Jasa Marga

Jasa Marga Waspadai Dampak ODOL, Bukan Konstruksi Jalan Tol yang Bermasalah

Jasa Marga Waspadai Dampak ODOL, Bukan Konstruksi Jalan Tol yang Bermasalah
Jasa Marga Waspadai Dampak ODOL, Bukan Konstruksi Jalan Tol yang Bermasalah

JAKARTA – Di balik kerusakan berulang di sejumlah ruas jalan tol, PT Jasa Marga mengungkapkan fakta penting yang sering luput dari perhatian publik akar masalahnya bukanlah kualitas konstruksi jalan, melainkan beban berlebih dari kendaraan Over Dimensi dan Over Loading (ODOL). Kondisi ini telah lama menjadi tantangan serius dalam menjaga kualitas infrastruktur tol nasional.

Pernyataan tegas tersebut disampaikan Direktur Utama PT Jasa Marga, Rivan Achmad Purwantono, dalam sesi diskusi yang difasilitasi oleh Kementerian Perhubungan. Dalam forum tersebut, ia menyoroti kerusakan pada lajur kiri terutama jalur satu dan dua yang lebih cepat mengalami degradasi karena dominasi kendaraan bertonase berat. “Perbaikan yang terus menerus dilakukan bukan karena konstruksi jalan yang kurang bagus, tapi lebih diakibatkan beban kendaraan yang kelebihan muat alias Over Dimensi Overload (ODOL),” kata Rivan.

Fenomena ODOL tak hanya menjadi tantangan teknis bagi operator tol seperti Jasa Marga, tapi juga problem besar dalam konteks keselamatan dan efisiensi logistik. Kendaraan-kendaraan berat yang membawa muatan melebihi kapasitas membuat tekanan terhadap jalan meningkat drastis melebihi batas desain, sehingga kerusakan jalan lebih cepat terjadi.

Titik Rawan ODOL

Rivan secara khusus menyoroti dua ruas tol yang paling terdampak oleh praktik ODOL: Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jakarta-Merak. Keduanya merupakan jalur utama distribusi barang di Pulau Jawa dan menjadi magnet utama kendaraan logistik. “Kami melihat bahwa jalur kiri, terutama jalur satu dan dua, lebih cepat rusak karena kendaraan berat sering berada di lajur tersebut. Padahal, secara regulasi dan teknis, kendaraan berat juga punya aturan muatan maksimal,” ujarnya.

Untuk merespons kondisi tersebut, Jasa Marga melakukan berbagai perbaikan berkala sebagai bentuk tanggung jawab kepada pengguna jalan. Namun, menurut Rivan, langkah ini hanya bagian dari solusi sementara. “Perbaikan ini terus dilakukan untuk menjaga standar pelayanan kepada pengguna jasa sekaligus keamanan dan kenyamanan pengendara,” tegasnya.

Tanggung Jawab Bersama

Lebih jauh, Rivan menekankan bahwa penanganan kendaraan ODOL tidak sepenuhnya bisa dilakukan oleh Jasa Marga. Diperlukan kolaborasi yang lebih erat dengan instansi pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan dan aparat kepolisian, guna menegakkan aturan secara efektif. “Kami hanya bisa mengelola jalan dan menjaga infrastruktur. Untuk penindakan dan pengawasan terhadap kendaraan ODOL, tentu menjadi wewenang instansi terkait, seperti Kementerian Perhubungan dan Kepolisian,” ungkapnya.

ODOL telah menjadi perhatian nasional dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah sendiri telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menekan pelanggaran ini, seperti pemasangan jembatan timbang, penegakan hukum di titik strategis, hingga penyuluhan kepada pelaku usaha logistik.

Tantangan Penegakan di Lapangan

Namun demikian, tantangan implementasi di lapangan masih cukup besar. Masih banyak pengusaha transportasi yang mengabaikan batas muatan demi menekan ongkos operasional, tanpa mempertimbangkan kerugian jangka panjang pada infrastruktur jalan dan keselamatan pengguna lain.

Menurut data yang dihimpun Jasa Marga, kendaraan ODOL memberikan kontribusi besar terhadap percepatan kerusakan jalan. Setiap kendaraan yang kelebihan beban disebut dapat memangkas usia jalan hingga setengah dari masa desain awalnya. “Bayangkan jika satu kendaraan ODOL melewati jalan tol secara berulang, dampaknya bisa memperpendek usia jalan hingga 50% dari desain awal,” jelas Rivan.

Teknologi untuk Pemantauan Beban

Sebagai langkah mitigasi, Jasa Marga kini mulai menerapkan Weight in Motion (WIM), sebuah teknologi yang mampu memantau berat kendaraan secara otomatis saat melintas di jalan tol. Sistem ini telah diujicobakan di sejumlah titik dan diharapkan menjadi alat deteksi dini yang efektif untuk kendaraan ODOL.

Melalui teknologi WIM, kendaraan dengan bobot berlebih dapat langsung diarahkan ke lokasi pemeriksaan atau bahkan dikeluarkan dari jalan tol guna mencegah kerusakan lebih lanjut.

Namun, Rivan mengingatkan bahwa teknologi hanyalah alat bantu. Kunci utama tetap terletak pada perubahan sikap para pelaku usaha logistik. “Kita tidak bisa terus menerus memperbaiki jalan, sementara akar masalahnya belum ditangani. Kesadaran dan penegakan hukum menjadi kunci,” tegasnya.

Komitmen Pemerintah dan Edukasi Pengguna Jalan

Sementara itu, Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Darat telah berkomitmen memperluas cakupan penindakan terhadap ODOL. Salah satunya adalah integrasi data lintas instansi serta pengawasan berbasis teknologi yang lebih masif.

Tak hanya penindakan, edukasi juga menjadi strategi penting. Pemerintah secara rutin melakukan sosialisasi di berbagai titik, seperti pelabuhan, terminal barang, dan kawasan industri. Langkah ini bertujuan menumbuhkan kesadaran pelaku transportasi untuk patuh pada ketentuan muatan.

Jalan Tol Tangguh Butuh Komitmen Kolektif

Jasa Marga menyatakan dukungan penuh terhadap langkah-langkah pemerintah menciptakan sistem logistik nasional yang tertib dan efisien. Menurut Rivan, pengendalian ODOL bukan hanya soal menjaga infrastruktur tetap baik, tetapi juga menyangkut nyawa para pengguna jalan. “Jika kendaraan ODOL dibiarkan, maka bukan hanya jalan yang rusak, tapi potensi kecelakaan juga meningkat. Kita semua punya peran untuk mengakhiri praktik ini,” pungkasnya.

Harapannya, dengan sinergi antarinstansi, pemanfaatan teknologi, serta dukungan dari pelaku usaha, upaya menjaga ketahanan infrastruktur jalan tol dapat berjalan lebih efektif. Jalan tol yang tangguh dan aman adalah fondasi penting untuk mendukung mobilitas nasional dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di masa depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index