JAKARTA - Upaya memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia memasuki babak baru dengan sorotan pada salah satu kendala teknis paling mendasar: ketidakseragaman soket pengisian daya. Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, memaparkan pentingnya langkah konkret untuk mengatasi hambatan ini guna mendukung percepatan adopsi kendaraan listrik secara nasional.
Dalam sebuah pernyataannya, Moeldoko menggarisbawahi bahwa saat ini Indonesia menghadapi tantangan dalam bentuk beragam jenis soket pengisian kendaraan listrik yang digunakan di dalam negeri. Tercatat terdapat tiga tipe utama yang beredar, yakni CCS2 dari Eropa, GB/T dari Tiongkok, dan CHAdeMO dari Jepang.
“Kita yang ada di Indonesia itu ada tiga sekarang. Ada CCS2 dari Eropa, GB/T dari Tiongkok, dan CHAdeMO dari Jepang,” ujar Moeldoko.
Kondisi ini menimbulkan persoalan teknis yang cukup mendesak. Tanpa adanya standardisasi nasional, kehadiran tiga soket berbeda ini bisa menjadi kendala serius bagi pelaku industri maupun pengguna kendaraan listrik.
“Untuk itulah Periklindo telah mendorong agar pemerintah menentukan satu saja itu, walaupun sebenarnya nanti itu para pengusaha SPKLU akan membuat pilihan karena banyak populasinya,” jelasnya.
Menurutnya, meski secara teknis setiap perusahaan dapat memilih soket sesuai kebutuhan pasar, akan jauh lebih efektif jika pemerintah menentukan satu standar utama. Pendekatan ini diyakini bisa menciptakan efisiensi dan kemudahan dalam pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), serta mendorong kepercayaan konsumen terhadap keberlanjutan teknologi ini.
Lebih lanjut, Moeldoko menjelaskan bahwa dari ketiga jenis soket yang ada, tren saat ini cenderung mengarah ke CCS2. Hal ini karena jumlah kendaraan listrik yang menggunakan jenis soket ini tergolong dominan di pasar global.
“Makanya nanti para investor akan menentukan sikap seperti apa yang diinginkan oleh pasar. Jadi nanti populasinya akan lebih ke CCS2,” tambahnya.
Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya memperhatikan arah pergerakan pasar dan tren global dalam menyusun kebijakan nasional yang mendorong pertumbuhan kendaraan listrik secara lebih strategis.
Moeldoko juga menyoroti adanya peningkatan tren positif dalam penjualan mobil listrik di Indonesia. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa pola pikir masyarakat mulai beralih ke arah penggunaan energi bersih.
“Ada tiga hal, yang selalu saya sampaikan. Kalau kita menggunakan mobil listrik, ada tiga kontribusi yang bisa diberikan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa memilih kendaraan listrik bukan hanya soal teknologi, tetapi juga menyangkut nilai kontribusi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan kendaraan listrik memberikan manfaat yang luas, bukan hanya untuk pengemudi, tetapi juga lingkungan dan negara.
Berikut tiga kontribusi penting yang disebutkan oleh Moeldoko ketika seseorang memilih menggunakan mobil listrik:
-Pertama, kontribusi kepada keluarga.
Penggunaan mobil listrik dinilai dapat memberikan kenyamanan dan efisiensi biaya bagi keluarga. Dengan biaya operasional yang lebih rendah serta perawatan yang lebih sederhana dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil, keluarga dapat merasakan manfaat langsung dalam penghematan pengeluaran.
-Kedua, kontribusi kepada lingkungan.
Kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi karbon, sehingga menjadi solusi penting untuk mengurangi pencemaran udara di perkotaan. Hal ini akan berdampak positif terhadap kualitas hidup dan kesehatan masyarakat secara luas.
-Ketiga, kontribusi kepada negara.
Dengan beralih ke kendaraan listrik, masyarakat turut serta dalam mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak. Hal ini mendukung stabilitas energi nasional dan memberikan kontribusi dalam upaya menjaga ketahanan energi jangka panjang.
Poin-poin yang disampaikan oleh Moeldoko menunjukkan bahwa kendaraan listrik tidak semata alat transportasi, tetapi juga bagian dari gerakan menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Langkah-langkah percepatan ekosistem kendaraan listrik dinilai sejalan dengan visi pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara yang lebih bersih dan efisien secara energi.
Dalam konteks industri, kehadiran Periklindo sebagai organisasi yang menaungi para pelaku kendaraan listrik menjadi katalis penting. Dukungan terhadap regulasi, percepatan infrastruktur, dan edukasi kepada masyarakat merupakan tiga elemen kunci yang terus didorong organisasi ini.
Moeldoko meyakini bahwa dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, pembangunan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dapat berjalan lebih cepat dan terarah. Ketika berbagai hambatan teknis seperti ketidakseragaman soket dapat diatasi, maka ruang bagi investasi dan inovasi pun terbuka lebih luas.
Transformasi menuju kendaraan listrik bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan yang mendesak untuk menjawab tantangan global terkait perubahan iklim dan pencemaran. Dengan infrastruktur yang memadai, regulasi yang jelas, dan dukungan dari semua pihak, Indonesia dapat memainkan peran besar dalam peralihan energi yang bersih.
Apa yang diungkapkan oleh Moeldoko merefleksikan semangat optimisme bahwa masa depan industri transportasi akan bergantung pada inovasi dan pilihan energi yang berkelanjutan. Listrik, dalam konteks ini, bukan hanya menjadi sumber energi, tetapi simbol perubahan besar yang sedang dibentuk hari demi hari di tengah masyarakat.