peluang bagi Rupiah

Kondisi dolar AS yang melemah menjadi salah satu faktor utama yang memberi ruang bagi rupiah untuk bergerak positif. 

Pelemahan dolar dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian di pasar global, terutama setelah pernyataan terbaru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai arah kebijakan perdagangan antara AS dan Tiongkok.

“Trump menyuarakan keraguannya atas perang dagang yang berkepanjangan dengan Tiongkok. Ia mengatakan tarif tinggi terhadap Tiongkok tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang,” ujar Ibrahim Assuabi, Direktur Laba Forexindo Berjangka, dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Antara.

Menurut Ibrahim, pernyataan tersebut memberi sinyal positif bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, karena pasar menilai potensi meredanya ketegangan dagang akan mendorong arus modal kembali ke aset berisiko.

Harapan Baru dari Rencana Pertemuan Trump dan Xi Jinping

Dalam dua pekan ke depan, Presiden Donald Trump dijadwalkan bertemu langsung dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk membahas langkah lanjutan dalam hubungan dagang kedua negara.

Selain itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent juga menyampaikan bahwa perundingan awal dengan pejabat Tiongkok akan digelar dalam waktu dekat. Sentimen ini memberi harapan baru bagi pelaku pasar global bahwa tensi perdagangan AS–Tiongkok akan berkurang secara bertahap.

Mengutip laporan dari Anadolu, Trump menyebut bahwa Tiongkok telah “membayar jumlah uang yang sangat besar” agar tarif AS dapat diturunkan. Ia pun mengisyaratkan adanya kemungkinan penurunan tarif impor jika Beijing bersedia memberikan konsesi tambahan selama kunjungannya ke Asia.

Isyarat tersebut menjadi sinyal positif yang memicu aksi beli terhadap aset berisiko, termasuk mata uang emerging markets seperti rupiah.

Pasar Menanti Keputusan Suku Bunga Bank Indonesia

Selain faktor eksternal, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen domestik, terutama menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dijadwalkan berlangsung 22 Oktober 2025.

Menurut Ibrahim, sebagian besar pelaku pasar memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mengambil langkah akomodatif dengan menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen.

“Konsensus memperkirakan bank sentral akan menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen,” jelas Ibrahim.

Kebijakan tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, terutama di tengah ketidakpastian global.

Prospek Rupiah Masih Bergantung pada Sentimen Eksternal

Meski penguatan rupiah memberikan angin segar bagi pasar, Ibrahim mengingatkan bahwa stabilitas rupiah masih rentan terhadap perubahan sentimen global, terutama perkembangan hubungan dagang antara AS dan Tiongkok.

Jika pertemuan antara Trump dan Xi Jinping menghasilkan kesepakatan positif, maka peluang penguatan rupiah bisa berlanjut dalam jangka pendek. Namun, apabila perundingan kembali menemui jalan buntu, risiko volatilitas akan meningkat.

Selain itu, arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) juga akan menjadi faktor penentu berikutnya. Jika bank sentral AS memberikan sinyal penurunan suku bunga pada awal 2026, tekanan terhadap dolar bisa semakin besar, membuka ruang tambahan bagi penguatan rupiah.

Momentum Positif Perlu Dijaga

Bagi pelaku pasar domestik, momentum penguatan ini dapat dimanfaatkan untuk memperkuat posisi aset dalam negeri. 

Namun, penguatan tipis rupiah masih tergolong sementara dan perlu dikonfirmasi oleh data ekonomi lanjutan, seperti inflasi, neraca perdagangan, serta respons pasar terhadap kebijakan BI mendatang.

Ibrahim menegaskan, dalam jangka menengah, fundamental ekonomi Indonesia tetap solid dengan cadangan devisa yang terjaga dan inflasi yang stabil. “Faktor-faktor tersebut menjadi penopang utama rupiah di tengah fluktuasi eksternal,” katanya.

Rupiah Berpeluang Lanjutkan Penguatan Terbatas

Pergerakan rupiah pada Selasa ini menandakan adanya peluang penguatan terbatas, didukung oleh kombinasi faktor global dan domestik.

Pelemahan dolar AS akibat sentimen perdagangan, harapan terhadap pertemuan Trump–Xi Jinping, serta ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia menjadi katalis utama bagi stabilitas rupiah.

Namun, arah selanjutnya akan sangat bergantung pada hasil konkret dari perkembangan global dan keputusan BI minggu ini. Untuk sementara, rupiah masih berusaha menjaga momentumnya di kisaran Rp16.550–Rp16.600 per USD, sembari menunggu kepastian arah kebijakan moneter global.

Terkini

Prabowo Ungkap Proyek Jip Nasional, Dana dan Pabrik Siap

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:34 WIB

PAN Usul Pimpinan MPR Ikut Gunakan Mobil Maung

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:29 WIB

Persiapan Haji 2026 Dikebut, Hanya Tersisa Enam Bulan

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:25 WIB

17 Tempat Makan Dekat Stasiun Tugu Jogja 2025

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:23 WIB