Demi efisiensi anggaran, perlukah sampai mengorbankan pendidikan? - The Conversation Indonesia

Sabtu, 01 Maret 2025 | 20:55:11 WIB
Efisiensi Anggaran Picu Polemik, Pendidikan Terancam Jadi Korban

JAKARTA - Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk mengatur efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp306,69 triliun. Meski demikian, kebijakan ini menuai kontroversi, terutama dalam dunia pendidikan yang merasakan dampak signifikan dari pemangkasan anggaran yang ternyata mencapai Rp22,5 triliun dari total pagu anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk tahun 2025 yang awalnya sebesar Rp57,6 triliun.

Beasiswa dan Pendidikan Tinggi dalam Ancaman

Rapat kerja Komisi X DPR RI yang digelar pada 12 Februari 2025 mengungkapkan bahwa program-program penting seperti beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP K) terancam dihentikan untuk tahun 2025. Beasiswa ini selama ini menjadi penyelamat bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan tinggi. "Penghentian beasiswa KIP K ini bukan hanya masalah finansial, tetapi juga masalah moral bagi bangsa ini," ujar salah satu anggota DPR dari Komisi X.

Potensi penghentian beasiswa KIP K menjadi kekhawatiran utama, mengingat selama ini beasiswa tersebut membantu banyak mahasiswa untuk dapat melanjutkan pendidikan mereka. Komplexitas semakin bertambah dengan ancaman terhadap program Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) dan Beasiswa ADiK yang diarahkan untuk mahasiswa dari wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dan Orang Asli Papua (OAP), yang jika tidak dikelola dengan baik berpotensi terlantar.

Tantangan bagi Pendidikan Tinggi dan Kesejahteraan Dosen

Dampak dari efisiensi ini tidak hanya mengancam beasiswa, tetapi juga berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Universitas dan perguruan tinggi swasta (PTS) yang tergantung pada bantuan operasional dari pemerintah merasakan guyuran dampak yang sama, dengan kemungkinan peningkatan biaya kuliah (UKT) untuk mengkompensasi penurunan anggaran. "Kami melihat peningkatan UKT sebagai tantangan besar yang akan menghantui mahasiswa kami di masa datang," kata rektor salah satu universitas negeri.

Masalah lain yang muncul adalah rendahnya investasi pada riset ilmiah, yang berpotensi menghambat inovasi di bidang sains dan teknologi. Alokasi dana riset yang hanya sebesar Rp1.2 triliun dari Rp57 triliun total anggaran, pada gilirannya, hanya mampu membiayai sekitar 7% dari proposal riset yang diajukan.

Konsep Lean, Transformasi Efisiensi ala Industri

Transformasi efisiensi sebenarnya sudah lama dikenal dalam industri manufaktur dengan konsep 'lean manufacturing'. Konsep ini berfokus pada peningkatan produktivitas dengan meminimalisasi pemborosan tapi tanpa mengorbankan kualitas dan sumber daya manusia yang terlibat.

Melihat kebijakan efisiensi ini melalui lensa lean manufacturing, jelas bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan purpose (tujuan), process (proses), dan ‘people’ (manusia). Dalam konteks ini, customer adalah seluruh rakyat Indonesia, dan banyak kritik menunjukkan bahwa kebijakan anggaran ini tidak mengakomodasi suara rakyat yang paling dasar, yaitu pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.

Pendidikan: Pilar Penting yang Tak Bisa Dikorbankan

Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan yang mengorbankan pendidikan demi efisiensi jangka pendek bisa menimbulkan kerugian jangka panjang yang lebih besar. Pendidikan adalah pilar utama yang membangun fondasi masa depan negeri. Dengan mengutamakan pendidikan, negara dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, inovatif, dan mampu bersaing di kancah global.

Kebutuhan akan tenaga kerja terampil semakin mendesak, mengingat sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih berada di sektor keterampilan rendah. Mengutip seorang akademisi, "Efisiensi yang mengorbankan pendidikan adalah langkah mundur bagi negeri yang ingin bersaing di era globalisasi.

Akibat Jangka Panjang Efisiensi yang Keliru

Dengan memprioritaskan efisiensi yang mengorbankan pendidikan, Indonesia menghadapi risiko brain drain, di mana para talenta muda dan cerdas lebih memilih peluang di luar negeri yang lebih menjanjikan. Hal ini akan memperlebar kesenjangan dan menghambat potensi kemajuan bangsa. Tanpa sistem pendidikan yang solid, harapan untuk mencetak generasi unggul yang bisa memajukan inovasi, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bisa menjadi hal yang sulit diwujudkan.

Efisiensi anggaran memang diperlukan, namun harus dilakukan dengan cermat tanpa mengorbankan elemen krusial seperti pendidikan. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan serta kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat.

Terkini