JAKARTA - Gelombang penawaran umum perdana saham (IPO) masih mewarnai Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelang penghujung 2025.
Sedikitnya terdapat 11 perusahaan lintas sektor yang sedang bersiap melantai di bursa. Namun, di tengah ramainya antrean tersebut, analis menilai hanya sektor tertentu yang akan benar-benar mencuri perhatian investor.
Berdasarkan catatan BEI, calon emiten baru ini datang dari berbagai sektor, mulai dari konsumer, basic materials, finansial, transportasi dan logistik, industrial, hingga teknologi. Hingga awal Oktober 2025, sudah ada 23 emiten resmi tercatat di bursa.
Menariknya, dari jumlah tersebut, delapan emiten justru mencatat penurunan harga pasca-IPO, sebagian besar berasal dari sektor konsumer. Rinciannya: dua dari konsumer siklikal, dua dari konsumer nonsiklikal, dan sisanya dari sektor kesehatan, properti, infrastruktur, serta basic materials.
Fenomena ini menandakan bahwa tidak semua IPO berjalan mulus, dan sektor berperan besar dalam menentukan daya tarik pasar.
Sektor Teknologi dan Basic Materials Jadi Sorotan
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia, menilai sektor teknologi serta basic materials akan menjadi primadona pada gelombang IPO di sisa tahun ini. Menurutnya, tren harga komoditas yang sedang menanjak dan kondisi moneter yang mendukung menjadi faktor kunci.
“Sektor teknologi dan basic material cukup menarik dan berpotensi mencatatkan kinerja positif karena basic material terkait dengan komoditas,” jelas Liza saat dihubungi.
Optimisme tersebut juga tercermin dari performa PT Merdeka Gold Resources Tbk. (EMAS), yang resmi IPO pada September lalu. Dengan harga penawaran Rp2.880 per saham, EMAS kini sudah melonjak ke Rp4.350 per saham. Antusiasme investor sangat tinggi, terbukti dari oversubscribed hingga 4,62 kali.
Lonjakan minat ini sejalan dengan reli harga emas global yang terus mencetak rekor. Sepanjang 2025, harga emas dunia meroket dari US$2.658 per ons pada awal tahun menjadi US$3.965,7 per ons pada Oktober.
Sentimen bullish ini menjadi katalis kuat bagi saham-saham di sektor komoditas, khususnya emas.
Penurunan Suku Bunga Jadi Angin Segar Teknologi
Selain komoditas, penurunan suku bunga acuan juga memberi peluang bagi sektor teknologi. Liza menekankan bahwa kondisi moneter yang lebih longgar akan mengurangi biaya pinjaman, sesuatu yang sangat vital bagi emiten teknologi yang sedang agresif berekspansi.
“Di tengah penurunan suku bunga dan peningkatan likuiditas, sektor teknologi akan menarik karena interest cost yang turun,” ujarnya.
Dengan biaya modal lebih rendah, perusahaan teknologi berpeluang mempercepat inovasi dan penetrasi pasar, sehingga daya tarik IPO mereka semakin besar di mata investor.
Fundamental dan Reputasi Jadi Penentu
Associate Director Pilarmas Investindo, Maximilianus Nicodemus, menilai daya tarik IPO tidak semata-mata ditentukan oleh sektor. Menurutnya, kekuatan fundamental, prospek bisnis, dan afiliasi perusahaan dengan konglomerat besar sama pentingnya dalam memikat minat investor.
“Memang sektor berpengaruh, terutama untuk consumer yang berkorelasi dengan daya beli. Namun bila perusahaan yang akan melantai memiliki fundamental kuat, prospek cerah, dan pendanaan untuk ekspansi, nikmat mana yang akan kita tolak?” kata Nico.
Ia menambahkan, reputasi konglomerat dapat menjadi magnet bagi investor, apalagi jika digabungkan dengan momentum positif IHSG yang baru saja mencetak rekor.
“Momentum IHSG yang menguat memberikan ekspektasi positif bagi perusahaan yang akan IPO. Kenaikan IHSG menjadi sinyal pemulihan ekonomi yang ditopang program dan kebijakan baru, baik fiskal maupun moneter,” jelasnya.
Investor Melihat Siapa di Balik Emiten
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menambahkan perspektif serupa. Menurutnya, faktor sektoral hanyalah salah satu pertimbangan. Investor juga sangat memperhatikan siapa pemilik di balik emiten dan kredibilitas underwriter yang mengatur proses IPO.
“Jika emiten yang akan IPO berasal dari grup besar dengan rekam jejak saham yang menarik, maka minat pasar baik dari investor ritel maupun institusi akan cenderung tinggi,” ujar Ekky.
Dengan kata lain, kualitas manajemen dan jaringan pemegang saham tetap menjadi kunci kepercayaan pasar, bahkan ketika sektor yang dipilih sudah dianggap prospektif.
Prospek IPO di Tengah Momentum IHSG
Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level rekor 8.169,28 pada awal Oktober 2025 menjadi sinyal kuat bahwa pasar modal Indonesia sedang berada dalam momentum positif.
Sentimen ini berpotensi menular ke pasar IPO, di mana investor lebih berani mengambil posisi pada saham-saham baru.
Namun, pengalaman 2025 menunjukkan bahwa euforia awal IPO tidak menjamin keberlanjutan kinerja saham. Delapan emiten yang mengalami penurunan harga setelah listing menjadi pengingat bahwa fundamental bisnis tetaplah fondasi utama.
Penutup: Seleksi Alami IPO di Akhir Tahun
Dengan adanya 11 calon emiten baru, penghujung 2025 akan menjadi periode seleksi alami bagi investor. Sektor teknologi dan basic materials memang diprediksi lebih bersinar berkat dukungan tren komoditas dan kebijakan moneter yang akomodatif.
Namun, pada akhirnya, reputasi grup, kredibilitas underwriter, dan kekuatan fundamental emitenlah yang akan menentukan keberhasilan sebuah IPO.
Jika tren positif IHSG terus berlanjut, kombinasi momentum pasar dan pemilihan sektor yang tepat bisa menjadikan sisa tahun ini sebagai periode emas bagi IPO di Indonesia.
Investor pun dihadapkan pada pilihan: berani mengambil peluang di sektor prospektif, atau tetap berhati-hati menunggu bukti fundamental yang lebih solid.