JAKARTA - Dalam menuju Indonesia Emas 2045, perdebatan mengenai ketahanan energi dan swasembada energi semakin relevan. Ketahanan energi dan swasembada energi memiliki pengertian yang berbeda, meskipun keduanya sama-sama penting untuk menjaga keberlanjutan ekonomi negara. Swasembada energi mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memenuhi seluruh kebutuhan energinya secara mandiri tanpa ketergantungan pada impor. Di sisi lain, ketahanan energi berfokus pada upaya memastikan ketersediaan energi yang stabil, terjangkau, dan berkelanjutan, termasuk dengan menggandeng kerjasama internasional dan impor energi ketika diperlukan.
Indonesia, yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah, seperti minyak, gas, batu bara, hingga energi terbarukan, ternyata menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi domestik secara mandiri. Meskipun kaya akan sumber daya, ketergantungan Indonesia pada energi impor semakin meningkat, yang menandakan perlunya strategi energi yang lebih adaptif dan berkelanjutan.
Swasembada Energi: Mimpi Besar atau Tantangan Nyata?
Di atas kertas, Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam, terutama dalam hal energi. Namun, kenyataan yang dihadapi jauh dari harapan. Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi minyak Indonesia mengalami penurunan drastis dari 1,6 juta barel per hari pada tahun 1995 menjadi hanya sekitar 575 ribu barel per hari pada 2024, sementara konsumsi domestik terus meningkat. Akibatnya, Indonesia terpaksa mengimpor lebih dari 60% kebutuhan minyaknya. Hal ini menunjukkan bahwa swasembada energi dalam sektor minyak sangat sulit dicapai dalam waktu dekat.
Tidak hanya minyak, tantangan juga datang dari sektor gas alam. Indonesia, yang memiliki cadangan gas mencapai 100 triliun kaki kubik (TCF), menghadapi kendala eksplorasi wilayah laut dalam yang membutuhkan teknologi tinggi dan biaya investasi besar. Begitu juga dengan sektor batu bara, meskipun Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia, konsumsi domestik semakin meningkat. Bahkan, kebijakan hilirisasi yang dirancang untuk meningkatkan nilai tambah batu bara domestik masih terkendala dalam implementasinya.
Sementara itu, meskipun Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar lebih dari 400 GW dari sumber daya surya, angin, dan hidro—realitasnya, kapasitas terpasang energi terbarukan di Indonesia masih jauh dari optimal. Data menunjukkan bahwa kontribusi energi terbarukan baru mencapai kurang dari 12% dari total kebutuhan energi nasional. Dari angka-angka ini, jelas bahwa pencapaian swasembada energi tanpa strategi ketahanan energi yang kokoh akan menghadapi banyak hambatan, baik dari sisi pasokan energi, teknologi, maupun investasi.
Ketahanan Energi: Solusi yang Lebih Realistis dan Berkelanjutan
Ketahanan energi, sebagai sebuah konsep, menawarkan solusi yang lebih realistis dan berkelanjutan dibandingkan dengan swasembada energi. Dengan mengutamakan stabilitas dan keberlanjutan pasokan energi, Indonesia dapat memanfaatkan sumber energi domestik secara optimal, namun dengan fleksibilitas yang lebih besar. Negara-negara lain, yang tidak memiliki sumber daya energi sebesar Indonesia, telah berhasil membangun ketahanan energi melalui diversifikasi sumber energi dan investasi besar dalam teknologi energi bersih.
Negara-negara seperti Jepang dan Jerman bisa dijadikan contoh. Jepang, meskipun tidak memiliki sumber daya energi yang signifikan, berhasil membangun ketahanan energi yang kuat melalui diversifikasi sumber energi dan investasi dalam energi nuklir serta cadangan strategis. Begitu juga dengan Jerman, yang berhasil mengurangi ketergantungan pada batu bara dan nuklir melalui kebijakan Energiewende yang memfokuskan pada pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi.
China, sebagai contoh lainnya, juga mengombinasikan sumber energi domestik dengan strategi impor yang cermat, serta melakukan investasi besar dalam teknologi energi baru. Indonesia, sebagai negara dengan potensi besar, seharusnya dapat belajar dari negara-negara ini dalam memperkuat ketahanan energi.
Beberapa strategi yang dapat diadopsi oleh Indonesia antara lain adalah diversifikasi energi, transisi ke energi bersih, serta pembangunan infrastruktur energi yang berkelanjutan. Diversifikasi energi yang mengutamakan bauran energi lebih luas, termasuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan, perlu menjadi prioritas. Selain itu, transisi ke energi bersih dan pengembangan teknologi penyimpanan energi akan sangat membantu Indonesia dalam mempercepat peralihan dari energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan.
"Ketahanan energi adalah tentang memastikan energi yang stabil, terjangkau, dan berkelanjutan, bukan hanya fokus pada swasembada energi yang sulit dicapai dalam waktu singkat," ujar seorang ahli energi yang berbicara mengenai kebijakan energi Indonesia.
Dalam rangka memperkuat ketahanan energi, Indonesia perlu memprioritaskan pengembangan infrastruktur energi, seperti jaringan listrik pintar (smart grid) dan sistem penyimpanan energi. Ini penting untuk mendukung distribusi energi secara efisien dan mengurangi pemborosan energi. Selain itu, Indonesia juga perlu meningkatkan efisiensi energi di sektor industri dan transportasi, yang akan mengurangi ketergantungan pada impor energi.
Bergantung pada Energi Impor: Cadangan Strategis dan Kerja Sama Global
Salah satu kunci penting dalam ketahanan energi adalah memiliki cadangan energi yang cukup. Saat ini, Indonesia hanya memiliki cadangan minyak sekitar 20 hari konsumsi, yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat yang memiliki cadangan 60 hari konsumsi, atau Jepang yang memiliki cadangan 90 hari. Oleh karena itu, peningkatan cadangan energi strategis (SPR) perlu menjadi bagian dari kebijakan energi Indonesia ke depan.
Selain itu, Indonesia juga perlu memperkuat kerja sama internasional untuk memastikan pasokan energi yang stabil. Ini termasuk memperluas hubungan bilateral dengan negara penghasil energi dan memperkuat peran Indonesia dalam forum-forum internasional yang membahas masalah energi global.
Rekomendasi Kebijakan untuk Mewujudkan Ketahanan Energi
Dalam rangka mencapai ketahanan energi yang lebih baik, Indonesia perlu merumuskan beberapa kebijakan utama, antara lain:
Meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga 35% pada 2045.
Memperkuat cadangan energi strategis (SPR) hingga mencapai 60 hari konsumsi energi nasional.
Meningkatkan efisiensi energi di sektor industri dan transportasi untuk mengurangi ketergantungan pada energi impor.
Memperkuat kerja sama energi internasional guna menjaga stabilitas pasokan dan harga energi.
Mempercepat investasi dalam infrastruktur energi seperti jaringan listrik pintar dan teknologi penyimpanan energi.
Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia tidak hanya bisa memperkuat ketahanan energi tetapi juga memastikan bahwa pasokan energi tetap aman, stabil, dan terjangkau dalam jangka panjang. Transformasi kebijakan energi dari fokus pada swasembada energi yang ideal, tetapi sulit dicapai, menuju ketahanan energi yang lebih realistis dan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan energi nasional Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.