Perusahaan Tambang

Peran Bupati Dalam Menjaga Kepatuhan Perusahaan Tambang

Peran Bupati Dalam Menjaga Kepatuhan Perusahaan Tambang
Peran Bupati Dalam Menjaga Kepatuhan Perusahaan Tambang

JAKARTA - Komitmen kepala daerah dalam memastikan perusahaan tambang beroperasi sesuai aturan kembali menjadi sorotan. Salah satu contohnya adalah langkah Bupati Aceh Selatan yang mengambil kebijakan untuk menghentikan sementara kegiatan operasional dua perusahaan tambang di wilayahnya, yakni KSU Tiega Manggis dan PT Pinang Sejati Utama (PT PSU). Tindakan ini diambil berdasarkan Surat Nomor: 540/790 dengan alasan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan mereka.

Langkah Evaluatif Berbasis Regulasi

Langkah yang diambil oleh Bupati Aceh Selatan bukan tanpa dasar hukum. Dalam konteks hukum positif di Indonesia, tindakan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, serta merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Berdasarkan regulasi tersebut, kepala daerah memiliki kewenangan strategis dalam menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Penetapan tersebut dilakukan setelah melalui proses konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK). Hal ini mencerminkan pentingnya partisipasi daerah dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama dalam memastikan keberlanjutan lingkungan dan sosial di sekitar wilayah tambang.

Tanggung Jawab Kepala Daerah Dalam Pengawasan

Sebagai kepala pemerintahan di kabupaten, bupati memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan penambangan yang berlangsung di wilayahnya. Pengawasan ini mencakup banyak aspek, mulai dari kepatuhan terhadap tata ruang, pengelolaan dampak lingkungan, hingga tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat.

Tindakan penghentian sementara ini sejatinya mencerminkan langkah proaktif pemerintah daerah dalam menegakkan fungsi pengawasan tersebut. Evaluasi terhadap KSU dan PT PSU bukan hanya ditujukan untuk mengkaji kegiatan operasional secara teknis, namun juga memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul di masyarakat sekitar.

Mengedepankan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Tambang

Di balik keputusan evaluatif tersebut, terdapat perhatian besar terhadap masyarakat sekitar wilayah operasional perusahaan tambang. Tanggung jawab sosial perusahaan menjadi salah satu aspek yang dinilai. Dalam hal ini, evaluasi mencakup apakah perusahaan telah menjalankan kewajiban sosialnya, seperti pemberdayaan masyarakat, pemberian kompensasi yang layak, serta jaminan kesehatan bagi warga yang terdampak aktivitas pertambangan.

Langkah seperti ini sangat penting untuk memastikan bahwa keberadaan perusahaan tambang tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat setempat.

Sinergi Pemerintah Daerah dan DPRK

Keterlibatan DPRK Aceh Selatan dalam penetapan WPR menandakan adanya mekanisme checks and balances dalam pengelolaan izin pertambangan di daerah. Artinya, pemberian izin tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melalui proses yang transparan dan melibatkan lembaga perwakilan rakyat.

Sinergi antara bupati dan DPRK menjadi krusial dalam proses evaluasi maupun pemberian izin baru di sektor tambang. Ini merupakan bentuk kontrol sosial yang konstruktif demi tercapainya pembangunan berkelanjutan di daerah.

Menumbuhkan Kesadaran Investasi yang Berempati

Tindakan bupati dalam menghentikan sementara aktivitas tambang juga dapat menjadi momen reflektif bagi pelaku usaha. Harapan masyarakat, sebagaimana disuarakan dalam narasi publik, menekankan bahwa kehadiran perusahaan tambang seharusnya menjadi penggerak kehidupan ekonomi masyarakat, bukan sebaliknya.

Pernyataan yang menggugah dari warga Aceh Selatan menyampaikan dengan tegas: “Dengan adanya perusahaan tambang akan dapat menghidup-hidupi masyarakat, bukan perusahaan tambang yang menompang hidup di atas penderitaan masyarakat Aceh Selatan.”

Ungkapan ini menjadi cermin aspirasi yang kuat terhadap hadirnya investasi yang berempati dan bertanggung jawab secara sosial.

Peneguhan Prinsip-prinsip Hukum Dalam Praktik Pemerintahan

Melalui keputusan ini, Bupati Aceh Selatan menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip hukum dapat diimplementasikan secara nyata dalam tata kelola pemerintahan daerah. Menakar sebuah kebijakan dengan nalar hukum positif memberikan kepastian hukum sekaligus perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan.

Kebijakan ini tidak dimaksudkan sebagai bentuk pembatasan investasi, melainkan sebagai wujud perlindungan hukum bagi semua pihak. Bagi investor, langkah ini menjadi pengingat bahwa kepatuhan terhadap regulasi adalah bagian integral dari iklim investasi yang sehat. Bagi masyarakat, ini adalah bukti bahwa aspirasi mereka diakomodasi dalam proses pengambilan kebijakan.

Harmoni Antara Regulasi, Investasi, dan Kesejahteraan

Langkah evaluatif yang diambil pemerintah daerah merupakan bagian dari upaya menciptakan harmoni antara keberadaan perusahaan tambang, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa otonomi daerah memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan tersebut.

Bupati Aceh Selatan, melalui pendekatan hukum positif, menegaskan komitmennya dalam menata pengelolaan sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan berpihak kepada rakyat. Harapan ke depan, langkah ini akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah sekaligus mendorong investor untuk semakin bertanggung jawab dalam menjalankan usahanya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index