JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih berfluktuasi dengan kecenderungan melemah pada perdagangan Rabu 8 Oktober 2025.
Pergerakan rupiah kali ini tidak bisa dilepaskan dari kombinasi sentimen global maupun domestik, mulai dari gejolak politik di AS hingga menurunnya cadangan devisa nasional.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat menutup perdagangan Selasa 7 Oktober 2025 dengan catatan positif. Rupiah terapresiasi 0,13% atau 22 poin ke posisi Rp16.561 per dolar AS. Meski begitu, pasar tetap menaruh kewaspadaan tinggi karena indeks dolar AS justru ikut menguat 0,23% ke level 98,33.
Kondisi ini membuat arah pergerakan rupiah hari ini diprediksi cenderung terkoreksi di kisaran Rp16.560 hingga Rp16.600 per dolar AS.
Perbandingan dengan Mata Uang Asia
Jika menilik kinerja regional, sejumlah mata uang Asia bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Beberapa mata uang masih mampu menguat, di antaranya:
Dolar Taiwan naik 0,27%
Peso Filipina menguat 0,39%
Rupee India terapresiasi 0,05%
Yuan China sedikit positif 0,01%
Namun di sisi lain, tidak sedikit pula yang tertekan. Mata uang yang melemah meliputi:
Dolar Hong Kong minus 0,01%
Dolar Singapura melemah 0,04%
Won Korea Selatan turun 0,11%
Baht Thailand melemah 0,31%
Posisi rupiah yang sempat menguat pada Selasa lalu menunjukkan ketahanannya relatif terjaga. Kendati begitu, tren jangka pendek masih penuh tantangan karena tekanan eksternal dan internal sama-sama dominan.
Sentimen Global: Shutdown Pemerintah AS
Menurut pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi, salah satu faktor eksternal utama yang membayangi rupiah adalah dinamika politik di Amerika Serikat.
Pemerintahan federal AS memasuki hari keenam penghentian operasional (shutdown) setelah negosiasi akhir pekan gagal mencapai kesepakatan anggaran.
Kondisi ini memunculkan ketidakpastian tambahan di pasar global. Shutdown membuat sebagian besar layanan pemerintahan AS berhenti, dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai stabilitas fiskal negara ekonomi terbesar dunia itu.
Investor pun cenderung mencari aset lindung nilai, sehingga dolar AS mendapat dukungan tambahan.
Sentimen Domestik: Penurunan Cadangan Devisa
Dari sisi domestik, pelaku pasar menyoroti data terbaru cadangan devisa Indonesia. Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa akhir September 2025 sebesar US$148,7 miliar, lebih rendah dibandingkan posisi Agustus yang mencapai US$150,7 miliar.
Dengan demikian, cadangan devisa turun sekitar US$2 miliar hanya dalam sebulan. Ibrahim menjelaskan bahwa pelemahan cadangan devisa ini utamanya dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta intervensi BI dalam rangka stabilisasi nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar global.
“Perkembangan cadangan devisa tersebut dipengaruhi antara lain oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi,” ujar Ibrahim.
Ketahanan Eksternal Masih Kuat
Meski turun, cadangan devisa Indonesia dinilai tetap berada pada level aman. BI menghitung, posisi cadangan devisa akhir September 2025 setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Angka ini jauh di atas standar kecukupan internasional yang hanya sekitar 3 bulan impor. Dengan demikian, ketahanan eksternal Indonesia dinilai tetap solid dan mampu menopang stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan.
Prospek Nilai Tukar
Mencermati kombinasi faktor global dan domestik, Ibrahim memperkirakan rupiah berpotensi melemah pada perdagangan hari ini, Rabu (8/10/2025).
Menurutnya, walaupun ada faktor penahan dari data cadangan devisa yang masih relatif kuat, tekanan dari sisi global terutama ketidakpastian politik AS dan penguatan indeks dolar akan lebih dominan memengaruhi pergerakan rupiah.
Kesimpulan
Nilai tukar rupiah memasuki perdagangan pekan kedua Oktober 2025 dengan kondisi rentan. Walaupun sempat mencatat apresiasi pada Selasa lalu, rupiah hari ini diperkirakan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah di kisaran Rp16.560–Rp16.600 per dolar AS.
Sentimen global berupa shutdown pemerintahan AS serta penguatan dolar menjadi faktor utama penekan.
Di sisi domestik, turunnya cadangan devisa US$2 miliar turut menambah tekanan, meski level cadangan devisa Indonesia masih berada jauh di atas standar internasional dan cukup untuk menjaga stabilitas.
Secara keseluruhan, pasar akan terus mencermati perkembangan politik AS, dinamika data ekonomi domestik, serta intervensi Bank Indonesia.
Rupiah berada di titik keseimbangan yang rapuh antara ketahanan fundamental dan tekanan eksternal, sehingga arah pergerakan dalam waktu dekat masih sangat ditentukan oleh faktor global.