JAKARTA - Wacana penerapan sistem kuota wisatawan di Taman Nasional Komodo (TNK) mendapat dukungan dari para pelaku pariwisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dukungan tersebut didasari kesadaran bahwa keberlanjutan ekosistem dan kelestarian alam harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan kawasan konservasi yang sudah mendunia itu.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Manggarai Barat, Aloysius Suhartim Karya, menilai langkah Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) patut diapresiasi karena mengedepankan keberlanjutan dalam tata kelola pariwisata.
“Saya apresiasi BTNK yang telah mempertimbangkan keberlanjutan dari piring, nasi bersama seluruh pelaku pariwisata di Labuan Bajo, Flores, NTT, Indonesia dan bahkan dunia,” katanya dalam sosialisasi sistem kuota kunjungan wisatawan yang digelar di Labuan Bajo, Senin (6/10).
Kekhawatiran Kerusakan Ekosistem
Menurut Aloysius, selama 10 tahun terakhir, kondisi ekosistem TNK menghadapi tekanan yang cukup serius. Kerusakan terumbu karang serta gangguan terhadap ekosistem lain menjadi peringatan bahwa aktivitas pariwisata yang berlebihan berpotensi merusak daya tarik utama kawasan konservasi ini.
“Ini prioritas sebagai pelaku pariwisata karena kita tidak ingin aktivitas kepariwisataan kita hancur dalam beberapa tahun ke depan,” tegasnya.
Salah satu titik yang paling sering mengalami penumpukan wisatawan adalah Pulau Padar, ikon TNK yang terkenal dengan panorama bukit savana dan laut birunya. Aloysius menegaskan, tanpa pengaturan kuota, potensi kelebihan daya dukung dan daya tampung (DDDT) di titik-titik populer akan sulit dihindari.
Kuota untuk Tingkatkan Kualitas Wisata
Penerapan kuota kunjungan dinilai sebagai solusi untuk mengelola jumlah wisatawan agar lebih seimbang dengan kapasitas lingkungan. Dengan sistem ini, Aloysius optimistis kualitas kunjungan wisata berbasis alam akan meningkat, sekaligus memberi pengalaman lebih baik bagi wisatawan.
“Dengan adanya kuota, penumpukan wisatawan di satu spot bisa dihindari. Kami yakin tata kelola pariwisata di TNK akan semakin baik,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya sistem yang adil dalam implementasi kuota. Menurutnya, BTNK harus memastikan tidak ada monopoli kuota oleh pihak tertentu agar seluruh pelaku pariwisata lokal tetap mendapat kesempatan yang sama.
“Karena jika tidak disiapkan akan menjadi masalah besar,” tambahnya.
Aplikasi SiOra Jadi Solusi Digital
Untuk mendukung penerapan kuota, BTNK menyiapkan aplikasi SiOra sebagai sarana pengelolaan kunjungan secara digital. Aplikasi ini memiliki fitur reservasi tiket daring (e-ticketing) serta perizinan kegiatan wisata, sehingga wisatawan dan pelaku usaha dapat lebih mudah mengatur jadwal kunjungan.
Koordinator Urusan Kerjasama, Humas, dan Pelayanan BTNK, Maria Rosdalima Panggur, menjelaskan bahwa aplikasi SiOra akan dilengkapi dengan database pelaku pariwisata lokal. Dengan begitu, distribusi kuota bisa lebih transparan dan adil.
“Konsen dari teman-teman adalah bagaimana supaya adil, bagaimana teman-teman yang lokal juga prioritaskan, terus bagaimana mengurangi monopoli. Jangan sampai travel agent yang memesan banyak kuota, sehingga kesempatan orang lain jadi lebih kecil. Itu nanti akan kami bahas lebih lanjut dengan pengembang aplikasi,” kata Maria.
Ia menambahkan bahwa prinsip penerapan kuota tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, tetapi juga lingkungan dan sosial.
Uji Coba hingga Implementasi 2026
BTNK menjadwalkan sistem kuota wisatawan akan memasuki tahap uji coba pada Januari-Maret 2025. Selanjutnya, implementasi penuh dijadwalkan berlaku pada April 2026.
Maria menjelaskan, berdasarkan hasil kajian daya dukung kawasan tahun 2018, jumlah kunjungan yang ideal ke TNK dibatasi maksimal 1.000 orang per hari. Batas tersebut dianggap sesuai untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pariwisata dan kelestarian ekosistem.
“Kami mengatur kunjungan ini ke seluruh kawasan, dengan aplikasi SiOra kami batasi kunjungan maksimal 1.000 orang per hari, karena itu sesuai dengan kajian daya dukung daya tampung kawasan kita di tahun 2018 dan beberapa kajian yang lainnya,” jelasnya.
Menjaga Nama Baik Pariwisata Labuan Bajo
Bagi pelaku wisata di Labuan Bajo, langkah ini diyakini akan menjaga reputasi destinasi yang kini menjadi salah satu super prioritas pariwisata Indonesia.
Dengan jumlah kunjungan yang terkontrol, pengalaman wisatawan akan lebih nyaman, sementara kelestarian TNK tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Bupati Manggarai Barat, Yusuf Rio Wahyu Prayogo, sebelumnya juga menekankan bahwa pariwisata Labuan Bajo tidak boleh hanya mengejar kuantitas kunjungan.
enurutnya, model pariwisata berkelanjutan dengan mengutamakan kualitas kunjungan lebih menjanjikan untuk kesejahteraan jangka panjang masyarakat lokal.
Tantangan dan Harapan
Meski banyak mendapat dukungan, penerapan kuota wisatawan tetap menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah menjaga agar sistem ini tidak menimbulkan praktik monopoli atau diskriminasi dalam distribusi kuota.
Oleh karena itu, transparansi aplikasi SiOra serta keterlibatan pelaku pariwisata lokal menjadi kunci keberhasilan.
Para pelaku wisata juga berharap kebijakan ini tidak hanya fokus pada pembatasan, tetapi juga disertai dengan peningkatan fasilitas, edukasi bagi wisatawan, serta pemberdayaan masyarakat lokal.
Penutup
Penerapan kuota wisatawan di Taman Nasional Komodo bukan semata langkah administratif, melainkan strategi menyeluruh untuk menjaga keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan sosial.
Dukungan para pelaku wisata di Labuan Bajo menunjukkan adanya kesadaran kolektif bahwa kelestarian alam adalah pondasi utama pariwisata berkelanjutan.
Jika implementasi berjalan lancar, maka sistem kuota ini bukan hanya melindungi Komodo dan ekosistemnya, tetapi juga memastikan pariwisata Labuan Bajo tetap menjadi destinasi unggulan yang ramah lingkungan, adil bagi pelaku lokal, dan memberikan pengalaman berkualitas bagi wisatawan.