JAKARTA - Pasar surat utang korporasi terus menunjukkan geliat signifikan sepanjang tahun 2025. Dalam catatan terbaru, nilai penerbitan obligasi dan sukuk korporasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) hampir menyentuh angka Rp80 triliun. Hal ini menandakan optimisme perusahaan dalam menghimpun dana dari pasar modal masih cukup tinggi di tengah dinamika ekonomi global maupun domestik.
Menurut laporan resmi dari BEI total emisi obligasi dan sukuk yang terdaftar sepanjang tahun ini telah mencapai Rp79,28 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 74 emisi yang diterbitkan oleh 46 emiten berbeda.
“Pekan ini ada lima obligasi dan tiga sukuk diterbitkan. Dengan pencatatan sejumlah surat utang tersebut, maka saat ini jumlah emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI sepanjang 2025 sebanyak 74 emisi dari 46 emiten senilai Rp79,28 triliun,” terang BEI dalam siaran persnya.
Jika ditarik lebih jauh, secara keseluruhan hingga saat ini, emisi obligasi dan sukuk korporasi yang masih outstanding tercatat sebanyak 629 emisi dengan total nilai mencapai Rp491,63 triliun dan USD111,98 juta. Jumlah ini berasal dari total 138 emiten yang telah aktif menerbitkan surat utang sebagai sumber pendanaan.
Kegiatan pencatatan surat utang di pekan pertama Juli 2025 juga memperlihatkan geliat yang cukup positif. Tercatat lima emisi obligasi dan tiga emisi sukuk baru yang masuk ke papan perdagangan BEI. Penerbit berasal dari berbagai sektor usaha, mulai dari jasa keuangan, properti, hingga agribisnis.
Salah satu pencatatan penting pekan ini datang dari PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) yang menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Tahap I Tahun 2025 senilai Rp700 miliar. Langkah ini menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk memperkuat struktur permodalan serta mendukung ekspansi usaha ke depan.
Dari sektor perbankan, PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) turut menyumbang nilai besar melalui penerbitan Obligasi Berkelanjutan IV I Tahun 2025 senilai Rp1,5 triliun. Penerbitan ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap kinerja jangka panjang perusahaan perbankan.
Selain itu, PT Duta Anggada Realty Tbk (DART) juga masuk dalam daftar melalui Obligasi Berkelanjutan IV Tahap I Tahun 2025 senilai Rp300 miliar. Emiten properti ini menunjukkan bahwa sektor properti perlahan-lahan kembali menarik minat pasar, meski sempat tertekan di masa pandemi.
Sementara dari sektor agribisnis, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) menerbitkan dua instrumen sekaligus: Obligasi Berkelanjutan V Tahap I Tahun 2025 dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2025, masing-masing senilai Rp500 miliar. Ini menunjukkan adanya diversifikasi sumber dana yang dilakukan perusahaan.
Tak ketinggalan, PT Indomobil Finance Indonesia juga hadir dengan Obligasi Berkelanjutan VI Tahap I Tahun 2025 senilai Rp1 triliun, memperkuat kehadiran sektor pembiayaan kendaraan di pasar modal.
Dari sisi instrumen sukuk, pekan ini mencatat tiga penerbitan baru. Selain dari SMAR, ada pula PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) yang merilis Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2025 senilai Rp62,18 miliar. Emiten sawit ini menggarap dana syariah guna menopang kebutuhan ekspansi.
Adapun sektor perbankan syariah ikut berkontribusi melalui Bank BJB Syariah, yang mencatatkan Sukuk Wakalah Bi Alistitsmar Subordinasi I Tahun 2025 dengan nilai Rp300 miliar. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat struktur permodalan dan ekspansi pembiayaan syariah.
Peningkatan aktivitas di pasar surat utang korporasi ini memberikan sinyal positif terhadap iklim investasi dalam negeri. Obligasi dan sukuk menjadi alternatif pembiayaan yang semakin diminati emiten, terutama di tengah upaya menjaga likuiditas dan mendanai ekspansi usaha.
Di sisi lain, BEI juga melaporkan perkembangan pasar instrumen lainnya seperti Surat Berharga Negara (SBN). Saat ini, terdapat 193 seri SBN yang tercatat di BEI dengan nilai mencapai Rp6.337,96 triliun dan USD502,10 juta. SBN menjadi penopang utama di segmen pasar obligasi negara yang tetap diminati oleh investor institusi maupun ritel.
Selain itu, instrumen Efek Beragun Aset (EBA) tercatat masih stagnan dengan total tujuh emisi senilai Rp2,22 triliun. Meski jumlahnya kecil dibandingkan obligasi korporasi dan SBN, EBA tetap memiliki peran tersendiri sebagai alternatif instrumen investasi berbasis aset.
Dengan perkembangan yang cukup aktif di pasar obligasi dan sukuk, pelaku pasar kini melihat kuartal kedua 2025 sebagai momentum penguatan. Banyak pihak memproyeksikan nilai emisi obligasi korporasi tahun ini akan menembus rekor baru, seiring dengan membaiknya stabilitas ekonomi dan kebijakan moneter yang relatif akomodatif.
Melihat tren saat ini, penggalangan dana dari pasar utang diperkirakan akan terus menjadi andalan banyak korporasi, terutama mereka yang ingin menjaga fleksibilitas finansial tanpa harus melepas ekuitas atau kepemilikan saham.