JAKARTA – Sebuah kebijakan korporasi yang tergolong drastis muncul dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Dalam langkah yang mengejutkan, lembaga ini melarang seluruh pergantian direksi dan komisaris di 52 badan usaha milik negara (BUMN) dan afiliasinya selama pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tahun 2025.
Kebijakan tersebut resmi tercantum dalam Surat Edaran Nomor S-049/DI-BP/VI/2025 yang diteken Kepala BPI Danantara, Rosan Roeslani. Larangan ini merujuk pada surat sebelumnya, yang mempertegas kendali BPI Danantara atas pergerakan struktur organisasi di perusahaan-perusahaan negara yang telah dialihkan kepemilikannya ke holding milik Danantara, yaitu PT Danantara Asset Management (DAM).
Langkah ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut, sejumlah BUMN telah melakukan inbreng saham ke dalam Holding Operasional (HO) Danantara. Artinya, DAM kini menjadi pemegang saham pengendali atas BUMN terkait melalui kepemilikan saham Seri B dan Seri C, yang memberinya kuasa penuh atas keputusan strategis perusahaan, termasuk pergantian manajemen.
RUPST Tetap Jalan, Tapi Tanpa Agenda Pengurus
Melalui surat edaran itu, BPI Danantara menegaskan bahwa RUPST tetap harus dilaksanakan oleh seluruh BUMN yang terdampak, paling lambat pada 30 Juni 2025. Namun, agenda yang boleh dibahas terbatas pada pelaporan tahunan dan pemenuhan ketentuan undang-undang. Agenda perubahan jajaran direksi dan komisaris secara eksplisit dilarang hingga ada evaluasi menyeluruh dari pihak Danantara atau DAM.
"Seluruh BUMN, AP (anak perusahaan), dan CP (cucu perusahaan) tidak diperkenankan melakukan agenda Perubahan Pengurus dalam penyelenggaraan RUPS Tahunan sampai adanya evaluasi secara menyeluruh oleh BPI Danantara atau DAM," demikian bunyi kutipan dalam surat tersebut.
Daftar BUMN yang Diblokir dari Pergantian Pengurus
Larangan ini tidak berlaku untuk seluruh BUMN, melainkan khusus ditujukan pada 52 perusahaan yang telah masuk ke dalam struktur holding Danantara. Nama-nama besar yang termasuk dalam daftar itu antara lain:
-PT Adhi Karya
-PT Agrinas (beberapa entitas)
-PT Kereta Api Indonesia
-PT Jasa Marga
-PT Semen Indonesia
-PT Waskita Karya
Masih banyak lagi entitas lainnya dari berbagai sektor strategis seperti konstruksi, energi, logistik, keuangan, dan transportasi yang kini dibawah kendali langsung DAM.
Alasan dan Rasionalisasi Larangan
Keputusan ini muncul bukan tanpa pertimbangan strategis. Menurut Rosan Roeslani, kebijakan ini ditempuh untuk memastikan stabilitas dan konsolidasi kelembagaan dalam rangka menciptakan sinergi dan efisiensi di tubuh BUMN yang tergabung dalam holding.
Setidaknya ada tiga alasan utama di balik kebijakan pembekuan agenda perubahan pengurus tersebut:
-Transisi Pengawasan Manajemen
Dengan kepemilikan saham pengendali melalui DAM, Danantara kini memiliki kontrol korporasi penuh, termasuk dalam hal pengangkatan dan pemberhentian manajemen. Oleh karena itu, diperlukan transisi tata kelola agar tidak terjadi perubahan mendadak yang dapat mengganggu stabilitas holding.
-Evaluasi Menyeluruh dan Profesional
Rosan menyatakan bahwa pihaknya tengah menjalankan evaluasi manajemen secara komprehensif. Tujuannya ialah memastikan jajaran direksi dan komisaris diisi oleh figur profesional yang benar-benar berkontribusi terhadap perbaikan kinerja BUMN.
-Mendorong Sinergi dan Efisiensi
Dalam visi jangka panjangnya, Danantara akan menjalankan program konsolidasi dan integrasi yang memerlukan konsistensi kepemimpinan. Perubahan mendadak dalam komposisi pengurus justru berisiko menghambat pelaksanaan rencana strategis tersebut.
Apa Implikasinya Bagi BUMN?
Langkah Danantara ini memunculkan sejumlah konsekuensi penting:
RUPST tanpa agenda perubahan pengurus membuat direksi yang saat ini menjabat harus tetap bertahan hingga evaluasi dari holding rampung.
Potensi ketegangan internal dapat muncul, terutama jika terdapat ketidakpuasan dari pemegang saham minoritas atau pemangku kepentingan lainnya terhadap manajemen yang tidak bisa segera diganti.
Langkah ini mempercepat konsolidasi dan efisiensi, sejalan dengan misi Danantara untuk merampingkan jumlah BUMN dari 888 entitas menjadi di bawah 200 perusahaan dalam jangka menengah.
Pro Kontra Menyertai
Kendati Danantara menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan memperkuat kelembagaan, tidak dapat dipungkiri bahwa pendekatan ini akan menimbulkan berbagai reaksi dari internal BUMN maupun pengamat industri.
Di satu sisi, kebijakan ini dinilai membawa angin segar karena mencoba melepaskan BUMN dari tarik-menarik kepentingan politik. Namun di sisi lain, pembekuan hak pergantian direksi dalam forum resmi seperti RUPST juga dikhawatirkan menimbulkan stagnasi jika manajemen saat ini dinilai tidak efektif oleh para pemegang saham.
Menuju Holding BUMN yang Lebih Tangguh
Apa pun pro dan kontra yang berkembang, jelas bahwa BPI Danantara kini memainkan peran penting dalam transformasi ekosistem BUMN. Dengan pendekatan yang terpusat dan berbasis evaluasi menyeluruh, holding ini berambisi untuk membentuk kelompok BUMN yang lebih efisien, profesional, dan bebas intervensi politik.
Rosan Roeslani menegaskan, "Stabilitas manajemen sangat penting agar rencana strategis yang disusun dapat berjalan optimal tanpa gangguan akibat pergantian mendadak."
Kebijakan ini pun menjadi babak baru dalam penataan perusahaan negara menuju tata kelola yang lebih modern dan kompetitif. Danantara tampaknya tidak hanya ingin mengonsolidasikan aset, tetapi juga merekonstruksi kultur korporasi BUMN dari hulu ke hilir.