JAKARTA - Blitar bukan hanya dikenal lewat jejak sejarah dan destinasi wisata alamnya, tapi juga berkat kekayaan kuliner tradisional yang tetap lestari. Salah satu warung makan yang menarik perhatian adalah Warung Makti, sebuah tempat sederhana di Desa Sumberjo, Kademangan, yang menawarkan pengalaman makan unik dengan konsep “ambil sendiri, makan sepuasnya”.
Pengunjung hanya membayar Rp15.000 untuk menikmati aneka hidangan khas desa yang disediakan dalam porsi bebas di meja panjang. Nasi jagung, sayur lodeh, oseng daun pepaya, sambal tomat, serta lauk-lauk tradisional seperti wader goreng dan telur dadar bisa diambil sesuai selera. Cara ini memberikan suasana seperti makan di rumah sendiri, sehingga banyak yang menyebut Warung Makti sebagai warung makan sepuasnya Blitar dengan cita rasa yang otentik dan penuh kehangatan.
Keaslian Rasa dan Keakraban di Warung Makti
Warung Makti berdiri sejak 2019 dan dikelola oleh Makti, seorang perempuan paruh baya yang memasak semua menu dengan bahan-bahan lokal segar, mulai dari sayur mayur hingga ikan hasil tangkapan sungai. Wader goreng, ikan kecil yang khas dari Sungai Brantas, menjadi salah satu favorit pengunjung karena teksturnya yang renyah dan rasa gurih yang khas.
“Semua orang boleh ambil sendiri, makan sendiri, gak usah sungkan. Kalo kurang ya nambah,” ujar Makti dengan senyuman hangat dalam sebuah video review. Sikap ramah ini membuat para pengunjung merasa betah, seperti berada di rumah nenek mereka sendiri. Bahkan, ada yang rutin berkunjung setiap minggu hanya untuk merasakan suasana dan kelezatan masakan rumahan yang susah ditemukan di tempat lain.
Warung sebagai Media Pelestarian Budaya Kuliner
Selain menawarkan makanan lezat, Warung Makti juga berperan sebagai sarana edukasi budaya makan masyarakat Jawa, terutama gaya makan tradisional pedesaan. Nasi jagung, yang dulu dianggap makanan masa lalu, kini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda. Pengalaman mencicipi makanan ini membuka wawasan tentang kekayaan pangan lokal yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Warung ini juga menjadi simbol keberpihakan pada makanan rumahan dan nilai-nilai kebersamaan, kesederhanaan, serta gotong royong. Tak jarang pengunjung memilih membayar lebih dari harga standar sebagai bentuk dukungan terhadap usaha kecil yang menjaga kejujuran dan tradisi.
Viral dan Ramai Dikunjungi Berkat Media Sosial
Meski tanpa papan nama besar, Warung Makti selalu ramai setiap hari sejak pukul 07.00 hingga menjelang Dzuhur atau sampai makanan habis. Antrean pembeli terus mengalir, termasuk dari luar Blitar yang penasaran setelah melihat review di berbagai platform media sosial.
Seorang pengunjung yang diwawancarai dalam video YouTube Kang Mas Bogel menyatakan, “Awalnya saya tahu dari TikTok, katanya ada warung makan sepuasnya cuma Rp15.000. Begitu datang, ternyata benar. Rasanya enak semua, dan ambilnya bebas.” Kesan tersebut menggambarkan betapa konsep Warung Makti mampu menarik minat berkat keaslian dan kemudahan yang ditawarkan.
Potensi Wisata Kuliner Lokal yang Menjanjikan
Fenomena Warung Makti membuktikan bahwa kuliner tradisional dengan konsep sederhana dapat menjadi magnet wisata yang kuat. Bukan hanya soal rasa, tapi juga pengalaman budaya yang ditawarkan. Melalui kekuatan media sosial, warung-warung seperti ini dapat menjangkau pasar lebih luas tanpa kehilangan identitas lokalnya.
Pemerintah daerah dan pelaku wisata kuliner di Blitar bisa menjadikan Warung Makti sebagai inspirasi dalam mengembangkan destinasi kuliner otentik di desa-desa lain. Selama kualitas dan kejujuran terjaga, konsep makan ambil sendiri dengan harga terjangkau ini memiliki daya tarik yang tinggi bagi wisatawan yang menginginkan keunikan serta keramahan khas pedesaan Jawa.