Global

Global Butuh Terobosan Pendanaan Hijau

Global Butuh Terobosan Pendanaan Hijau
Global Butuh Terobosan Pendanaan Hijau

JAKARTA - Upaya pengurangan emisi global kini membutuhkan pendekatan baru yang lebih terukur dan terintegrasi. Hal ini mengemuka dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis VI yang berlangsung selama dua hari di Jakarta. Dalam forum tersebut, berbagai pihak menyampaikan pentingnya dukungan kebijakan dan regulasi untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau, termasuk melalui instrumen pendanaan yang efektif dan berdampak langsung.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Ekologis (KMS-PE) menjadi motor penggerak utama dalam mendorong lahirnya Peraturan Presiden terkait Pendanaan Ekologis dan skema inovatif yang sejalan dengan arah pembangunan berkelanjutan.

Percepatan Target Emisi Perlu Dukungan Dana

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Diaz Hendropriyono, menegaskan bahwa terdapat jurang besar antara kebutuhan pendanaan dengan ketersediaan anggaran untuk program perlindungan lingkungan. Terlebih, Indonesia kini tengah diarahkan untuk mencapai net zero emission lebih cepat dari target semula, yaitu dari tahun 2060 menjadi 2050.

“Ada arahan untuk mempercepat net zero emission, yang tadinya 2060 menjadi 2050. Ini tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit,” ujar Diaz.

Diaz menyebut bahwa skema-skema seperti TAPE (Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi), TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi), dan ALAKE (Alokasi Anggaran Kelurahan Berbasis Ekologi) menjadi bagian penting dari langkah strategis pendanaan berbasis lingkungan. Meski demikian, ia menekankan bahwa pengembangan skema ini tetap harus berorientasi pada hasil nyata serta memberikan manfaat langsung kepada kelompok rentan dan komunitas penjaga ekologi.

Kolaborasi Generasi Baru Pemimpin Daerah

Konferensi yang digelar KMS-PE ini juga menjadi momentum penting bagi kepala daerah dari seluruh Indonesia. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menilai bahwa 80 persen kepala daerah saat ini berasal dari generasi baru, dan sebagian besar adalah milenial yang peduli pada isu-isu keberlanjutan.

“Ini merupakan peluang strategis untuk berkolaborasi dalam melakukan mainstreaming terhadap isu-isu lingkungan hidup, mengingat generasi milenial memiliki keprihatinan besar terhadap keberlanjutan bumi,” kata Bima.

Tema yang diangkat dalam konferensi kali ini, “Menapak Paradigma Baru: Inovasi dan Integritas untuk Pendanaan Hijau yang Transformatif,” sejalan dengan semangat para pemimpin muda yang ingin membawa perubahan nyata di wilayahnya masing-masing.

Daerah Tunjukkan Komitmen Nyata

Sejauh ini, skema ecological fiscal transfer (EFT) atau pendanaan berbasis ekologi telah diterapkan oleh 48 pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota. Total kontribusi dari implementasi ini mencapai Rp 529 miliar sepanjang tahun 2025.

Namun, angka tersebut baru mencakup 8,9 persen dari seluruh daerah di Indonesia. Salah satu pelopor dalam penerapan EFT adalah Kabupaten Siak di Riau, yang menyalurkan dana ekologis kepada masyarakat sekitar Hutan Tanaman Industri (HTI). Sementara di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, pendanaan hijau digunakan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat penjaga hutan.

Kebijakan seperti ini menunjukkan bahwa pendanaan hijau bisa berjalan beriringan dengan perlindungan lingkungan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Potensi Dana Ekologis Masih Terbuka Lebar

Berdasarkan analisis dari Indonesia Development Insight, terdapat potensi besar untuk pendanaan ekologis yang dapat mencapai Rp10,2 triliun per tahun. Estimasi ini mengacu pada alokasi 0,25 persen dari total belanja pemerintah pusat dan daerah.

Untuk merealisasikan potensi tersebut, KMS-PE mendorong lahirnya Peraturan Presiden yang mengatur kewajiban penerapan EFT dalam kebijakan fiskal nasional. Langkah ini dinilai sebagai bagian strategis dalam pemenuhan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia terhadap pengendalian perubahan iklim.

Apresiasi untuk Daerah Inovatif

Dalam rangka memberikan motivasi lebih, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Ekologis juga memberikan EFT Award 2025 kepada sejumlah daerah yang menunjukkan komitmen dan inovasi dalam pengelolaan pendanaan ekologis.

Kabupaten Bulungan di Kalimantan Utara, Kabupaten Siak di Riau, dan Kota Sabang di Aceh menjadi penerima penghargaan untuk kategori Inovasi Utama. Sementara itu, Provinsi Kalimantan Utara mendapat apresiasi atas komitmen tinggi dalam integrasi EFT. Kabupaten Jayapura disebut sebagai pelopor kebijakan EFT, Kabupaten Bengkalis meraih penghargaan atas alokasi dana terbesar, dan Kabupaten Maros diapresiasi atas integrasi aspek Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam kebijakan pendanaannya.

Inisiatif Baru Tingkatkan Kolaborasi

Sebagai bentuk penguatan gerakan nasional, dua inisiatif baru diluncurkan dalam konferensi ini. Pertama adalah Green Leaders Forum (GLF), forum tahunan para kepala daerah yang berkomitmen dalam isu ekologi. Kedua adalah Kaukus Parlemen Hijau Daerah (KPHD) yang mewadahi anggota legislatif daerah (DPRD) yang mendukung agenda pendanaan hijau.

Dua forum ini diharapkan dapat menjadi wadah bertukar gagasan, strategi, serta memperkuat advokasi kebijakan untuk menjadikan pendanaan hijau sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan daerah.

Solusi Global Berawal dari Langkah Lokal

Pendanaan hijau bukan sekadar urusan anggaran, melainkan bagian dari transformasi menyeluruh yang melibatkan pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Komitmen yang ditunjukkan dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis VI membuktikan bahwa solusi atas tantangan global bisa dimulai dari langkah konkret di tingkat lokal.

Ketika semakin banyak pemerintah daerah yang mengadopsi skema pendanaan ekologis dan menjadikannya instrumen kebijakan utama, maka kontribusi Indonesia terhadap pengurangan emisi global pun akan semakin nyata dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index