BUMN

Said Didu Soroti Arah Kebijakan BUMN

Said Didu Soroti Arah Kebijakan BUMN
Said Didu Soroti Arah Kebijakan BUMN

JAKARTA — Kritik keras terhadap pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mencuat. Kali ini datang dari Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, yang secara terbuka menyampaikan penilaiannya terhadap kebijakan-kebijakan di era Presiden Joko Widodo.

Melalui unggahan di media sosial X (dulu Twitter), Said Didu memaparkan bahwa terdapat empat hal yang menurutnya menjadi ‘racun’ bagi BUMN. Racun-racun ini, menurutnya, merupakan hasil dari kebijakan pemerintahan Jokowi selama menjabat dan telah berdampak besar terhadap kondisi BUMN, mulai dari kebangkrutan hingga meningkatnya kasus korupsi.

“Ada 4 racun yang ditanam oleh Jokowi ke BUMN sehingga BUMN bangkrut dan korupsi meningkat,” ujar Said Didu melalui cuitan yang diunggah dan dikutip.

Pernyataan tersebut menjadi sorotan karena disampaikan oleh seorang tokoh yang sebelumnya berada di lingkaran internal Kementerian BUMN dan mengetahui seluk-beluk tata kelola perusahaan milik negara.

Empat Racun dalam BUMN Versi Said Didu

Dalam penjelasannya, Said Didu membeberkan satu per satu apa yang ia maksud sebagai ‘racun’ tersebut. Ia memulai dengan menyebut adanya penugasan proyek-proyek oleh pemerintah kepada BUMN yang sudah diketahui sejak awal akan merugi. Penugasan seperti ini, menurutnya, menjadi beban berat dan secara perlahan melemahkan kinerja keuangan BUMN.

“Pertama, penugasan proyek rugi,” tulisnya.

Tak berhenti di situ, Said Didu juga menyinggung penggunaan BUMN sebagai tempat penampungan bagi relawan dan kader partai politik. Ia menilai bahwa posisi-posisi strategis dalam BUMN kerap diisi oleh orang-orang yang memiliki latar belakang politik atau kedekatan dengan kekuasaan, bukan berdasarkan kompetensi.

“Kedua, dijadikan penampungan relawan dan parpol,” lanjutnya.

Poin ketiga, menurutnya lebih serius karena menyangkut hubungan bisnis antara BUMN dengan pihak swasta. Ia menilai adanya pemaksaan untuk melakukan kerja sama dengan pihak swasta, yang dalam banyak kasus justru merugikan BUMN secara finansial. Ia menyebut kerja sama semacam ini kerap kali tidak didasarkan pada asas bisnis yang sehat.

“Ketiga, pemaksaan kerjasama dengan swasta yang rugikan,” ujarnya.

Poin terakhir dalam kritik Said Didu menyentuh soal penggunaan BUMN sebagai kendaraan politik. Ia menyatakan bahwa di era pemerintahan Jokowi, BUMN cenderung diarahkan untuk menjadi alat pencitraan atau kepentingan politik, yang puncaknya menurut dia terlihat saat Erick Thohir menjabat sebagai Menteri BUMN.

“Empat, BUMN dijadikan kendaraan politik. Puncaknya terjadi saat ET jadi MenBUMN,” pungkasnya.

Sorotan Lama yang Kembali Mengemuka

Pernyataan Said Didu bukanlah kritik pertama yang dilontarkan terhadap arah kebijakan BUMN di era pemerintahan sebelumnya. Namun pernyataan kali ini menegaskan kembali kekhawatiran yang telah lama bergulir di masyarakat mengenai profesionalisme dan efisiensi dalam pengelolaan BUMN.

Kritik tentang proyek-proyek yang dipaksakan, intervensi politik dalam pengangkatan direksi hingga kerja sama yang tidak transparan dengan pihak swasta bukan hal baru. Namun datangnya kritik ini dari seseorang yang pernah berada di dalam sistem memberikan bobot tersendiri bagi pernyataannya.

Reaksi Publik dan Konteks Politik

Unggahan Said Didu langsung menuai berbagai respons dari publik, terutama di platform media sosial. Banyak yang menyetujui isi kritik tersebut dan menyatakan bahwa masalah yang disebutkan memang nyata terjadi. Namun tidak sedikit pula yang menilai pernyataan itu bersifat politis, apalagi mengingat momen menjelang Pilkada dan dinamika politik nasional saat ini.

Meski demikian, kritik seperti ini tetap menjadi bagian penting dari diskursus publik mengenai transparansi dan tata kelola BUMN. Publik memerlukan informasi dan evaluasi kritis seperti ini sebagai bahan pertimbangan dalam menilai jalannya pemerintahan, baik yang telah berlalu maupun yang akan datang.

Rekam Jejak Said Didu dalam Mengkritisi Pemerintah

Said Didu dikenal sebagai sosok yang kerap vokal dalam menyuarakan pandangannya terhadap kebijakan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan BUMN. Setelah tidak lagi menjabat di Kementerian BUMN, ia aktif menyuarakan pendapatnya lewat media sosial dan berbagai forum diskusi publik.

Meskipun banyak yang menilai sikapnya kerap kontroversial, tak sedikit pula yang mengapresiasi keberaniannya dalam membuka tabir persoalan-persoalan di tubuh BUMN.

Kritik Said Didu mengenai empat racun yang ditanam ke dalam tubuh BUMN di era Jokowi menambah panjang daftar kritik terhadap tata kelola perusahaan pelat merah selama ini. Penugasan proyek yang merugi, politisasi jabatan, kerja sama swasta yang bermasalah, hingga pemanfaatan BUMN sebagai kendaraan politik adalah catatan serius yang perlu mendapat perhatian lebih, tidak hanya dari pemangku kepentingan saat ini, tetapi juga pemerintah mendatang.

Apapun motif di balik kritik ini, substansinya tetap relevan untuk dikaji lebih dalam. Dengan pengelolaan yang lebih transparan, profesional, dan bebas dari intervensi politik, BUMN seharusnya dapat kembali menjadi tulang punggung perekonomian nasional, bukan justru menjadi ladang beban dan konflik kepentingan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index