JAKARTA - Bank pelat merah seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN) menghadapi tantangan ketat dalam menghimpun dana murah, seperti tabungan dan giro, yang menjadi kunci efisiensi biaya dana atau cost of fund. Dalam situasi persaingan yang sengit, mereka menerapkan berbagai strategi agar dapat memperkuat posisi dan menekan biaya dana.
Tren Suku Bunga dan Dampaknya
Berdasarkan Laporan Analisis Uang Beredar Bank Indonesia Juni 2025, suku bunga simpanan berjangka mengalami kenaikan di beberapa tenor, misalnya tenor 1 bulan naik ke 4,86%, tenor 3 bulan menjadi 5,75%, dan tenor 24 bulan sebesar 4,55%. Meski begitu, pada tenor 12 bulan suku bunga stabil di 5,07%, sedangkan tenor 6 bulan justru menunjukkan penurunan menjadi 6,03%. Sementara itu, simpanan masyarakat menunjukkan perbaikan dengan kenaikan total sebesar 6,6% secara tahunan, meningkat dari 3,8% pada Mei 2025.
BTN Perkuat Dana Murah Melalui Ekosistem dan Digitalisasi
BTN fokus memperkuat penghimpunan dana murah di semester kedua 2025 lewat pengelolaan terpusat dan ekspansi ekosistem nasabah. Direktur Network & Retail Funding BTN, Rully Setiawan, menjelaskan dana pihak ketiga segmen ritel mencapai Rp65,65 triliun hingga Mei 2025, sekitar 93,5% dari target semester. Tabungan institusi masih menyumbang dominasi, namun pertumbuhan dana ritel terutama dari tabungan transaksional memiliki potensi besar.
Rully menyatakan, BTN menargetkan pertumbuhan dana ritel sekitar Rp3 triliun per bulan, belum termasuk dari UMKM. Penguatan dana murah dilakukan secara terukur dengan memusatkan pengelolaan tabungan, giro, dan deposito ke divisi khusus untuk pendanaan ritel. Fokus khusus diarahkan pada tiga area: penggarapan nasabah UMKM dan payroll, pemaksimalan bisnis lokal di sektor properti, pendidikan, dan kesehatan, serta penguatan hubungan dengan nasabah eksisting khususnya di sektor properti melalui layanan digital Bale by BTN.
Selain itu, BTN berencana memperkenalkan bisnis Private Banking untuk segmen nasabah dengan saldo minimal Rp15 miliar, yang memiliki potensi besar dalam mendongkrak pendanaan.
BNI Optimalkan Efisiensi Pendanaan Berbasis Digitalisasi
BNI memanfaatkan pelonggaran kebijakan moneter dan pemangkasan BI Rate menjadi 5,25% sebagai peluang memperbesar penghimpunan dana murah. Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, menyebutkan fokus utama adalah mengoptimalkan efisiensi struktur pendanaan dengan mendorong current account saving account (CASA) berbasis transaksi.
BNI juga mengandalkan kanal digital sebagai pendorong utama dalam memperluas porsi dana murah sekaligus menekan biaya dana agar tetap kompetitif di tengah tren suku bunga rendah. Digitalisasi tidak hanya memangkas biaya operasional, tetapi juga membuka peluang pendapatan baru dari fee-based income, sehingga memperkuat keseluruhan struktur pendapatan bank.
Selain itu, BNI menjalankan penyaluran kredit secara selektif ke sektor produktif, menjaga kualitas aset dan imbal hasil optimal berkelanjutan.
Bank Mandiri dan BRI Dalam Menyiasati Persaingan
Bank Mandiri dan BRI juga tidak ketinggalan dalam mengimplementasikan strategi digitalisasi dan efisiensi pengelolaan dana. BRI melakukan transformasi besar dalam menjawab tantangan persaingan perbankan, dengan fokus mengoptimalkan layanan digital guna menarik nasabah dan menjaga biaya dana tetap rendah.
Bank Mandiri mendorong penguatan dana murah melalui peningkatan layanan digital termasuk pengembangan produk dan pendekatan yang berorientasi pada nasabah ritel dan korporasi. Langkah-langkah ini bertujuan mempertahankan loyalitas nasabah serta meningkatkan volume dana murah di tengah situasi persaingan yang ketat.
Dalam keseluruhan, bank pelat merah memposisikan diri dengan strategi sinergi digitalisasi, pengelolaan dana terpusat, dan pengembangan ekosistem yang kuat untuk memperkokoh penghimpunan dana murah. Upaya ini diharapkan mampu mendukung daya saing sekaligus menciptakan pertumbuhan perbankan yang berkelanjutan di tengah persaingan industri keuangan yang semakin kompetitif.