JAKARTA – Kasus korupsi yang menjerat Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong kembali menjadi sorotan, kali ini bukan soal pokok perkara, tetapi insiden penemuan perangkat elektronik di dalam ruang tahanan Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat. Temuan ini memunculkan pertanyaan serius soal pengawasan di lingkungan rutan serta perlakuan khusus terhadap tahanan kasus korupsi.
Tom Lembong, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan mantan Menteri Perdagangan, diketahui membawa dua perangkat elektronik berupa iPad dan MacBook ke dalam sel tahanannya. Fakta ini mencuat dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi impor gula yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Penemuan perangkat elektronik tersebut bukan sekadar insiden biasa. Jaksa penuntut umum langsung mengambil tindakan tegas dengan mengajukan permohonan penyitaan atas kedua perangkat itu kepada majelis hakim. Jaksa menyampaikan bahwa barang-barang tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan tindak pidana yang tengah disidangkan.
“Kami ingin mengajukan permohonan izin penyitaan dalam tahap penuntutan. Kami menduga dua barang itu ada kaitannya dengan tindakan pidana ini,” ujar jaksa dalam persidangan.
Alasan Tom: Untuk Membaca dan Menulis Pleidoi
Menanggapi temuan tersebut, Tom Lembong menyampaikan bahwa iPad dan MacBook digunakan untuk keperluan membaca berkas perkara yang jumlahnya mencapai ribuan halaman. Selain itu, perangkat itu juga dipakai untuk menyusun nota pembelaan (pleidoi) yang akan ia bacakan dalam persidangan.
Menurutnya, penggunaan perangkat digital jauh lebih efisien dibandingkan dengan membaca tumpukan dokumen fisik. Ia bahkan menyatakan kebingungannya atas aturan yang melarang perangkat elektronik di ruang tahanan, karena menurut pemahamannya yang dilarang adalah benda-benda tajam atau yang berpotensi menyebabkan kebakaran seperti korek api.
“Saya masih sedikit bingung karena ketentuannya melarang benda tajam,” ujar Tom Lembong dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 2 Juni 2025. “Aturannya juga melarang membawa korek api karena berisiko menimbulkan kebakaran,” tambahnya.
Namun, Tom tetap menyatakan komitmennya untuk mematuhi aturan yang berlaku. Jika memang tidak diperkenankan menggunakan perangkat elektronik, ia siap menulis nota pembelaan secara manual.
“Saya akan patuhi ketentuan yang berlaku. Tapi ya pertanyaan saya, apa optimal untuk mengungkapkan kebenaran dan menegakkan keadilan?” ucapnya.
Respons Tegas Kejaksaan Agung
Terkait temuan tersebut, Kejaksaan Agung Republik Indonesia langsung bereaksi cepat. Melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, ditegaskan bahwa ada larangan keras terhadap penggunaan perangkat elektronik di dalam kamar tahanan.
“Kami akan investigasi bagaimana MacBook dan iPad itu bisa masuk ke kamar tahanan Tom Lembong,” ujar Harli.
Pihak kejaksaan menilai keberadaan perangkat elektronik di dalam rutan dapat menimbulkan diskriminasi antar tahanan, mengingat tidak semua tahanan memiliki akses atau izin yang sama untuk membawa gadget ke dalam sel.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga menyatakan bahwa untuk menyusun nota pembelaan, seorang terdakwa dapat melakukannya dengan cara manual atau melalui kuasa hukumnya. Praktik ini dianggap lumrah dalam persidangan pidana.
“Banyak pleidoi yang ditulis tangan oleh para terdakwa,” tegas Harli.
Pernyataan ini sekaligus mempertegas bahwa alasan efisiensi dari pihak Tom Lembong tidak dapat dijadikan dasar pembenaran untuk membawa perangkat elektronik ke dalam ruang tahanan.
Tindak Lanjut: Jaksa Ajukan Penyitaan, Investigasi Jalan
Dalam perkembangan terbaru, Kejaksaan Agung telah mengajukan permohonan penyitaan terhadap iPad dan MacBook milik Tom Lembong. Kini, proses tersebut tengah menunggu keputusan resmi dari majelis hakim.
Sementara itu, Kejaksaan juga tengah melakukan investigasi internal untuk menelusuri siapa yang meloloskan kedua perangkat tersebut hingga bisa berada di dalam sel tahanan.
Langkah ini dianggap penting sebagai bentuk penegakan integritas dan keadilan dalam proses hukum, sekaligus menghindari kesan adanya perlakuan istimewa terhadap tahanan dari kalangan elit atau tokoh publik.
Sorotan terhadap Perlakuan Khusus di Rutan
Penemuan perangkat elektronik dalam sel tahanan Tom Lembong turut membuka kembali diskursus publik soal perlakuan khusus terhadap tahanan kasus korupsi. Dalam beberapa kasus sebelumnya, terungkap bahwa sejumlah napi korupsi juga pernah tertangkap basah membawa ponsel, laptop, hingga menikmati fasilitas mewah di dalam tahanan.
Kasus Tom Lembong mempertegas urgensi pengawasan ketat di rutan, terutama terhadap tahanan kasus-kasus besar seperti korupsi yang melibatkan uang negara. Masyarakat berharap aparat penegak hukum dan otoritas rutan dapat berlaku adil dan konsisten terhadap semua tahanan tanpa pandang bulu.
Kepatuhan Hukum Harus Jadi Prioritas
Hingga kini, majelis hakim belum memutuskan apakah permohonan penyitaan iPad dan MacBook akan dikabulkan. Namun, publik menanti ketegasan aparat penegak hukum dalam menangani insiden ini sebagai bagian dari upaya menjaga integritas sistem peradilan.
Tom Lembong sendiri menyatakan kesediaannya untuk mengikuti proses hukum dan peraturan yang berlaku, meskipun ia menyoroti pentingnya efisiensi dan keadilan dalam proses pembelaan dirinya.
“Kalau memang tidak diperbolehkan, saya akan tulis tangan. Tapi saya bertanya-tanya, apakah cara seperti itu optimal untuk menegakkan keadilan?” ujar Tom.
Dengan kasus ini, penting bagi seluruh pihak untuk memperkuat regulasi serta memperketat pengawasan di lembaga pemasyarakatan. Tujuannya bukan semata-mata untuk menghukum, tetapi juga memastikan setiap proses hukum berjalan secara adil, transparan, dan bebas dari intervensi maupun fasilitas istimewa.