Rupiah

Rupiah Berpeluang Menguat Didukung Stimulus Pemerintah dan Sentimen Global

Rupiah Berpeluang Menguat Didukung Stimulus Pemerintah dan Sentimen Global
Rupiah Berpeluang Menguat Didukung Stimulus Pemerintah dan Sentimen Global

JAKARTA - Pergerakan rupiah terhadap dolar AS pada akhir pekan ini diyakini akan mendapat dukungan dari kombinasi faktor domestik dan eksternal.

 Meski sempat bergerak fluktuatif, rupiah diperkirakan mampu ditutup menguat di kisaran Rp16.560–Rp16.600 per dolar AS pada perdagangan Jumat 3 Oktober 2025.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah pada Kamis (2/10) menutup sesi perdagangan dengan apresiasi 0,22% atau 37 poin di level Rp16.598 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS justru melemah 0,12% ke posisi 97,59, menandakan adanya tekanan terhadap greenback di pasar global.

Stimulus Domestik Jadi Penopang Utama

Pengamat uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menilai penguatan rupiah tidak lepas dari berbagai stimulus kebijakan pemerintah yang digelontorkan pada kuartal IV/2025. Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar bisa menembus target di atas 5% pada tahun ini.

Ibrahim memaparkan, sejumlah insentif diberikan secara langsung kepada sektor-sektor padat karya dan pariwisata. Salah satunya berupa penanggunggan PPh Pasal 21 untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta. 

Insentif tersebut menyasar 552.000 pekerja hotel, restoran, dan kafe. Sebelumnya, skema serupa juga telah diberikan untuk pekerja di sektor padat karya.

Selain itu, pemerintah menyalurkan bantuan pangan berupa beras dan minyak goreng kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat. 

Sementara di sektor sosial, pemerintah juga memberikan potongan iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) BPJS Ketenagakerjaan, yang berlaku bagi 731.000 pekerja transportasi.

“Pemerintah juga menyiapkan insentif fiskal yang berlanjut hingga 2029. PPh 21 sektor pariwisata dan padat karya berlaku sampai 2026, disertai insentif PPN DTP rumah hingga Rp2 miliar serta KUR perumahan senilai Rp130 triliun. Untuk UMKM, PPh final 0,5% atas omzet hingga Rp4,8 miliar diperpanjang sampai 2029,” jelas Ibrahim, Kamis (2/10/2025).

Kebijakan yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah hingga UMKM ini dipandang mampu memperkuat daya beli dan menjaga stabilitas konsumsi domestik. Pada gilirannya, faktor ini turut menjadi bantalan positif bagi rupiah di tengah ketidakpastian global.

Risiko Global: Shutdown AS dan Keputusan The Fed

Dari sisi eksternal, perhatian pasar saat ini tertuju pada perkembangan politik dan ekonomi di Amerika Serikat. Pemerintahan AS tengah menghadapi potensi shutdown yang diperkirakan berlangsung tiga hari. 

Kondisi ini bisa mengganggu sejumlah operasi federal dan menunda publikasi data ekonomi penting, termasuk laporan ketenagakerjaan yang menjadi acuan The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneter.

Di tengah dinamika tersebut, pelaku pasar masih memperkirakan peluang 97% bahwa bank sentral AS akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada akhir Oktober 2025. Sementara itu, hanya terdapat kemungkinan 3% untuk pemotongan lebih besar sebesar 50 bps.

Meski demikian, Ibrahim mengingatkan bahwa sebagian pejabat The Fed masih menyuarakan kekhawatiran. Inflasi yang stagnan berpotensi membatasi ruang pelonggaran moneter lebih lanjut. 

Artinya, arah kebijakan bank sentral AS masih menyimpan ketidakpastian yang bisa mempengaruhi pergerakan dolar dan mata uang pasar berkembang, termasuk rupiah.

“Pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan memperkuat fundamental domestik. Namun tetap ada faktor eksternal yang perlu dicermati, terutama soal inflasi AS dan arah suku bunga The Fed,” ujarnya.

Prospek Rupiah di Akhir Pekan

Dengan memperhitungkan gabungan sentimen domestik dan global, Ibrahim optimistis rupiah masih memiliki peluang menguat. Meski pergerakan intraday bisa fluktuatif, posisi penutupan diproyeksikan berada di rentang Rp16.560–Rp16.600 per dolar AS.

“Untuk perdagangan besok Jumat (3/10), mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp16.560–Rp16.600,” tandasnya.

Apresiasi rupiah kali ini juga selaras dengan tren pelemahan indeks dolar AS. Saat greenback kehilangan momentum karena faktor politik maupun ekonomi domestik AS, mata uang negara berkembang cenderung mendapat ruang untuk menguat.

Dukungan Kebijakan Hingga 2029

Menariknya, prospek rupiah ke depan tidak hanya bergantung pada pergerakan jangka pendek. Insentif fiskal yang diproyeksikan berlanjut hingga 2029 menjadi faktor struktural yang memberi keyakinan terhadap stabilitas rupiah.

Kebijakan berupa perpanjangan PPh final 0,5% bagi UMKM, insentif PPN DTP rumah, hingga program Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan senilai Rp130 triliun, dipandang akan memperkuat fundamental ekonomi domestik. Dengan permintaan domestik yang tetap solid, dampak eksternal diharapkan bisa lebih teredam.

Ibrahim menambahkan, sinergi kebijakan fiskal dan moneter menjadi kunci menjaga stabilitas rupiah dalam jangka menengah. Apalagi, tantangan global yang datang dari perlambatan ekonomi Tiongkok hingga ketidakpastian geopolitik masih akan membayangi pergerakan mata uang regional.

Penutup

Secara keseluruhan, pergerakan rupiah pada akhir pekan ini ditopang kombinasi stimulus dalam negeri dan ekspektasi kebijakan moneter global. Meski volatilitas tetap membayangi, prospek penguatan masih terbuka. 

Dengan dukungan insentif fiskal yang berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, rupiah memiliki landasan fundamental yang lebih kuat untuk menghadapi tekanan eksternal.

Investor maupun pelaku usaha diharapkan terus mencermati perkembangan kebijakan The Fed serta dinamika politik di AS yang masih berpotensi memengaruhi arah pasar global. Namun untuk jangka pendek, prospek rupiah terlihat tetap positif di kisaran Rp16.560–Rp16.600 per dolar AS sesuai proyeksi analis.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index