JAKARTA - Penanganan korban banjir di Kota Mataram kini dipusatkan pada aspek kesehatan. Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Mataram bersama puluhan tim medis dari puskesmas dan organisasi profesi dokter terus bergerak melakukan pemeriksaan kesehatan secara intensif bagi para pengungsi dan warga terdampak.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr. Emirald Isfihan menjelaskan bahwa total 22 tim medis telah diterjunkan ke sejumlah lokasi terdampak. Mereka tidak hanya berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan daerah, tetapi juga diperkuat dengan kehadiran tenaga dari Tim Gerak Cepat (TGC) serta Emergency Medical Team (EMT) yang biasa bertugas dalam kondisi darurat.
“TGC itu dari gawat darurat dan Emergency Medical Team itu untuk event-event kita perbantukan semua,” ujar dr. Emirald.
Ia mengatakan, penanganan dilakukan secara terstruktur dan berdasarkan jadwal. Setiap lokasi pengungsian dijangkau oleh tim yang terdiri dari sepuluh orang petugas kesehatan. Tim-tim tersebut bertugas secara mobile dan berpindah dari satu titik ke titik lainnya untuk memberikan layanan pemeriksaan yang menyeluruh.
“Pemeriksaan ini dilakukan secara mobile atau keliling tapi sesuai jadwal. Kalau pemeriksaan itu jam 08.30 Wita sudah turun sampai jam 10.00 Wita sudah selesai,” lanjutnya.
Namun, tidak semua kondisi kesehatan warga bisa ditangani langsung di lapangan. Sejauh ini, tercatat sebanyak 27 orang telah dirujuk ke rumah sakit akibat kondisi luka yang cukup serius. Menurut Emirald, beberapa warga mengalami luka terbuka yang cukup besar hingga memerlukan jahitan, bahkan ada yang mengalami pendarahan otak karena terjatuh.
“Ada yang lukanya agak besar sehingga harus dijahit. Sudah tertangani. Ada juga yang terjatuh itu ada pendarahan otak,” ujarnya.
Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan di lapangan yang memiliki keterbatasan alat dan kapasitas. Karena itu, untuk luka ringan masih dapat ditangani di lokasi, sedangkan untuk kasus yang lebih berat langsung dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
“Luka ringan bisa diselesaikan. Kalau berat itu kemampuan kita di lapangan tentunya sedang menangani makanya langsung ke rumah sakit,” jelas Emirald.
Potensi munculnya penyakit pascabanjir juga terus dipantau. Menurut Dinas Kesehatan, penyakit yang paling sering muncul dalam kondisi lingkungan pascabanjir adalah diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), dan leptospirosis. Leptospirosis merupakan penyakit yang ditularkan melalui kotoran tikus, yang biasanya terbawa dalam genangan air atau lumpur pascabanjir.
Pemantauan dan pelayanan kesehatan akan terus dilakukan selama dua minggu ke depan. Jangka waktu ini menjadi standar yang diterapkan untuk mendeteksi kemungkinan munculnya gejala penyakit menular atau komplikasi akibat paparan lingkungan yang tidak bersih.
“Itu memang standarnya dua minggu kita lakukan,” kata Emirald.
Di luar lokasi pengungsian, Dikes Kota Mataram juga menyiapkan pemeriksaan bagi petugas dan relawan yang berada di posko utama Pendopo Wali Kota Mataram. Hal ini dilakukan untuk memastikan kondisi fisik para petugas yang juga rawan kelelahan akibat beban kerja tinggi selama masa tanggap darurat.
“Kita juga melakukan pemeriksaan kesehatan teman-teman kita di posko utama,” ucapnya.
Tidak hanya pemeriksaan medis, petugas kesehatan juga menyediakan vitamin serta obat-obatan yang dibutuhkan untuk menunjang daya tahan tubuh warga. Langkah ini dilakukan untuk mencegah penurunan imunitas warga yang harus bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak ideal.
Pemerintah daerah pun mengimbau masyarakat untuk mulai memperhatikan kondisi kebersihan lingkungan, terutama setelah banjir surut. Warga diminta segera membersihkan genangan yang masih tersisa dan tidak menjadikannya sebagai area bermain, terutama bagi anak-anak.
“Masyarakat kalau sudah berkontak dengan kondisi lingkungan, terutama limbah-limbah itu higienisnya cuci tangan dan kaki,” tegas Emirald.
Pemerintah juga menekankan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah penularan penyakit. Pemanfaatan air bersih, penggunaan sabun untuk mencuci tangan dan kaki, serta memastikan makanan yang dikonsumsi dalam kondisi higienis menjadi bagian dari protokol yang dianjurkan.
Keterlibatan organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam kegiatan ini turut memperkuat penanganan di lapangan. Kolaborasi lintas sektor dan institusi dianggap sangat penting dalam merespons kondisi darurat secara komprehensif, terlebih pada aspek vital seperti kesehatan masyarakat.
Langkah-langkah yang dilakukan Dikes Mataram mencerminkan prioritas pemerintah dalam menjamin perlindungan bagi masyarakat terdampak bencana, tidak hanya pada aspek logistik dan evakuasi, tetapi juga dalam upaya pemulihan fisik warga yang menjadi korban.
Dengan pemantauan yang berkelanjutan, distribusi tim medis yang merata, serta ketersediaan obat-obatan, Kota Mataram diharapkan mampu mencegah terjadinya lonjakan kasus penyakit menular pascabanjir dan mempercepat pemulihan kondisi warga.