JAKARTA - Pembahasan mengenai revisi Undang-Undang (UU) No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) resmi dimulai, menandai babak baru dalam tata kelola sistem keuangan Indonesia.
Usulan perubahan ini tidak hanya berfokus pada aspek teknis kelembagaan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan lebih luas mengenai arah kebijakan negara dalam menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam rapat paripurna DPR pada Kamis (2/10/2025), rancangan perubahan UU P2SK resmi ditetapkan sebagai usulan legislasi. Pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dengan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang menjadi dasar pembahasan lebih rinci.
Salah satu sorotan utama dari revisi ini adalah perluasan mandat Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Ketiga lembaga yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diharapkan memiliki kewenangan lebih besar untuk menjaga stabilitas sekaligus menopang sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.
Jaring Pengaman Sistem Keuangan Lebih Proaktif
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk., Hosianna Evalita Situmorang, menilai revisi UU ini akan memperkuat kerangka kerja manajemen krisis. Menurutnya, mandat baru LPS untuk melakukan intervensi dini dan menangani resolusi perusahaan asuransi bermasalah adalah langkah krusial.
“Sistem keuangan mendapatkan jaring pengaman yang lebih proaktif. Ini mengurangi risiko sistemik dan memperkuat kepercayaan dalam sistem keuangan,” ujar Hosianna.
Ia juga menyoroti pentingnya mekanisme pengawasan publik yang lebih kuat. Dengan masuknya anggaran OJK dan LPS ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), DPR dan Kementerian Keuangan akan memiliki peran lebih besar dalam pengelolaan sistem keuangan.
Namun, revisi ini juga membawa perubahan signifikan dalam mekanisme pelaporan. LPS tidak lagi melaporkan rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT) kepada Menteri Keuangan, tetapi langsung kepada DPR.
Di sisi lain, integrasi anggaran OJK ke APBN diperkirakan akan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui retribusi sektor perbankan.
Independensi BI dan Mandat Baru
Salah satu isu yang menjadi perhatian luas adalah perluasan mandat Bank Indonesia. Selama ini, fokus utama BI terletak pada pengendalian inflasi dan stabilitas moneter. Namun, revisi UU P2SK menambahkan peran baru bagi BI, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Bagi Hosianna, langkah ini bisa memberikan dampak positif selama dijalankan dengan hati-hati. “Dari rancangan revisi UU P2SK ini, kami memperkirakan sikap moneter BI yang pro-pertumbuhan akan menjadi lebih matang, karena inflasi diperkirakan berada dalam kisaran target BI 1,5%-3,5%,” jelasnya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa keseimbangan tetap penting. Fokus pada pertumbuhan ekonomi jangan sampai mengorbankan pengendalian inflasi yang selama ini menjadi prioritas utama BI.
Pandangan Praktik Internasional
Kepala Ekonom Bank Permata Tbk., Josua Pardede, menambahkan perspektif internasional dalam melihat arah revisi UU ini. Ia menyebut bahwa mandat ganda bagi bank sentral bukanlah hal baru di dunia.
“Perluasan mandat tersebut sejalan dengan praktik terbaik internasional. Bank sentral AS, misalnya, memiliki mandat ganda untuk menstabilkan harga dan memaksimalkan kesempatan kerja. Sementara itu, bank sentral Eropa tetap menempatkan stabilitas harga sebagai tujuan utama sekaligus mendukung kebijakan ekonomi,” kata Josua.
Namun, Josua juga menegaskan perlunya kejelasan dalam hierarki tujuan kebijakan moneter agar tidak terjadi konflik kepentingan.
“Catatan pertama agar pro-growth tidak mengurangi mandat stabilitas adalah memperjelas hierarki tujuan di setiap dokumen kebijakan. Ketika terjadi tarik-menarik antara dorongan pertumbuhan dan risiko inflasi atau gejolak nilai tukar, prioritas tetap stabilitas harga dan sistem keuangan,” ujarnya.
Implikasi Tata Kelola
Revisi UU P2SK secara tidak langsung juga mengubah struktur tata kelola sektor keuangan Indonesia. Integrasi anggaran lembaga pengawas keuangan dengan APBN memberi peluang bagi pengawasan yang lebih ketat, tetapi juga memunculkan diskusi mengenai independensi lembaga.
Di satu sisi, transparansi meningkat karena DPR dan Kementerian Keuangan ikut mengawasi langsung penggunaan anggaran. Di sisi lain, beberapa pihak mengkhawatirkan potensi intervensi politik yang bisa memengaruhi independensi lembaga seperti OJK dan LPS.
Meski demikian, kalangan ekonom menilai revisi ini tetap membawa sinyal positif bagi pasar. Dengan adanya jaring pengaman yang lebih proaktif dan koordinasi yang lebih terintegrasi antar-lembaga, risiko sistemik diharapkan dapat ditekan.
Menjaga Keseimbangan Antara Stabilitas dan Pertumbuhan
Pada akhirnya, revisi UU P2SK bukan sekadar soal memperluas mandat, melainkan juga tentang menyeimbangkan kepentingan stabilitas dengan dorongan pertumbuhan ekonomi.
Perubahan ini diharapkan mampu memperkuat fondasi sistem keuangan Indonesia di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian.
Ke depan, tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga agar mandat baru BI, OJK, dan LPS dapat berjalan selaras tanpa mengorbankan fungsi utama masing-masing. Transparansi, tata kelola yang baik, serta koordinasi antar-lembaga akan menjadi kunci keberhasilan implementasi regulasi baru ini.