JAKARTA - Harga minyak dunia bergerak relatif stabil pada perdagangan terbaru, namun di balik ketenangan itu pasar tetap dihantui potensi surplus pasokan global.
Investor kini lebih berhati-hati setelah OPEC+ hanya menaikkan produksi dalam jumlah kecil, sementara proyeksi pasokan dari Amerika Serikat (AS) hingga negara non-OPEC+ terus meningkat.
Melansir Reuters, Rabu (8/10/2025), minyak mentah Brent turun tipis 2 sen atau 0,03% menjadi US$65,45 per barel, sedangkan minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik tipis 4 sen atau 0,06% ke US$61,73 per barel.
Pergerakan ini menandai sikap pasar yang menahan diri setelah sehari sebelumnya harga sempat menguat lebih dari 1%.
Kenaikan sebelumnya dipicu oleh kabar bahwa OPEC+—yang terdiri atas negara anggota Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia, serta produsen kecil lainnya—sepakat meningkatkan produksi sebesar 137.000 barel per hari mulai November 2025.
Jumlah itu jauh lebih rendah dari perkiraan analis yang menilai penambahan bisa lebih agresif.
Menurut analis ING, keputusan tersebut memperlihatkan sikap hati-hati OPEC+ yang tetap mempertimbangkan risiko lonjakan pasokan pada kuartal IV/2025 hingga tahun depan.
Arab Saudi dan ADNOC Beri Sinyal Harga
Dinamika harga juga dipengaruhi kebijakan negara produsen utama. Arab Saudi memilih mempertahankan harga jual resmi (official selling price/OSP) minyak andalannya ke Asia pada level bulan sebelumnya.
Langkah ini mengejutkan pasar karena analis sebelumnya memperkirakan adanya kenaikan harga.
Sementara itu, Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) justru menaikkan sedikit harga jual resmi minyak Murban untuk kontrak November menjadi US$70,22 per barel, naik dari OSP Oktober yang berada di US$70,10 per barel.
Permintaan Masih Didorong India
Dari sisi konsumsi, India memberikan sinyal positif. Berdasarkan data Petroleum Planning and Analysis Cell Kementerian Minyak India, permintaan bahan bakar di negara tersebut tumbuh 7% secara tahunan pada September 2025.
Peningkatan konsumsi energi di negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat seperti India dianggap menjadi salah satu faktor penyeimbang di tengah ancaman kelebihan pasokan.
Produksi AS Pecahkan Rekor
Meski permintaan meningkat, sisi pasokan global masih memberi tekanan besar. Badan Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan produksi minyak AS pada tahun ini bakal mencapai 13,53 juta barel per hari, melampaui proyeksi sebelumnya sebesar 13,44 juta barel per hari.
Angka itu menandai rekor baru bagi Negeri Paman Sam. EIA juga memperkirakan stok minyak global akan terus meningkat hingga tahun depan seiring bertambahnya produksi dari negara-negara non-OPEC+.
Kondisi ini dipandang sebagai salah satu faktor utama yang bisa menahan kenaikan harga minyak internasional.
Laporan JPMorgan bahkan menyebutkan bahwa persediaan minyak global, termasuk yang disimpan di laut, bertambah setiap pekan sepanjang September dengan total kenaikan 123 juta barel.
Di sisi lain, China mempercepat pembangunan fasilitas cadangan energi sebagai upaya memperkuat stok nasionalnya.
Faktor Geopolitik Masih Jadi Penopang
Meski pasokan terus menguat, harga minyak tidak serta merta jatuh karena faktor geopolitik tetap membayangi pasar. Konflik Rusia-Ukraina masih menimbulkan ketidakpastian terhadap suplai energi global.
Sebagai contoh, kilang minyak Kirishi di Rusia terpaksa menghentikan operasi unit distilasi utama setelah serangan drone pada 4 Oktober memicu kebakaran besar.
Pemulihan aktivitas kilang itu diperkirakan membutuhkan waktu sekitar sebulan. Situasi seperti ini menjadi salah satu alasan investor tetap siaga dalam mengambil posisi di pasar minyak.
Investor Tunggu Data Stok Minyak AS
Saat ini, fokus investor beralih ke rilis data mingguan persediaan minyak mentah AS yang dijadwalkan keluar oleh American Petroleum Institute (API) pada Selasa waktu setempat.
“Saat ini pasar bergerak sideways, menunggu perkembangan data inventori,” ujar Phil Flynn, Senior Analyst di Price Futures Group.
Data tersebut akan menjadi indikator penting bagi pelaku pasar untuk memetakan keseimbangan antara pasokan dan permintaan di bulan-bulan mendatang.
Pasar Minyak: Antara Stabilitas dan Risiko
Dengan kondisi harga yang relatif stabil, pasar minyak global seolah sedang berada di persimpangan. Di satu sisi, kenaikan permintaan dari India dan adanya faktor geopolitik masih memberikan dukungan harga.
Namun di sisi lain, peningkatan produksi dari AS, negara non-OPEC+, dan penambahan stok global bisa memicu surplus yang berpotensi menekan harga lebih dalam.
Para analis menilai, kewaspadaan investor terhadap risiko surplus pasokan akan menjadi kunci pergerakan harga minyak dalam jangka pendek. Sementara itu, kebijakan negara produsen utama seperti Arab Saudi dan langkah strategis OPEC+ akan terus diawasi sebagai penentu arah pasar.
Kesimpulan
Meskipun harga minyak dunia saat ini terlihat stabil, keseimbangan pasar masih rapuh. Produksi yang terus meningkat dari AS hingga negara non-OPEC+ berpotensi membanjiri pasar dengan pasokan berlebih.
Namun, faktor permintaan yang membaik di Asia serta ketidakpastian geopolitik menjadi penyangga agar harga tidak jatuh terlalu dalam.
Ke depan, perhatian pasar akan tertuju pada kebijakan OPEC+, data stok minyak AS, serta dinamika global yang dapat memengaruhi suplai energi. Untuk sementara, stabilitas harga minyak hanyalah jeda singkat di tengah tarik-menarik antara kekuatan pasokan dan permintaan global.