Freeport

Freeport Ubah PLTU ke LNG, Dorong Emisi Turun 30 Persen

Freeport Ubah PLTU ke LNG, Dorong Emisi Turun 30 Persen
Freeport Ubah PLTU ke LNG, Dorong Emisi Turun 30 Persen

JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PTFI) mempercepat langkah menuju pertambangan hijau dengan mengonversi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang masih menggunakan batu bara menjadi pembangkit berbasis Liquefied Natural Gas (LNG). 

Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar perusahaan untuk menekan emisi karbon dan mendukung agenda transisi energi nasional. Konversi ini diharapkan dapat memangkas emisi karbon lebih dari 30 persen pada tahun 2030, melampaui target awal perusahaan. 

Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, menegaskan bahwa transformasi sumber energi menjadi LNG merupakan bagian integral dari upaya efisiensi energi dan dekarbonisasi di sektor pertambangan.

“Kami sedang mengubah atau mengkonversi power plant kami yang menggunakan batu bara akan menjadi menggunakan LNG. Ini tentu saja akan mengurangi emisi karbon itu sangat signifikan. 

Target kami 2030 berkurang 30 persen, tapi nampaknya bisa bahkan lebih dari 30 persen,” ujar Tony di sela kegiatan Indonesia International Sustainability Forum (IISF) di Jakarta.

Emisi Sudah Turun 28 Persen, Potensi Pengurangan Lebih Besar

Freeport saat ini telah berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 28 persen dibandingkan dengan baseline awalnya. Namun, Tony menilai bahwa hasil tersebut baru tahap awal dari perjalanan panjang menuju operasi tambang yang lebih ramah lingkungan.

Dengan mengganti PLTU batu bara menjadi pembangkit berbasis LNG, emisi karbon perusahaan diperkirakan akan menurun lebih drastis lagi. Teknologi LNG dianggap lebih bersih karena menghasilkan emisi gas rumah kaca yang jauh lebih rendah dibandingkan batu bara.

“Sekarang sudah 28 persen, jadi kalau kami mengganti PLTU batu bara kami dengan LNG power plant itu akan menurunkan emisi yang sangat signifikan,” paparnya.

Dorong Pertambangan Hijau dan Efisiensi Energi

Konversi ke LNG menjadi salah satu bukti keseriusan Freeport dalam menjalankan agenda pertambangan hijau (green mining). Upaya ini tidak hanya menekan emisi, tetapi juga meningkatkan efisiensi energi di seluruh lini operasional tambang.

Perusahaan menilai, transisi energi bersih tidak hanya penting dari sisi lingkungan, tetapi juga memberikan keunggulan kompetitif jangka panjang, mengingat tren global yang semakin menuntut praktik pertambangan berkelanjutan.

Selain itu, langkah ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mencapai target Net Zero Emission pada 2060. 

Dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan dan sumber energi yang lebih bersih, Freeport menempatkan diri sebagai salah satu pelaku industri yang aktif mendukung transformasi energi nasional.

Komitmen Lingkungan: Rehabilitasi dan Penanaman Mangrove

Selain fokus pada transisi energi, Freeport juga menunjukkan komitmen nyata terhadap pengelolaan lingkungan di sekitar area tambang. 

Hingga kini, perusahaan telah melakukan reklamasi lebih dari 4.000 hektare lahan bekas tambang serta melakukan penanaman mangrove di area seluas 1.500 hektare dari target keseluruhan antara 10.000 hingga 12.000 hektare.

Program reklamasi dan rehabilitasi ekosistem ini menjadi bagian dari strategi besar perusahaan untuk mengurangi dampak lingkungan dan memperbaiki kualitas lahan pascatambang. 

Penanaman mangrove juga berperan penting dalam menahan abrasi pantai, menjaga keanekaragaman hayati, serta meningkatkan kapasitas penyerapan karbon alami.

Langkah-langkah tersebut memperlihatkan bahwa keberlanjutan bagi Freeport tidak hanya sebatas pengurangan emisi, tetapi juga mencakup pemulihan ekosistem dan tanggung jawab sosial lingkungan yang lebih luas.

Dukung Pasokan Mineral Kritis untuk Energi Terbarukan

Tony Wenas menegaskan bahwa peran Freeport tidak berhenti pada pengelolaan tambang, tetapi juga berkontribusi penting terhadap transisi energi global. 

Melalui produksi tembaga, perusahaan menyediakan salah satu mineral kritis yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan seperti panel surya, kendaraan listrik, serta jaringan transmisi listrik modern.

“Dan juga tadi saya sampaikan bahwa ketersediaan tembaga yang menjadi produk utama untuk men-transport energi bersih dan energi terbarukan itu menjadi tersedia di dalam negeri,” jelas Tony.

Dengan kata lain, keberadaan Freeport tidak hanya penting bagi perekonomian nasional, tetapi juga bagi rantai pasok global energi hijau. Produksi tembaga dalam negeri yang berkelanjutan diharapkan bisa memperkuat kemandirian Indonesia dalam menghadapi transisi energi dunia yang semakin cepat.

Sejalan dengan Arah Kebijakan Energi Nasional

Transformasi energi yang dilakukan Freeport sejalan dengan upaya pemerintah mendorong dekarbonisasi industri dan pengurangan ketergantungan terhadap energi fosil padat emisi seperti batu bara.

 Penggunaan LNG sebagai sumber energi alternatif dinilai lebih efisien dan lebih bersih, sehingga mampu menjadi solusi transisi energi jangka menengah menuju pemanfaatan energi terbarukan penuh.

Langkah perusahaan ini juga diharapkan menjadi contoh bagi industri lain di sektor pertambangan dan manufaktur agar turut beralih ke sistem energi yang lebih berkelanjutan. 

Dengan semakin banyak perusahaan melakukan langkah serupa, Indonesia dapat mempercepat pencapaian target iklim nasional dan memperkuat reputasi sebagai negara yang serius menjalankan komitmen Paris Agreement.

Menuju Operasi Tambang Rendah Emisi

Transformasi energi di lingkungan Freeport menjadi tonggak penting dalam perjalanan perusahaan menuju operasi tambang rendah emisi. 

Dengan mengganti PLTU batu bara menjadi pembangkit LNG dan memperluas program rehabilitasi lingkungan, perusahaan menunjukkan bahwa profitabilitas dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan.

Kebijakan tersebut juga mencerminkan pergeseran paradigma industri pertambangan, dari sekadar eksploitasi sumber daya menjadi pengelolaan berkelanjutan berbasis inovasi energi dan efisiensi.

Ke depan, Freeport berkomitmen melanjutkan investasi pada teknologi rendah karbon, memperkuat efisiensi energi, serta memperluas kerja sama dengan pemerintah dan pihak swasta untuk mendukung target penurunan emisi nasional.

Dengan pencapaian penurunan emisi 28 persen dan target lebih dari 30 persen pada 2030, langkah Freeport menunjukkan arah jelas: pertambangan hijau bukan lagi visi masa depan, melainkan kenyataan yang sedang diwujudkan saat ini.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index