JAKARTA - Teknologi berbasis energi bersih kini semakin menunjukkan dampak nyatanya bagi masyarakat, termasuk di sektor pertanian. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (IDX: PGEO) atau PGE Area Kamojang berhasil membuktikan bahwa pemanfaatan energi panas bumi bukan hanya untuk pembangkitan listrik, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani lewat pendekatan inovatif dan berkelanjutan.
Salah satu terobosan penting yang dilakukan perusahaan ini adalah program Gemah Karsa (Geothermal Empowerment for Maximizing Agriculture through Kamojang Responsible and Sustainable Farming). Inisiatif ini bukan sekadar program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), namun menjadi solusi nyata dalam pengembangan pertanian berwawasan lingkungan.
Keberhasilan program tersebut pun mendapat pengakuan internasional melalui penghargaan Asia Responsible Enterprise Awards (AREA) 2025 pada kategori Social Empowerment, yang diberikan dalam ajang di Bangkok, Thailand. Penghargaan ini menjadi bukti bahwa sinergi antara teknologi hijau dan pemberdayaan masyarakat bisa memberikan hasil signifikan dan berkelanjutan.
Tiga pilar utama yang diusung dalam Gemah Karsa mencerminkan komitmen terhadap efisiensi energi dan keberlanjutan lingkungan. Pertama, program ini menghadirkan sistem pembibitan tanaman yang memanfaatkan uap panas bumi sebagai pemanas alami, yang mempercepat proses pertumbuhan tanaman tanpa ketergantungan pada energi berbasis fosil.
Kedua, sistem air bersih berbasis tenaga surya dikembangkan untuk mendukung kebutuhan pertanian dan konsumsi masyarakat sekitar, terutama di wilayah yang mengalami keterbatasan akses air. Ketiga, limbah pertanian yang selama ini tidak dimanfaatkan secara optimal kini diolah menjadi pupuk organik dengan bantuan panas bumi untuk proses pengeringannya.
“Melalui Gemah Karsa, kami menghadirkan solusi pertanian berkelanjutan yang mendorong pengelolaan sumber daya secara bertanggung jawab dan ramah lingkungan,” ujar General Manager PGE Area Kamojang, I Made Budi Kesuma Adi Putra, melalui keterangannya, Selasa (8/7/2025).
Selain dampak lingkungan, program ini juga menciptakan nilai ekonomi bagi warga sekitar. Berdasarkan data PGE, Gemah Karsa telah mengurangi emisi karbon sebesar 4.556,2 ton CO₂ serta mengolah sekitar 24,96 ton sampah organik menjadi pupuk. Tidak hanya itu, lebih dari 900 warga kini memiliki akses air bersih, serta terbukanya lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan petani secara signifikan.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa teknologi hijau tidak hanya sebatas slogan, melainkan bisa diterapkan secara konkret dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya di sektor pertanian. Model ini juga bisa menjadi benchmark bagi program pemberdayaan sosial lainnya di sektor energi.
Penghargaan AREA yang diraih PGE merupakan pengakuan atas komitmen dan inovasi perusahaan dalam memberdayakan masyarakat, khususnya melalui pendekatan teknologi yang inklusif. AREA sendiri merupakan ajang penghargaan tahunan dari Enterprise Asia, yang mengapresiasi perusahaan-perusahaan di Asia atas kontribusinya dalam praktik bisnis berkelanjutan dan tanggung jawab sosial.
Kategori Social Empowerment dalam AREA diberikan kepada inisiatif yang berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat melalui pendekatan inovatif dan berkelanjutan, dua hal yang jelas tercermin dalam implementasi program Gemah Karsa oleh PGE Kamojang.
Saat ini, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk mengelola 15 Wilayah Kerja Panas Bumi, dengan kapasitas terpasang mencapai 1.932,5 megawatt (MW). Dari total kapasitas tersebut, 727,5 MW dioperasikan langsung oleh PGE, sedangkan 1.205 MW melalui skema kerja sama. Secara keseluruhan, kapasitas tersebut menyumbang sekitar 70 persen dari kapasitas terpasang panas bumi nasional.
Kontribusi PGE dalam pengurangan emisi juga cukup besar. Diperkirakan, perusahaan mampu menyumbang pengurangan emisi hingga 10 juta ton CO₂ per tahun. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia menuju net zero emission pada tahun 2060, serta mendukung proses transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Program seperti Gemah Karsa juga memperlihatkan bahwa pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) tidak melulu harus berorientasi pada kapasitas dan produksi energi semata. Dengan pendekatan holistik yang menyasar aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, teknologi EBT bisa menjadi katalisator transformasi sosial.
Dengan keberhasilan yang telah diraih, bukan tidak mungkin pendekatan seperti yang dilakukan PGE di Kamojang bisa direplikasi di berbagai wilayah Indonesia lainnya, terutama di daerah yang memiliki potensi panas bumi dan masyarakat agraris yang membutuhkan dukungan dalam modernisasi dan keberlanjutan pertanian mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, pencapaian ini memberikan inspirasi bagi perusahaan-perusahaan lain untuk tidak hanya fokus pada profit semata, tetapi juga pada penciptaan dampak sosial yang positif. Integrasi antara teknologi hijau dan pemberdayaan masyarakat, seperti yang dilakukan oleh PGE, menjadi gambaran nyata masa depan pembangunan yang berkelanjutan.