JAKARTA - Setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, harga emas dunia akhirnya terkoreksi tajam. Pada perdagangan Kamis waktu setempat Jumat, 10 Oktober 2025, waktu Jakarta, harga emas anjlok lebih dari 1%, jatuh di bawah level USD 4.000 per ons—angka psikologis yang baru saja ditembus untuk pertama kalinya sehari sebelumnya.
Penurunan ini tidak lepas dari dua faktor utama: penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan aksi ambil untung (profit taking) para investor setelah kabar gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Kombinasi keduanya membuat sebagian pelaku pasar memilih menahan diri dan mengamankan keuntungan setelah reli spektakuler beberapa pekan terakhir.
Menurut laporan CNBC, harga emas di pasar spot turun 1,1% menjadi USD 3.993,41 per ons, sementara kontrak pengiriman Desember turun lebih dalam, yakni 1,6% ke level USD 4.006,40.
Di saat bersamaan, indeks dolar AS menguat 0,5%, mendekati puncak dua bulan terakhir, membuat logam mulia tersebut menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri.
Dampak Gencatan Senjata: Investor Ambil Napas
Tai Wong, Pedagang Logam Independen, menilai aksi jual emas kali ini wajar setelah lonjakan ekstrem yang terjadi sebelumnya.
“Para spekulan mulai mengambil beberapa keping emas seiring berlakunya gencatan senjata di Gaza karena hal ini menurunkan suhu di wilayah yang secara historis bergejolak,” ujarnya.
Israel dan Hamas menandatangani kesepakatan gencatan senjata pada hari Kamis sebagai bagian dari inisiatif perdamaian yang dipimpin Presiden AS Donald Trump. Peristiwa ini menurunkan tensi geopolitik global yang selama ini menjadi salah satu faktor pendorong harga emas.
Wong menambahkan bahwa meski sebagian investor keluar untuk merealisasikan keuntungan, sentimen positif terhadap emas secara keseluruhan belum sepenuhnya memudar.
“Namun, reli ini begitu cepat sehingga tidak ada dukungan nyata yang masuk hingga USD 3.850,” imbuhnya, mengingatkan potensi konsolidasi lanjutan di pasar logam mulia.
Euforia Rekor Baru: Emas Capai Level Tertinggi USD 4.059 per Ons
Hanya sehari sebelum penurunan terjadi, harga emas batangan sempat mencetak rekor tertinggi di USD 4.059,05 per ons. Lonjakan ini menandai tonggak sejarah baru bagi aset safe haven tersebut, yang sepanjang 2025 telah melonjak sekitar 52%.
Kenaikan tajam itu ditopang oleh berbagai faktor: mulai dari ketegangan geopolitik, pembelian masif oleh bank sentral, arus masuk dana ke ETF emas, hingga ekspektasi penurunan suku bunga AS yang semakin kuat.
Emas selama ini dikenal sebagai aset pelindung nilai (hedging asset) saat terjadi ketidakpastian ekonomi dan politik. Tak heran bila investor global berbondong-bondong masuk ke pasar emas sepanjang tahun ini, terutama ketika risiko geopolitik dan inflasi masih tinggi di banyak negara.
Kebijakan The Fed dan Ekspektasi Suku Bunga Lebih Rendah
Faktor lain yang memperkuat reli emas adalah sikap bank sentral AS (Federal Reserve). Risalah rapat FOMC bulan September menunjukkan para pejabat The Fed mulai melihat risiko melambatnya pasar tenaga kerja sebagai alasan untuk menurunkan suku bunga acuan.
Kebijakan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada September 2025 menjadi sinyal kuat bahwa fase pengetatan moneter sudah berakhir.
Langkah ini sekaligus meningkatkan daya tarik emas, yang secara tradisional berkinerja lebih baik saat suku bunga menurun karena tidak menghasilkan imbal hasil (non-yielding asset).
Pelaku pasar memperkirakan pemotongan tambahan sebesar 25 basis poin lagi bisa terjadi pada Oktober dan Desember, dengan probabilitas masing-masing 95% dan 80%.
Ekspektasi tersebut terus menjadi bahan bakar bagi investor untuk mempertahankan posisi di pasar logam mulia meski volatilitas meningkat.
Perak dan Logam Lain Ikut Terimbas
Sementara harga emas berbalik turun, perak justru menunjukkan performa berbeda. Logam putih itu sempat menembus level USD 50 per ons—rekor baru—sebelum terkoreksi tipis 1,3% menjadi USD 49,49 per ons. '
Sepanjang tahun ini, harga perak telah naik lebih dari 70%, didorong oleh permintaan investasi, defisit pasokan global, serta momentum dari reli emas.
“Perak sedikit tertinggal saat ini, tetapi dalam beberapa sesi terakhir bergerak lebih agresif ke arah kenaikan dibandingkan emas,” ujar Direktur Perdagangan Logam High Ridge Futures, David Meger.
Sementara itu, logam mulia lainnya ikut melemah. Platinum turun 1,7% menjadi USD 1.635,25 per ons, sedangkan paladium terkoreksi 1,2% ke USD 1.431,58 per ons.
Konsolidasi Jangka Pendek, Prospek Jangka Panjang Masih Kuat
Analis memperkirakan bahwa koreksi yang terjadi saat ini lebih bersifat teknikal, bukan perubahan tren. Dengan ketegangan geopolitik yang masih rawan meningkat dan prospek suku bunga rendah yang berkelanjutan, emas dinilai masih berpotensi mempertahankan daya tariknya sebagai aset lindung nilai utama.
Meski volatilitas jangka pendek sulit dihindari, investor tetap melihat logam mulia ini sebagai bentuk perlindungan terhadap inflasi dan ketidakpastian global.
Sebagaimana disampaikan oleh Tai Wong, “Keyakinan terhadap perdagangan emas belum berkurang. Mungkin hanya jeda sejenak sebelum pasar menentukan arah baru.”
Dengan demikian, meski harga emas dunia saat ini turun dari rekor tertinggi, banyak pihak menilai koreksi tersebut hanyalah langkah wajar dalam siklus naik-turun pasar yang lebih besar.