Ancaman Dehumanisasi Pendidikan akibat Teknologi AI

Minggu, 02 Maret 2025 | 10:33:33 WIB
Ancaman Dehumanisasi Pendidikan akibat Teknologi AI

JAKARTA - Kehadiran teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) terus menimbulkan perdebatan di kalangan akademisi dan praktisi pendidikan. AI, yang ditujukan untuk meniru cara kerja otak manusia dalam memproses informasi, dapat memberikan kemudahan dalam dunia pendidikan. Seperti yang dijelaskan oleh Akmal & Susanto, AI mampu menyederhanakan pekerjaan instruktur dan memaksimalkannya.

Namun, sejumlah tokoh penting seperti Stephen Hawking dan Elon Musk mengingatkan ancaman eksistensial AI. Mereka berpendapat bahwa AI yang semakin cerdas dapat melampaui kecerdasan manusia dan menjadi risiko besar bagi peradaban. Pandangan ini didukung oleh pernyataan dari mantan presiden Joko Widodo yang memprediksi bahwa pada 2025, sekitar 85 juta pekerjaan akan hilang akibat otomatisasi dan penggunaan AI.

Situasi ini juga menimbulkan dampak signifikan di dunia pendidikan. Pendidik menghadapi dehumanisasi pendidikan, kesenjangan digital, kehilangan keterampilan, dan ancaman terhadap profesi guru. "Perangkat AI dirancang agar bisa mengerjakan sesuatu yang dilakukan manusia, hingga kelak menggantikan manusia," ujar Kusumadewi.

Nick Haslam membedakan dua bentuk dehumanisasi yang disebabkan oleh AI: pertama, dehumanisasi animalistik yang menyangkut penyangkalan terhadap keunikan manusia, seperti kecerdasan dan moralitas; kedua, dehumanisasi mekanistik yang menolak sifat esensial manusia seperti kedalaman perasaan.

AI telah menggantikan banyak peran guru di berbagai negara. Di Finlandia, mata pelajaran AI dimasukkan dalam kurikulum, dan di Amerika Serikat, platform seperti Khan Academy dan ChatGPT mengambil alih peran tutor. "Guru berperan penting dalam membimbing, memotivasi, dan memberi dukungan emosional yang tidak bisa dilakukan oleh AI," kata Salman Khan.

Neil Selwyn menyatakan, "Teknologi AI cenderung merespons berdasarkan data, tetapi tidak bisa membaca nuansa sosial dan psikologis siswa seperti guru manusia." Sementara itu, Yong Zhao menambahkan, “Pendidikan bukan hanya tentang menghafal materi, tetapi juga membangun keterampilan sosial dan kerja sama yang sulit diajarkan oleh teknologi AI.”

Penggunaan AI di bidang pendidikan memang menawarkan kemudahan, tetapi juga memunculkan tantangan baru. Oleh karena itu, kolaborasi antara AI dan guru dapat menjadi langkah revolusioner dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, tanpa mengorbankan peran penting seorang pendidik manusia. Pendidikan hybrid bisa menjadi solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan di era globalisasi ini.

Terkini