JAKARTA - Pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) diminta mengambil langkah proaktif menyikapi persoalan distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang dikeluhkan para sopir angkutan. Pengalihan layanan BBM jenis bio solar dari SPBU dalam kota ke wilayah luar kecamatan telah memunculkan tantangan baru bagi pelaku transportasi, terutama mereka yang menggantungkan penghidupan dari distribusi barang dalam kota.
Ketua DPRD Kobar, Mulyadin, menanggapi kondisi ini dengan menyerukan agar pemerintah kabupaten segera mengirimkan surat resmi ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Tujuannya, untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dan sopir angkutan kota terkait permintaan peninjauan kembali kebijakan pengalihan penjualan solar subsidi.
Menurut Mulyadin, kebijakan tersebut bukan berasal dari pemerintah kabupaten, melainkan merupakan bentuk sanksi dari BPH Migas terhadap pengelola SPBU Panjung yang sebelumnya menyediakan BBM subsidi jenis bio solar. SPBU tersebut berlokasi strategis di Jalan Iskandar, pusat kota Pangkalan Bun, yang menjadi titik penting dalam mobilitas logistik dalam kota.
“Dari hasil rapat, memang pengalihan itu bukan keputusan pemda, melainkan BPH Migas. Tapi dampaknya sangat dirasakan sopir karena untuk mendapatkan solar subsidi mereka harus ke Bumi Harjo. Ini menyulitkan karena di dalam kota tidak ada lagi SPBU yang menyediakan solar subsidi,” ujar Mulyadin.
Pengalihan penjualan bio solar subsidi ke SPBU Bumi Harjo yang terletak di Kecamatan Kumai, membuat para sopir harus menempuh jarak lebih jauh hanya untuk mendapatkan bahan bakar bersubsidi. Situasi ini tidak hanya berpengaruh terhadap biaya operasional, tetapi juga terhadap kelancaran distribusi barang, terutama logistik harian dan kebutuhan material bangunan.
Mulyadin menilai bahwa kondisi ini perlu segera mendapatkan perhatian dan solusi bersama. Meskipun aturan dari BPH Migas harus dihormati, ia meyakini bahwa melalui komunikasi dan pendekatan administratif, pemerintah kabupaten tetap dapat menyuarakan kebutuhan masyarakatnya.
“Harapan kami, SPBU Panjung bisa kembali melayani solar subsidi, tentu dengan pengawasan ketat. Jika memang ada pelanggaran tata kelola sebelumnya, itu jadi pelajaran agar ke depan lebih tertib. Jangan sampai masyarakat jadi korban,” tegasnya.
Dia juga menegaskan pentingnya tata kelola yang baik pada SPBU penyedia BBM subsidi agar ke depan tidak terjadi pelanggaran yang bisa berdampak pada masyarakat luas. Mulyadin mendorong agar kepercayaan publik tetap dijaga, dengan membangun sistem distribusi energi yang adil, terjangkau, dan mudah diakses oleh kelompok masyarakat yang paling membutuhkan, termasuk para pengemudi angkutan.
Di sisi lain, DPRD juga memahami bahwa pengawasan dan distribusi BBM bersubsidi memang memiliki tantangan tersendiri, mengingat kebutuhan tinggi dan kuota terbatas. Namun, dengan adanya koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan instansi terkait seperti BPH Migas, solusi yang berpihak pada masyarakat tetap bisa diupayakan.
“Kami di DPRD sangat terbuka untuk melakukan koordinasi lebih lanjut bersama BPH Migas dan pemerintah daerah. Yang terpenting, keluhan sopir jangan diabaikan karena mereka bagian penting dari roda ekonomi daerah,” tambah Mulyadin.
Kebijakan pengalihan ini, meskipun bersifat administratif, telah menunjukkan dampak nyata di lapangan. Tidak hanya bagi sopir, namun juga terhadap stabilitas pasokan barang kebutuhan pokok dan material konstruksi. Biaya tambahan untuk bahan bakar akhirnya dapat berimbas pada harga barang dan jasa di tingkat konsumen.
Dengan semangat kolaboratif, DPRD Kobar terus mendorong pemerintah daerah agar menjadikan isu BBM subsidi ini sebagai prioritas dalam agenda pelayanan publik. Kepentingan masyarakat, terutama mereka yang berkontribusi langsung dalam mobilitas ekonomi daerah, perlu menjadi perhatian utama.
Langkah mendorong penyuratan resmi ke BPH Migas juga diharapkan menjadi titik awal untuk membuka ruang komunikasi yang lebih konstruktif antara pemerintah daerah dan lembaga pengatur sektor energi nasional. Dengan demikian, kebijakan yang bersifat teknis maupun administratif tetap dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika di tingkat daerah.
Sebagai wakil rakyat, Mulyadin ingin memastikan bahwa kebijakan energi tidak hanya tertib secara hukum, tetapi juga berdaya guna secara sosial dan ekonomi.
“Jika pelayanan solar subsidi bisa dikembalikan ke dalam kota dengan sistem pengawasan dan manajemen yang lebih tertib, maka semua pihak akan diuntungkan. Pemerintah bisa tetap menjalankan aturan, masyarakat tidak merasa terbebani, dan distribusi barang tetap berjalan lancar,” tandasnya.
DPRD Kobar menegaskan akan terus memantau perkembangan dan menindaklanjuti hasil dari komunikasi antara pemerintah daerah dan BPH Migas, sembari terus menyerap aspirasi masyarakat yang terdampak langsung. Sinergi antar lembaga menjadi kunci dalam menciptakan sistem distribusi BBM subsidi yang tepat sasaran, aman, dan adil untuk semua.