JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) menghadapi tahun yang penuh tantangan. Di tengah tren pelemahan harga batu bara global, kinerja emiten pelat merah ini tertekan, terutama dari sisi margin laba bersih.
Kondisi tersebut berimbas pada potensi penurunan imbal hasil dividen atau dividend yield di bawah 10% pada 2025, meskipun PTBA tetap berkomitmen menjaga rasio pembayaran dividen tinggi.
Tekanan Harga Batu Bara dan Margin Menyusut
Analis Ina Sekuritas, Arief Machrus, dalam risetnya menuturkan PTBA mencatat laba bersih hanya Rp833 miliar sepanjang semester I/2025, turun drastis 59,02% year on year (YoY). Capaian tersebut baru setara 25% dari target laba sepanjang tahun berjalan.
Penyebab utama penurunan laba adalah harga jual rata-rata (ASP) yang terkoreksi 4% menjadi Rp0,9 juta per ton pada paruh pertama. Di sisi lain, kenaikan beban biaya operasional menekan margin yang sebelumnya menjadi kekuatan utama PTBA.
Menurut Arief, kebijakan pemerintah terkait Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan Harga Patokan Batu Bara (HPB) turut memberikan tekanan. Kebijakan ini menambah beban biaya bagi importir dan menciptakan dinamika baru dalam mekanisme harga yang membuat ruang pergerakan harga batu bara semakin terbatas.
“Dengan demikian, dividend yield berpotensi mengalami penurunan di bawah 10% meskipun perusahaan mempertahankan rasio pembayaran dividen 75%,” ungkap Arief.
Pendapatan Masih Tumbuh, Produksi Meningkat
Meski laba tertekan, dari sisi pendapatan PTBA masih menunjukkan pertumbuhan positif. Pendapatan perseroan naik 4% YoY menjadi Rp20,4 triliun pada semester I/2025. EBITDA juga tercatat Rp2,2 triliun, didukung oleh perbaikan kinerja operasional.
Arief menambahkan, produksi batu bara PTBA meningkat signifikan 16% YoY menjadi 21,7 juta ton, dengan volume penjualan tumbuh 8% menjadi 21,6 juta ton. Dari total penjualan tersebut, sekitar 54% diserap pasar domestik dan 46% diekspor.
Dengan sejumlah pencapaian tersebut, Ina Sekuritas masih memberikan rekomendasi add untuk saham PTBA, dengan target harga Rp2.640 per saham.
Strategi Efisiensi Jadi Andalan
Tekanan margin akibat harga jual yang rendah membuat manajemen PTBA fokus pada strategi efisiensi. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PTBA, Una Lindasari, menegaskan efisiensi biaya merupakan langkah antisipatif yang bisa dikendalikan perusahaan di tengah volatilitas pasar global.
“Kita sama-sama berdoa saja, mudah-mudahan harga batu bara bisa lebih tinggi lagi supaya profit kami tetap terjaga. Kami akan berusaha supaya tidak mengecewakan,” ujar Una.
Beberapa langkah efisiensi yang ditempuh PTBA antara lain negosiasi biaya jasa penambangan, kontraktor non-penambangan, serta pengetatan beban penjualan dan biaya administrasi umum.
Dengan strategi ini, manajemen berharap bisa menjaga stabilitas arus kas sekaligus mempertahankan kemampuan membayar dividen.
Dividen Jumbo Jadi Tradisi
Secara historis, PTBA dikenal royal membagikan dividen dengan yield yang cukup tinggi. Meskipun besarannya fluktuatif mengikuti kondisi laba bersih, konsistensi perseroan dalam menyalurkan dividen membuat saham PTBA sering disebut sebagai salah satu dividend stock andalan investor.
Untuk tahun buku 2024, PTBA membagikan dividen Rp3,82 triliun atau Rp332,43 per saham, setara 75% dari laba bersih tahun tersebut. Pada tahun buku 2023, dividen yang disalurkan lebih tinggi, yakni Rp4,57 triliun atau Rp397,71 per saham dengan payout ratio yang sama 75%.
Rekor tertinggi terjadi pada 2022 ketika PTBA membagikan 100% laba bersih senilai Rp12,6 triliun sebagai dividen kepada pemegang saham. Momentum itu menjadi bukti kemampuan PTBA memaksimalkan keuntungan ketika harga batu bara berada pada level puncak.
Tantangan 2025: Yield Terancam Menurun
Namun, kondisi 2025 menunjukkan situasi yang berbeda. Dengan laba yang menurun, imbal hasil dividen diperkirakan tidak lagi setinggi tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, potensi yield turun di bawah 10% terbuka lebar meski PTBA tetap mempertahankan payout ratio 75%.
Arief Machrus menilai, tantangan utama PTBA ke depan adalah menjaga keseimbangan antara efisiensi biaya, optimalisasi produksi, dan mempertahankan daya saing di tengah harga batu bara yang cenderung melemah akibat pasokan berlebih dan permintaan yang terbatas.
Prospek Jangka Panjang Masih Terbuka
Meski menghadapi tekanan jangka pendek, prospek jangka panjang PTBA masih terbuka, terutama dengan adanya rencana diversifikasi bisnis dan proyek transportasi batu bara yang sedang dikerjakan.
Salah satunya adalah progres angkutan KA batu bara senilai Rp1,5 triliun yang diharapkan meningkatkan efisiensi distribusi sekaligus menekan biaya logistik.
Bagi investor, meski dividend yield berpotensi turun, saham PTBA tetap menarik sebagai portofolio jangka panjang. Hal ini karena perusahaan tetap konsisten membagikan dividen, meskipun kondisi harga komoditas berfluktuasi.
Kesimpulan
PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) berada pada titik persimpangan di 2025. Harga batu bara yang melemah menekan margin laba, sehingga berdampak pada potensi penurunan imbal hasil dividen di bawah 10%.
Namun, strategi efisiensi yang ditempuh manajemen menjadi senjata utama untuk menjaga profitabilitas dan mempertahankan tradisi dividen jumbo.
Meskipun investor mungkin harus menurunkan ekspektasi yield, PTBA masih memiliki fundamental yang kuat dengan pertumbuhan produksi, peningkatan pendapatan, serta strategi diversifikasi jangka panjang.
Dengan catatan, kemampuan perusahaan beradaptasi terhadap dinamika harga batu bara global akan sangat menentukan arah dividen dan kinerja saham di masa mendatang.