JAKARTA - Di tengah keterbatasan fasilitas dan jarak yang jauh dari pusat kota, semangat pengabdian tidak pernah padam. Salah satunya datang dari dr. Nur Fitriyani, seorang dokter spesialis kandungan asal Malang, yang telah lama mengabdi di Kepulauan Sula, Maluku Utara. Baginya, keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2025 menjadi sinyal kuat bahwa negara hadir dan memberi penghargaan bagi perjuangan tenaga medis di daerah terpencil.
Aturan ini membawa kabar gembira berupa tunjangan khusus sebesar Rp30.012.000 per bulan yang diperuntukkan bagi 1.100 dokter spesialis, subspesialis, serta dokter gigi spesialis dan subspesialis yang bertugas di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Bagi dr. Nur, langkah ini adalah bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap tenaga medis yang bekerja jauh dari hiruk-pikuk kota besar. “Kami merasa dihargai dengan tugas kami di sini. Akhirnya negara hadir untuk kami,” ungkap dr. Nur Fitriyani.
Tunjangan Sebagai Wujud Apresiasi dan Pemerataan
Program ini menandai upaya serius pemerintah dalam memastikan pemerataan layanan kesehatan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan bahwa kebijakan ini bukan hanya tentang insentif, tetapi juga bentuk dukungan moril dan motivasi bagi dokter-dokter yang memilih jalur pengabdian di daerah-daerah sulit dijangkau. “Tunjangan khusus ini adalah bentuk apresiasi negara kepada tenaga medis yang berada di garis depan. Kita ingin mereka merasa dihargai dan tetap termotivasi untuk memberikan pelayanan terbaik, di mana pun mereka bertugas,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini sejalan dengan strategi jangka panjang untuk meratakan distribusi tenaga medis di seluruh Indonesia, yang selama ini masih terkonsentrasi di daerah perkotaan. Pemerintah ingin memastikan bahwa masyarakat di wilayah perbatasan, kepulauan, dan daerah tertinggal juga mendapatkan layanan medis yang berkualitas dan setara.
Fokus pada Daerah Prioritas dan Fasilitas Pemerintah
Tunjangan tersebut akan diberikan secara selektif kepada dokter-dokter yang bertugas di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah. Dengan begitu, dukungan tidak hanya dirasakan oleh tenaga medis, tetapi juga memperkuat kapasitas layanan kesehatan daerah yang memang sangat memerlukan perhatian lebih.
Penentuan wilayah penerima pun dilakukan dengan mempertimbangkan tiga kriteria utama, yakni keterbatasan akses, kekurangan tenaga medis, dan kebutuhan akan intervensi afirmatif dari pemerintah pusat. Langkah ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut disusun berdasarkan kondisi riil di lapangan, bukan semata kebijakan administratif.
Langkah Tambahan untuk Pengembangan Profesionalisme
Tak hanya tunjangan bulanan, pemerintah juga merancang program tambahan berupa akses pelatihan berjenjang dan pembinaan karier untuk dokter-dokter yang bertugas di DTPK. Menkes menjelaskan bahwa program ini penting untuk menjaga kompetensi sekaligus memberikan peluang jenjang karier yang setara bagi tenaga medis di daerah. “Pemerintah juga menjanjikan akses pelatihan berjenjang dan pembinaan karier untuk menjaga profesionalisme tenaga medis di pelosok,” kata Menkes.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa insentif finansial hanyalah satu bagian dari kebijakan yang lebih komprehensif. Pemerintah ingin memastikan bahwa dokter-dokter di daerah juga memiliki masa depan yang jelas dalam hal pengembangan profesional.
Dorongan untuk Masa Depan Pelayanan Kesehatan Lebih Merata
Kebijakan baru ini diharapkan bisa menjadi pendorong bagi dokter-dokter muda untuk tidak ragu memilih jalur pengabdian di daerah-daerah terpencil. Kehadiran negara dalam bentuk dukungan konkret seperti ini bisa membuka semangat baru, tidak hanya bagi mereka yang sudah bertugas, tetapi juga bagi calon dokter yang masih mempertimbangkan arah kariernya.
Dalam jangka panjang, peran tenaga medis di pelosok sangat penting untuk mencapai tujuan besar sistem kesehatan nasional, yakni layanan yang inklusif, adil, dan merata untuk seluruh rakyat Indonesia. Pengalaman dr. Nur Fitriyani menjadi bukti bahwa semangat pengabdian bisa tumbuh subur jika disertai dukungan yang tepat dari negara.
Penutup: Kesehatan yang Inklusif Dimulai dari Afirmasi Nyata
Kisah pengabdian dokter di wilayah-wilayah ujung negeri bukanlah sekadar narasi heroik, tetapi bagian penting dari sistem pelayanan kesehatan nasional. Dengan terbitnya Perpres 81 Tahun 2025, pemerintah menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap mereka yang selama ini berjasa namun kurang terlihat.
Kebijakan ini bukan hanya sekadar angka tunjangan, melainkan representasi dari harapan baru: bahwa seluruh masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali, berhak atas layanan kesehatan yang layak, dan bahwa mereka yang mengabdi dalam senyap pun layak mendapat tempat di hati negara.