jenis tanah

Ragam Jenis Tanah, Manfaat, Komponen, dan Karakteristiknya

Ragam Jenis Tanah, Manfaat, Komponen, dan Karakteristiknya
jenis tanah

JAKARTA - Jenis tanah adalah elemen penting permukaan bumi yang juga berfungsi sebagai lahan untuk mendukung berbagai macam aktivitas manusia.

Lahan dalam konteks ini mengacu pada kondisi tanah yang menjadi bagian dari sumber daya alam yang sangat dibutuhkan manusia, mulai dari bercocok tanam, mendirikan bangunan, hingga menjalankan berbagai kegiatan lainnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tanah diartikan sebagai permukaan paling atas dari bumi; kondisi permukaan bumi di suatu area tertentu; daratan yang memiliki batasan; serta sejumlah pengertian lain yang berkaitan dengan permukaan bumi. 

Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan yang terjadi dengan bantuan organisme hidup, sehingga menghasilkan struktur alami yang menyelimuti lapisan batuan tersebut. Proses terbentuknya tanah ini dikenal sebagai pedogenesis.

Proses alami ini membentuk tanah sebagai bagian dari sistem ekologi yang terdiri atas beberapa lapisan berbeda, yang disebut dengan horizon tanah. 

Masing-masing lapisan tersebut mencerminkan riwayat asal-usul tanah dan jejak perubahan fisik, kimia, serta biologis yang telah terjadi selama proses pembentukannya. 

Keberagaman karakteristik pada lapisan-lapisan tersebut menjadi faktor pembeda antar jenis tanah yang ada di permukaan bumi.

Proses Pembentukan Tanah

Tanah terbentuk melalui proses pelapukan batuan yang dipengaruhi oleh aktivitas organisme, sehingga menciptakan lapisan alami yang menyelimuti batuan dasar. 

Proses terbentuknya tanah ini disebut dengan pedogenesis, yaitu suatu tahapan kompleks yang menghasilkan susunan lapisan-lapisan tanah atau yang dikenal sebagai horizon. 

Masing-masing horizon mencerminkan asal usul serta transformasi fisika, kimia, dan biologi yang telah berlangsung selama proses pembentukan tanah.

Seorang ahli tanah asal Swiss bernama Hans Jenny (1899 hingga 1992), yang berkarya di Amerika Serikat, menjelaskan bahwa tanah berasal dari bahan induk yang telah mengalami pelapukan dan perubahan bentuk karena adanya pengaruh iklim, organisme hidup (termasuk manusia), serta kontur atau bentuk permukaan bumi. 

Semua faktor tersebut bekerja dalam kurun waktu yang lama dan menghasilkan berbagai tipe tanah yang dapat diklasifikasikan.

Tanah berasal dari batuan yang telah melewati proses pelapukan selama jutaan tahun. Pelapukan adalah suatu mekanisme alami di mana batuan hancur dan menjadi tanah. 

Faktor-faktor yang menyebabkan pelapukan meliputi kondisi cuaca dan aktivitas makhluk hidup. 

Cuaca, seperti perubahan suhu serta curah hujan, dapat memicu pelapukan secara fisik, sedangkan tumbuhan seperti lumut atau pohon dapat menyebabkan pelapukan secara biologis.

Pembentukan tanah melibatkan berbagai elemen penting seperti batuan induk, iklim, kehidupan biologis, struktur permukaan bumi, dan waktu. 

Karena kombinasi kelima faktor ini tidak sama di setiap lokasi, maka tanah yang dihasilkan pun memiliki karakteristik yang berbeda. Inilah yang menjadi penyebab terjadinya variasi macam tanah di berbagai wilayah.

Manfaat Tanah

Tanah memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai tempat beraktivitas, bahan baku industri, hingga sumber energi alternatif.

1. Dalam hal pemanfaatan sebagai lahan, tanah digunakan untuk berbagai keperluan seperti kawasan permukiman, industri, pertanian, dan kegiatan lainnya.

2. Tanah juga menjadi bahan dasar bagi industri, contohnya tanah lempung digunakan dalam pembuatan keramik, genteng, bata, serta bahan dasar semen. Sementara lumpur bermanfaat dalam proses pengeboran minyak serta pembuatan cetakan logam. 

Tanah kaolin, yang berwarna putih, abu-abu, atau kekuningan dan kaya akan kandungan aluminium silikat, banyak dimanfaatkan untuk produksi kertas, bahan tekstil, produk kimia, serta industri keramik.

3. Selain itu, tanah berjenis gambut juga berperan sebagai sumber energi alternatif. Di Indonesia, wilayah dengan kandungan tanah gambut yang melimpah meliputi bagian timur Sumatra, serta beberapa provinsi di Kalimantan dan Papua.

Komponen Tanah

Komposisi tanah terbentuk melalui serangkaian proses alami yang menjadikannya sebagai sistem yang aktif dan terus berkembang, bukan sekadar tumpukan bahan padat yang tak berubah. 

Tanah merupakan entitas hidup yang mengalami dinamika seiring waktu. Struktur dasar dari tanah terdiri atas mineral anorganik, materi organik, air, serta udara. 

Unsur mineral berasal dari pelapukan batuan, sedangkan unsur organik berasal dari sisa-sisa makhluk hidup yang telah terurai.

Meskipun begitu, persentase dari tiap komponen tersebut tidak selalu sama pada setiap macam tanah dan bisa berubah tergantung pada kondisi lingkungan serta aktivitas di sekitarnya. 

Namun, secara ideal untuk mendukung pertumbuhan tanaman, komposisi tanah yang seimbang terdiri atas sekitar 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 25% air, dan 25% udara.

Karakteristik Tanah

Tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan dan mengalami proses lanjutan ini disebut sebagai tubuh tanah (solum). Macam tanah yang ada sekarang umumnya berasal dari zaman Pleistosen dan tidak ada yang terbentuk sebelum periode tersier.

Tubuh tanah terdiri dari perpaduan bahan mineral dan organik. Tanah mineral terbentuk dari pelapukan batuan dan memiliki kandungan mineral, sedangkan tanah organik—disebut juga organosol atau humosol—berasal dari akumulasi dan pemadatan bahan organik yang telah terurai. 

Tanah organik biasanya berwarna gelap atau hitam, menjadi bagian utama lahan gambut, dan bisa berubah menjadi batu bara seiring waktu. 

Tanah ini memiliki tingkat keasaman tinggi karena mengandung senyawa humik hasil penguraian bahan organik. Kandungan mineralnya rendah, dan biasanya hanya diperoleh dari aliran air atau dekomposisi jaringan organisme.

Walaupun macam tanah organik cenderung gembur dan mampu menyimpan air dengan baik, tingginya keasaman menjadikan hasil pertanian dari tanah ini kurang maksimal. 

Di sisi lain, tanah mineral tersusun oleh partikel pembentuk tanah, yaitu pasir, debu (lanau), dan lempung. Proporsi dari ketiga unsur tersebut menentukan tekstur tanah.

Tanah yang lebih banyak mengandung pasir disebut tanah pasiran, tanah yang dominan lempung dikenal sebagai tanah lempungan, sedangkan tanah yang memiliki campuran seimbang disebut geluh atau loam.

Ciri yang mudah dikenali dari tanah adalah warnanya. Warna tanah bisa sangat beragam—hitam pekat, cokelat, merah, jingga, kuning, hingga putih—dan dipengaruhi oleh proses kimia seperti pengasaman atau pencucian. 

Warna gelap umumnya menunjukkan kandungan bahan organik tinggi atau unsur lain seperti mangan, nitrogen, dan belerang. Warna kemerahan atau kekuningan biasanya menunjukkan adanya zat besi teroksidasi.

Proses pembentukan tanah dalam kondisi beroksigen cenderung menghasilkan warna merata, sedangkan dalam kondisi tanpa oksigen akan terbentuk pola warna tidak merata.

Struktur tanah adalah sifat fisik yang terbentuk dari susunan agregat atau butiran tanah serta ruang di antaranya. Dalam tanah terdapat tiga fase: padat, cair, dan gas. Fase cair dan gas mengisi ruang antarbutiran atau pori tanah. 

Struktur tanah yang ideal mendukung pertumbuhan akar jika terdapat keseimbangan antara pori besar (makropori) yang diisi udara dan pori kecil (mikropori) yang menyimpan air. 

Tanah yang gembur memiliki agregat besar dan distribusi pori yang seimbang. Sebaliknya, tanah dengan kadar lempung tinggi akan menjadi terlalu liat dan miskin makropori, sehingga kurang baik untuk perakaran.

Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah memiliki beragam pendekatan karena proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu tantangan dalam pengelompokan macam tanah adalah sifatnya yang selalu berubah akibat dinamika lingkungan. 

Tanah terbentuk dari pelapukan batuan yang mengalami pengaruh terus-menerus dari kondisi iklim, bentuk permukaan bumi, dan aktivitas organisme hidup. 

Variasi waktu dan intensitas dari faktor-faktor tersebut menyebabkan tanah memiliki karakteristik yang sangat beragam.

Pada awalnya, para ahli mengelompokkan tanah berdasarkan ciri-ciri fisik dan kimianya, serta mengamati lapisan-lapisan atau profil tanah. 

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, klasifikasi juga mempertimbangkan jenis batuan asal serta proses pelapukan yang membentuk ciri khas tanah tertentu.

Dengan pendekatan tersebut, ditemukan banyak macam tanah di berbagai belahan dunia. Untuk mempermudah, para ahli sering mengembangkan sistem klasifikasi tanah yang bersifat lokal. 

Di Indonesia, salah satu sistem yang dikenal adalah klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo (1957–1961). 

Sistem ini masih digunakan, terutama dalam bidang pertanian, dengan versi yang telah disesuaikan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak) pada tahun 1978 dan 1982.

Di tingkat internasional, sistem klasifikasi tanah USDA yang diluncurkan pada 1975 menjadi rujukan penting karena menawarkan kriteria pengelompokan yang lebih tegas dibandingkan sistem sebelumnya, yang sering mengalami tumpang tindih dalam penamaan. 

Sistem USDA juga biasa digunakan bersamaan dengan sistem klasifikasi dari FAO maupun versi lokal seperti PPT. 

Namun, sistem USDA memiliki kekurangan, khususnya di negara-negara berkembang, karena penentuannya bergantung pada analisis laboratorium yang cukup kompleks, sehingga sulit diterapkan langsung di lapangan oleh para praktisi. 

Meski demikian, kelebihan sistem ini adalah penamaan yang konsisten dan terstruktur.

Untuk menjembatani komunikasi antar ahli tanah dari berbagai negara, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengembangkan sistem klasifikasi sendiri sejak 1974. 

Kemudian pada 1998, sistem ini diperbarui melalui proyek WRB (World Reference Base for Soil Resources), yang menggantikan sistem lama dan diterima secara luas. 

Versi terbarunya diperkenalkan pada tahun 2007 dan masih menjadi acuan dalam klasifikasi tanah global hingga sekarang.

Beragam Jenis Tanah

Kesuburan tanah sangat dipengaruhi oleh jenis tanah itu sendiri. Posisi geografis dan letak astronomis Indonesia turut memainkan peran penting dalam proses terbentuknya beragam tanah di wilayah ini. 

Di bawah ini akan diuraikan beberapa macam tanah yang ada di Indonesia, lengkap dengan ciri khas serta wilayah penyebarannya.

Tanah Aluvial

Tanah ini terbentuk dari hasil pengendapan lumpur yang terbawa oleh arus sungai dan biasanya mengendap di daerah bawah atau muara sungai. Ciri khas tanah ini terletak pada warnanya yang bervariasi antara cokelat hingga abu-abu. 

Karena strukturnya yang lembut, tanah ini sangat mudah diolah dan menjadi salah satu media tanam yang ideal, terutama untuk tanaman pangan seperti padi serta tanaman musiman seperti jagung dan tembakau. 

Di Indonesia, tanah semacam ini banyak ditemukan di wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Jawa.

Tanah Andosol

Tanah ini berasal dari aktivitas gunung api dan terbentuk akibat proses vulkanik. Warna tanah ini cenderung cokelat keabu-abuan dan memiliki kandungan unsur hara, mineral, dan air yang sangat tinggi. 

Kesuburan tanah ini membuatnya sesuai untuk mendukung pertumbuhan berbagai tanaman. Di Indonesia, tanah ini tersebar di sejumlah daerah vulkanik seperti Pulau Jawa, Sumatra, Bali, dan Nusa Tenggara.

Tanah Entisol

Tanah ini memiliki kemiripan dengan tanah vulkanik lainnya, namun lebih muda usianya. Ia terbentuk dari pelapukan material vulkanik seperti pasir, debu, lahar, serta batuan kecil yang dikeluarkan saat letusan gunung api. 

Meski masih muda, tanah ini kaya akan nutrisi dan bisa ditemukan di daerah yang dekat dengan gunung berapi. 

Salah satu contoh wilayah dengan tanah jenis ini adalah sekitar Pantai Parangtritis di Yogyakarta, serta area lain di Jawa yang memiliki aktivitas vulkanik.

Tanah Grumusol

Tanah ini terbentuk sebagai hasil pelapukan dari batuan berkapur dan material vulkanik jenis tuffa. Karena berasal dari batuan kapur, kandungan unsur organiknya tergolong rendah sehingga tanah ini tidak ideal untuk pertanian. 

Permukaannya cenderung kering dan mudah retak saat musim kemarau tiba. Warna tanah ini umumnya gelap kehitaman dan memiliki tingkat keasaman yang berada pada kisaran netral hingga agak basa. 

Tanah ini banyak ditemukan di kawasan dengan ketinggian di bawah 300 meter di atas permukaan laut serta memiliki kontur datar atau sedikit bergelombang. 

Daerah yang memiliki tanah ini sering mengalami perubahan suhu ekstrem antara musim hujan dan musim kemarau. 

Di Indonesia, tanah ini tersebar di sejumlah wilayah seperti Demak, Jepara, Pati, Rembang (Jawa Tengah), Madiun dan Ngawi (Jawa Timur), serta di Nusa Tenggara Timur. 

Tanaman berkayu yang tahan kering, seperti jati, lebih cocok dibudidayakan di tanah ini.

Tanah Humus

Tanah yang satu ini terbentuk dari proses penguraian material tumbuhan yang sudah mati. Karena berasal dari sisa-sisa organik, tanah ini sangat kaya nutrisi dan unsur hara, sehingga cocok digunakan untuk keperluan pertanian. 

Warnanya cenderung gelap karena kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah ini biasanya dijumpai di daerah yang banyak ditumbuhi hutan lebat. 

Di Indonesia, persebarannya mencakup wilayah Sumatra, Kalimantan, Papua, Jawa, serta beberapa bagian dari Sulawesi.

Tanah Kapur

Tanah ini merupakan hasil pelapukan batuan kapur. Karena karakter dasarnya berasal dari batuan yang kurang mengikat air dan mineral, tanah ini umumnya tidak mendukung pertumbuhan tanaman yang memerlukan kelembapan tinggi. 

Namun, tanah seperti ini masih bisa dimanfaatkan untuk menanam jenis pohon yang kuat dan tahan kering seperti jati atau pohon keras lainnya. 

Daerah yang banyak memiliki tanah ini antara lain Gunung Kidul di Yogyakarta, kawasan pegunungan kapur di Jawa Tengah dan Jawa Barat, serta Nusa Tenggara Timur.

Tanah Latosol

Salah satu macam tanah yang dapat dijumpai di berbagai wilayah Indonesia ini terbentuk melalui proses pelapukan batuan metamorf serta batuan sedimen. 

Tanah ini memiliki ciri khas berupa warna yang bervariasi antara merah hingga kekuningan, dengan struktur lempung yang memiliki lapisan-lapisan tanah yang tampak jelas. 

Tanah ini umumnya dijumpai di kawasan yang mendapatkan curah hujan tinggi dan memiliki tingkat kelembapan udara yang cukup tinggi, serta berada di daerah dengan ketinggian antara 300 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut. 

Kandungan mineral seperti besi dan aluminium di dalam tanah ini membuatnya tidak terlalu subur untuk tanaman tertentu. 

Wilayah persebarannya di Indonesia meliputi beberapa daerah seperti Sulawesi, Lampung, bagian timur dan barat Kalimantan, Bali, serta Papua.

Sebagai penutup, pemahaman tentang jenis tanah sangat penting agar setiap lahan dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai karakteristik dan kegunaan tanah tersebut.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index