JAKARTA - Peluang memiliki hunian pribadi dengan harga terjangkau kini hadir di Ponorogo, Jawa Timur. Dengan harga yang bahkan tidak menyentuh angka Rp 150 juta, masyarakat kini bisa memiliki rumah layak huni di lokasi strategis. Kesempatan ini tentu menjadi angin segar, terutama bagi kalangan menengah ke bawah yang selama ini kesulitan mengakses kepemilikan rumah.
Program ini merupakan bagian dari hasil kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Ponorogo dan Bank Tabungan Negara (BTN), melalui program KPR subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Skema ini memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki hunian dengan cicilan yang ringan dan tenor yang panjang.
Menurut Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Ponorogo, Arief Wibisono, harga rumah yang ditawarkan dalam program tersebut berkisar antara Rp 130 juta hingga Rp 148 juta. “Harga rumah subsidi tersebut telah mengikuti aturan pemerintah dan cocok bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah,” jelas Arief.
Tak hanya harganya yang terjangkau, lokasi perumahan pun cukup strategis. Sebagian besar berada di wilayah pinggiran kota, namun tetap memiliki akses yang mudah ke pusat kegiatan masyarakat. Infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, dan listrik juga telah tersedia, menjadikan kawasan ini layak untuk dihuni.
Arief juga menyebutkan bahwa pihaknya terus mengawasi pelaksanaan pembangunan rumah subsidi agar sesuai dengan standar dan spesifikasi teknis yang ditentukan. Tujuannya agar rumah yang disediakan benar-benar layak dan nyaman ditinggali. “Kami selalu memastikan bahwa rumah subsidi yang dibangun pengembang memenuhi kriteria teknis yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Di sisi lain, Bank BTN sebagai mitra pembiayaan menyediakan berbagai kemudahan bagi masyarakat yang ingin mengajukan kredit rumah subsidi. Salah satu keunggulannya adalah bunga tetap sebesar 5 persen sepanjang masa kredit, serta tenor hingga 20 tahun. BTN juga menyediakan proses pengajuan yang relatif mudah dengan persyaratan administratif yang sederhana.
“Program KPR subsidi ini memang dirancang untuk menjangkau masyarakat yang selama ini belum bisa membeli rumah secara komersial,” kata salah satu staf pemasaran Bank BTN di Ponorogo.
Pemerintah juga mendukung penuh inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menurunkan angka backlog perumahan yang masih cukup tinggi. Di Indonesia, kebutuhan akan rumah setiap tahunnya terus meningkat, namun keterjangkauan harga sering menjadi kendala utama.
Tidak mengherankan jika program rumah murah di Ponorogo ini langsung disambut antusias oleh masyarakat. Beberapa pengembang bahkan mengaku unit yang ditawarkan cepat habis dalam waktu singkat setelah diumumkan ke publik.
Salah seorang warga yang telah membeli rumah subsidi tersebut, Lilik (35), mengaku sangat terbantu dengan program ini. Sebelumnya, ia hanya mampu menyewa rumah kontrakan kecil bersama keluarganya. Namun kini, ia sudah bisa memiliki rumah sendiri dengan cicilan di bawah Rp 1 juta per bulan. “Alhamdulillah, akhirnya saya dan keluarga bisa punya rumah sendiri. Cicilannya ringan dan tempatnya nyaman,” tutur Lilik.
Antusiasme masyarakat terlihat juga dari jumlah pengajuan KPR yang terus meningkat setiap bulan. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan hunian yang terjangkau memang sangat besar di Ponorogo dan wilayah sekitarnya. Oleh sebab itu, pemerintah daerah dan pengembang pun didorong untuk terus memperluas ketersediaan rumah subsidi.
Meski begitu, Arief mengingatkan masyarakat agar lebih cermat dan berhati-hati dalam memilih pengembang. Ia menyarankan agar calon pembeli rumah subsidi mengecek legalitas pengembang dan kejelasan proyek yang ditawarkan. “Masyarakat perlu waspada terhadap oknum pengembang nakal yang mungkin memanfaatkan program ini untuk keuntungan pribadi,” katanya.
Sebagai bentuk pengawasan, Disperkim juga melakukan inspeksi lapangan secara berkala untuk memastikan bahwa pengembang menjalankan kewajibannya dengan benar. “Kami tidak segan memberikan teguran bahkan mencabut izin pengembang yang tidak mematuhi ketentuan,” tegas Arief.
Pemerintah juga akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar lebih memahami proses pengajuan rumah subsidi, termasuk hak dan kewajiban mereka sebagai pemilik rumah. Sosialisasi ini dilakukan melalui berbagai media, termasuk penyuluhan di desa-desa serta kerja sama dengan lembaga keuangan.
Upaya terpadu antara pemerintah daerah, pengembang, dan lembaga pembiayaan seperti BTN menjadi kunci sukses dalam menyediakan rumah murah bagi masyarakat. Harapannya, program seperti ini bisa menjadi model bagi daerah lain di Indonesia dalam mengatasi masalah kekurangan hunian.
Dengan terus berlanjutnya program rumah subsidi di Ponorogo, diharapkan lebih banyak masyarakat bisa segera memiliki rumah sendiri. Tidak hanya sebagai tempat tinggal, rumah juga menjadi aset penting bagi masa depan keluarga. Di tengah harga properti yang kian mahal, langkah ini jelas memberikan harapan baru bagi banyak orang.