JAKARTA - Gedung Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan RI di Jakarta menjadi saksi keseriusan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan dalam memperjuangkan hak daerah atas Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor panas bumi. Awal Juli 2025, Bupati Solok Selatan, Khairunas, memimpin langsung rombongan untuk bertemu jajaran DJPK. Langkah ini bukan sekadar kunjungan formal, melainkan upaya konkret memperjuangkan dana sebesar Rp47 miliar yang dinilai krusial bagi pembangunan daerah.
Dalam audiensi yang digelar Senin, 7 Juli 2025, Khairunas menyampaikan bahwa dana DBH tersebut bukan hanya sekadar angka dalam laporan keuangan. Menurutnya, dana ini menyentuh langsung jantung pembangunan di Solok Selatan. “Ini bukan angka kecil, dan ini bukan semata urusan administratif. DBH ini adalah urat nadi pembangunan kami,” tegas Khairunas.
Keterlambatan penyaluran dana ini menghambat berbagai sektor penting, mulai dari pembangunan infrastruktur dasar hingga pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Dana itu, menurut Khairunas, telah menjadi hak daerah penghasil yang seharusnya sudah tersalurkan sejak lama.
Akar Masalah dan Sejarah Permohonan
Saat itu, Pemkab Solok Selatan telah melayangkan laporan resmi kepada DJPK. Namun, hingga bulan Juli belum juga ada kejelasan soal realisasi pencairan. Pemerintah daerah merasa perlu mempertegas urgensi pencairan dana tersebut dengan datang langsung ke pusat.
Audiensi ini dipandang penting untuk membuka ruang komunikasi dan menyamakan pemahaman. Khairunas menjelaskan bahwa Pemkab Solok Selatan tidak sekadar menuntut dana, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap tata kelola keuangan yang transparan dan taat regulasi.
“Prinsip kami transparansi, taat regulasi. Kami ingin duduk bersama, menyelesaikan dengan payung hukum yang jelas,” katanya, sambil merujuk pada ketentuan UU No. 28 Tahun 2009 dan UU No. 1 Tahun 2022 yang menjadi dasar tuntutan tersebut.
Respons Positif dari DJPK
Di sisi lain, DJPK menyambut audiensi ini dengan sikap terbuka. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan apresiasi atas upaya proaktif Pemkab Solok Selatan dan memastikan bahwa masalah ini akan ditindaklanjuti dengan mekanisme verifikasi data secara menyeluruh. “Kami mencatat keseriusan Pak Bupati dalam memperjuangkan keadilan fiskal untuk daerahnya. Kami akan lakukan verifikasi data dan segera telusuri duduk persoalannya. Prinsip kami keadilan dan kepastian hukum,” ungkap perwakilan DJPK.
Lebih dari itu, DJPK menyatakan kesiapan membuka ruang dialog lanjutan dengan pemerintah daerah agar dana yang menjadi hak Solok Selatan bisa segera tersalurkan. Langkah ini diharapkan mampu mempercepat proses administrasi dan menurunkan potensi ketimpangan antardaerah dalam penyaluran dana pusat.
Dampak Langsung Bagi Solok Selatan
Jika dana senilai Rp47 miliar tersebut akhirnya dicairkan, berbagai sektor vital di Solok Selatan akan menerima dampak positif secara langsung. Pemkab menyatakan dana itu akan diprioritaskan untuk empat hal utama:
1. Infrastruktur Dasar
Solok Selatan yang berada di wilayah pegunungan masih memiliki banyak keterbatasan dalam infrastruktur dasar. Jalan, jembatan, dan irigasi menjadi kebutuhan mendesak yang akan dibiayai melalui DBH panas bumi tersebut.
2. Program Sosial dan Pemberdayaan
Dana tersebut dapat menjadi modal penting dalam menjalankan program sosial, pelatihan keterampilan masyarakat, serta membuka peluang usaha berbasis potensi lokal.
3. Pengentasan Kemiskinan
Sejumlah program strategis pengentasan kemiskinan akan mendapat sokongan dana. Ini termasuk pemberian bantuan modal bagi UMKM, akses pendidikan bagi keluarga kurang mampu, dan layanan kesehatan.
4. Pemerataan Fiskal
DBH juga berperan sebagai instrumen pemerataan. Ketika daerah penghasil mendapat haknya, maka keseimbangan pembangunan nasional akan lebih terjaga. Dana ini mencerminkan bentuk keadilan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah.
Landasan Hukum Tuntutan Daerah
Upaya Khairunas dan Pemkab Solok Selatan untuk menuntut hak atas DBH ini bukan sekadar tindakan politik atau administratif semata, melainkan bagian dari penegakan sistem hukum keuangan negara.
Dua undang-undang utama yang dijadikan rujukan adalah:
-UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang menjelaskan hak daerah atas pendapatan dari sumber daya alam.
-UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang mengatur kerangka penyaluran dana dan mekanisme perimbangan fiskal.
Kedua regulasi tersebut memperkuat posisi daerah dalam menuntut haknya atas dana dari sektor panas bumi yang telah berkontribusi langsung pada penerimaan negara.
Menjaga Hubungan Pusat-Daerah
Apa yang dilakukan Bupati Khairunas mencerminkan pentingnya menjaga komunikasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Audiensi ini bukan sekadar soal anggaran, tetapi juga menjadi simbol perjuangan hak daerah dan transparansi pengelolaan keuangan publik.
Dalam konteks desentralisasi fiskal, DBH menjadi simbol nyata dari semangat otonomi daerah yang seimbang. Ketika daerah diberi kewenangan untuk mengelola wilayahnya, maka sudah sepatutnya pula daerah mendapat bagian yang adil dari kekayaan alam yang dihasilkan.
Melalui langkah diplomatis ini, Pemkab Solok Selatan memberi contoh bahwa perjuangan hak fiskal dapat ditempuh secara formal, terukur, dan sesuai regulasi yang berlaku.
Perjuangan Solok Selatan untuk memperoleh Dana Bagi Hasil dari sektor panas bumi menegaskan pentingnya prinsip keadilan dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan komitmen dari pemerintah daerah dan tanggapan terbuka dari DJPK, diharapkan dana yang tertahan dapat segera dicairkan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Langkah Khairunas mengingatkan bahwa pembangunan daerah tidak hanya bertumpu pada anggaran, tetapi juga pada keberanian memperjuangkan hak secara terukur, jujur, dan berdasarkan hukum yang berlaku.