JAKARTA - Dalam upaya menjaga kestabilan harga pangan, Perum Bulog memastikan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) terus diperluas ke seluruh daerah di Indonesia.
Program ini menjadi langkah strategis pemerintah untuk menekan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat di tengah fluktuasi harga beras yang kerap menjadi pemicu inflasi nasional.
“Kami memastikan SPHP terus dimasifkan melalui tujuh saluran distribusi utama, sehingga masyarakat dapat merasakan langsung manfaatnya dalam bentuk harga beras yang lebih terjangkau,” ujar Direktur Operasional dan Pelayanan Publik (OPP) Bulog, Mokhamad Suyamto, dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (5/10).
Langkah ini sekaligus menjadi respons Bulog terhadap laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat inflasi bulanan (month-to-month) pada September 2025 sebesar 0,21 persen.
Menariknya, komoditas beras yang selama ini menjadi salah satu faktor pendorong inflasi justru mencatat deflasi sebesar 0,13 persen dengan andil negatif -0,01 persen, menandakan keberhasilan intervensi pemerintah melalui program SPHP.
Kombinasi Faktor Pasokan dan Kebijakan Jaga Harga Tetap Stabil
Menurut Suyamto, turunnya harga beras di bulan September 2025 tidak lepas dari dua faktor utama: peningkatan pasokan dan kebijakan intervensi yang tepat. Dari sisi pasokan, harga beras mendapat tekanan karena mulai masuknya panen gadu di sejumlah sentra produksi.
Sementara dari sisi kebijakan, program SPHP Bulog menjadi instrumen penting yang berhasil mengimbangi fluktuasi harga di pasar.
“Fakta bahwa beras justru memberikan andil negatif terhadap inflasi September menunjukkan bahwa intervensi pemerintah melalui Bulog berjalan efektif,” tegasnya.
Intervensi ini juga menunjukkan kemampuan Bulog dalam menjaga ketersediaan pasokan di pasar sekaligus memastikan masyarakat mendapatkan beras dengan harga terjangkau dan berkualitas baik.
Tujuh Jalur Distribusi Utama Jangkau Seluruh Lapisan Masyarakat
Program SPHP dijalankan melalui tujuh saluran distribusi utama agar penyaluran beras bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Suyamto menjelaskan, ketujuh jalur tersebut meliputi:
Pasar tradisional, yang menjadi titik utama kebutuhan beras masyarakat sehari-hari.
Pasar ritel modern, untuk memperluas akses konsumen kelas menengah.
Jaringan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) sebagai mitra distribusi di daerah.
Gerakan Pangan Murah (GPM) bersama TNI, Polri, serta pemerintah pusat dan daerah.
Outlet BUMN Pangan yang menjadi garda terdepan dalam menjaga stok dan harga.
Rumah Pangan Kita (RPK) yang dikelola oleh Bulog di berbagai wilayah.
Distribusi berbasis komunitas, yang memanfaatkan jejaring masyarakat untuk penyaluran langsung.
Dengan sistem ini, pemerataan distribusi beras SPHP dapat tercapai secara cepat dan efektif, bahka n hingga wilayah terpencil.
Rekor Baru: Penyaluran SPHP Capai 143 Ribu Ton
Sepanjang September 2025, Bulog mencatat realisasi penyaluran beras SPHP mencapai 143.866 ton, atau meningkat 59 persen dibandingkan Agustus 2025. Angka tersebut merupakan rekor tertinggi penyaluran SPHP dalam tiga tahun terakhir.
“Jumlah ini menjadi indikasi positif keberhasilan intervensi dalam menjaga pasokan dan harga beras di pasar,” ungkap Suyamto.
Capaian tersebut menegaskan efektivitas strategi distribusi Bulog yang kini semakin terintegrasi antara pusat dan daerah. Dengan volume penyaluran yang masif, pasokan beras nasional menjadi lebih stabil, sehingga harga beras di tingkat konsumen pun terkendali.
Capaian Nasional dan Target Penyaluran hingga Akhir Tahun
Secara kumulatif, hingga 3 Oktober 2025, Bulog telah menyalurkan 462 ribu ton beras SPHP, atau sekitar 30 persen dari target nasional 1,5 juta ton untuk periode Januari–Desember 2025.
Suyamto optimistis realisasi ini akan terus meningkat seiring penguatan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan BUMN pangan lainnya.
“Program SPHP berjalan sesuai rencana dan diharapkan semakin berdampak menahan tekanan harga beras hingga akhir tahun,” ujarnya.
Konsistensi pelaksanaan program ini, lanjutnya, menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas harga pangan strategis, terutama menjelang akhir tahun yang biasanya ditandai dengan peningkatan konsumsi masyarakat.
Komitmen Bulog Jaga Ketahanan Pangan Nasional
Selain menjaga harga, program SPHP juga menjadi bagian dari strategi Bulog dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Melalui intervensi pasar yang terukur dan terencana, Bulog memastikan stok beras nasional tetap aman dan mencukupi hingga akhir tahun 2025.
“Dengan stok yang cukup dan strategi distribusi yang tepat, Bulog optimistis tekanan harga beras menjelang akhir tahun 2025 dapat terkendali,” ujar Suyamto.
Upaya ini juga menunjukkan sinergi erat antara Bulog, pemerintah pusat, dan berbagai pemangku kepentingan lain dalam menjaga stabilitas pangan di tengah gejolak ekonomi global.
Menekan Inflasi, Menjaga Daya Beli Rakyat
Efektivitas program SPHP dalam menekan laju inflasi menunjukkan peran penting Bulog sebagai lembaga pangan strategis. Dengan beras yang mencatat deflasi sebesar 0,13 persen, SPHP telah berkontribusi langsung terhadap penurunan inflasi umum sebesar 0,21 persen pada September 2025.
Keberhasilan ini tidak hanya berdampak pada harga pangan, tetapi juga berimplikasi luas terhadap kestabilan ekonomi nasional. Masyarakat dapat menikmati harga beras yang stabil, sementara pemerintah memiliki ruang lebih luas dalam menjaga daya beli masyarakat dan ketahanan ekonomi rumah tangga.
Distribusi Masif, Dampak Nyata
Melalui distribusi SPHP yang semakin masif, Bulog menunjukkan komitmen kuat untuk tidak hanya menyalurkan beras, tetapi juga mengendalikan mekanisme harga pasar secara berkelanjutan.
Program ini menjadi bukti nyata bahwa intervensi pemerintah bisa berjalan efektif bila dilakukan secara sistematis, kolaboratif, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.
Dengan pendekatan yang terukur, Bulog terus berperan aktif sebagai penopang utama stabilitas pangan nasional, sekaligus garda depan dalam menjaga keseimbangan antara pasokan, harga, dan kesejahteraan rakyat.