Batubara

Batubara Dorong Energi Mandiri dan Hilirisasi Bernilai Tambah

Batubara Dorong Energi Mandiri dan Hilirisasi Bernilai Tambah
Batubara Dorong Energi Mandiri dan Hilirisasi Bernilai Tambah

JAKARTA - Dorongan terhadap energi mandiri dan peningkatan nilai tambah dari sumber daya alam kembali menjadi fokus utama pemerintah dalam menyusun prioritas pembangunan nasional. Dalam konteks inilah, batubara memainkan peran strategis sebagai salah satu instrumen penting dalam mendukung agenda energi nasional yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.

Dalam forum Indonesia Mining Forum 2025: Empowering Growth and Sustainability, Road to Coaltrans Asia 2025, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah tengah merancang langkah-langkah jangka pendek untuk mempercepat hilirisasi serta transisi menuju energi yang lebih mandiri dan efisien.

Ia menyebutkan bahwa program ini selaras dengan delapan prioritas nasional atau Asta Cita yang telah disusun untuk periode 2025 hingga 2029. Salah satu hal yang ditekankan adalah pentingnya investasi yang cukup besar guna mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di masa mendatang.

"Indonesia juga arahan Bapak Presiden untuk tumbuh di angka 8 persen. Oleh karena itu, untuk tumbuh 8 persen diperlukan investasi. Di mana investasi diharapkan bisa mencapai Rp13.000 triliun di periode 2025 hingga 2029. Artinya di tahun depan angka investasi itu sudah mencapai Rp2.100 triliun. Tahun ini sekitar Rp1.900 triliun," ujar Menko Airlangga.

Dari perspektif energi, batubara tetap menjadi kekuatan utama yang menopang kemandirian energi nasional. Indonesia yang dikenal memiliki cadangan batubara dalam jumlah besar tidak hanya melihat komoditas ini dari sisi ekspor semata, melainkan sebagai peluang untuk menciptakan nilai tambah melalui hilirisasi.

Menko Airlangga menjelaskan, meski Indonesia menargetkan net zero emission, batubara tetap dapat dioptimalkan melalui teknologi bersih dan pendekatan inovatif yang sejalan dengan tujuan keberlanjutan.

“Kalau kita lihat kita punya cadangan batubara yang besar sekali. Artinya, batubara ini kalau kita mencapai net zero emission, tetap kita bisa ekspor batubara,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa batubara juga bisa diolah menjadi produk turunan yang memiliki nilai strategis. Salah satu proyek utama yang tengah dikembangkan adalah produksi Dimetil Eter (DME) sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG). Inisiatif ini menjadi langkah konkret dalam mengurangi ketergantungan impor LPG dan beban subsidi energi pemerintah.

Selain DME, pengembangan metanol juga menjadi bagian penting dari agenda hilirisasi batubara. Metanol dibutuhkan sebagai bahan baku dalam produksi biodiesel, yang pada akhirnya mendukung penguatan ketahanan energi nasional berbasis sumber daya domestik.

Pemerintah telah menyusun peta jalan (roadmap) hilirisasi untuk 28 komoditas pilihan yang akan menjadi prioritas. Potensi ekonomi dari program hilirisasi ini sangat besar. Total nilai investasi diperkirakan mencapai USD618,1 miliar, dengan potensi penyerapan tenaga kerja lebih dari 3 juta orang hingga tahun 2040. Selain itu, nilai ekspor dari sektor ini bisa menyentuh angka USD857,9 miliar dan menyumbang USD235,9 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Salah satu aspek penting dalam pengembangan sektor energi dan hilirisasi adalah penerapan teknologi tinggi. Dengan masuknya investasi besar, pemerintah berharap inovasi seperti clean coal technology, pembakaran dengan amonia atau hidrogen, dan teknologi ramah lingkungan lainnya dapat terus dikembangkan.

“Dengan adanya investasi, pengembangan teknologi tinggi untuk pemanfaatan batubara dapat ditingkatkan, termasuk melalui kombinasi dengan pembakaran amonia atau hidrogen, sehingga ke depan teknologi clean coal diharapkan menjadi andalan energi Indonesia,” ungkap Menko Airlangga.

Ia juga menambahkan bahwa peluang pemanfaatan teknologi carbon capture and storage (CCS) untuk industri minyak dan gas juga terbuka lebar. Teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi gas secara efisien sekaligus mendukung target emisi bersih.

“Bagi industri oil and gas, carbon capture and storage juga bisa dilakukan untuk enhanced gas recovery. Dengan carbon capture and storage itu menambah produksi gas,” jelasnya.

Selain dari sisi teknologi, pemerintah turut mendorong penguatan prinsip keberlanjutan dalam setiap aktivitas industri, termasuk sektor pertambangan. Menurut Menko Airlangga, penerapan prinsip environment, social, and governance (ESG) merupakan bagian integral dari arah kebijakan pemerintah dalam mendorong good mining practice dan green mining practice.

“Pemerintah juga terus mendorong kegiatan hilirisasi mineral dengan mengedepankan prinsip environment, social, and governance. Ini menjadi satu tantangan juga bagi industri agar good mining practice dan juga green mining practice ini bisa terus didorong,” imbuhnya.

Menariknya, beberapa proyek strategis yang terkait hilirisasi energi, seperti produksi DME dan metanol, telah dikembangkan di wilayah yang mendapat status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dengan adanya KEK, pelaku industri mendapatkan dukungan regulasi serta berbagai insentif yang membuat investasi menjadi lebih menarik dan kompetitif.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk membangun kemandirian energi berbasis sumber daya dalam negeri, sambil tetap memprioritaskan keberlanjutan lingkungan. Melalui integrasi antara sumber daya alam, teknologi, investasi, dan kebijakan yang mendukung, Indonesia diharapkan mampu melompat lebih jauh dalam menciptakan ekosistem energi yang mandiri, hijau, dan berkelanjutan.

Dengan mengedepankan batubara sebagai salah satu tulang punggung energi sekaligus komoditas strategis dalam proses hilirisasi, arah pembangunan Indonesia tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada transformasi energi yang cerdas dan ramah lingkungan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index