OJK

OJK Catat 200 Ribu Kasus Penipuan Online, Kerugian Capai Rp6 Triliun

OJK Catat 200 Ribu Kasus Penipuan Online, Kerugian Capai Rp6 Triliun
OJK Catat 200 Ribu Kasus Penipuan Online, Kerugian Capai Rp6 Triliun

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti meningkatnya kasus penipuan atau scam digital yang menimpa masyarakat Indonesia sepanjang tahun terakhir.

Berdasarkan laporan resmi lembaga tersebut, terdapat lebih dari 200 ribu pengaduan kasus penipuan daring yang diterima sejak November tahun lalu, dengan total kerugian mencapai Rp6 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa maraknya penipuan digital telah menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. 

Ia menilai, tingginya jumlah pengaduan menjadi sinyal penting bagi semua pihak untuk memperkuat edukasi keuangan digital.

“Fenomena yang terjadi di masyarakat kita, dari November tahun lalu, jumlah pengaduan yang sudah kita terima lebih dari 200 ribu. Dan jumlah uang masyarakat yang hilang sudah lebih dari Rp6 triliun,” kata Friderica dalam acara Sosialisasi dan Launching Materi Perencanaan Keuangan Keluarga di Auditorium BKKBN, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Ibu Rumah Tangga Jadi Korban Terbanyak

Dalam paparannya, Friderica menjelaskan bahwa sebagian besar korban penipuan digital berasal dari kalangan ibu rumah tangga. Ia menilai kondisi ini perlu mendapat perhatian khusus, sebab kelompok ini cenderung rentan terhadap bujuk rayu pelaku yang memanfaatkan kepercayaan dan emosi korban.

“Bisa menebak siapa korban terbesarnya? Ibu-ibu. Jadi ini adalah suatu gambaran yang harusnya memanggil kita semua, baik yang ada di ruangan ini maupun secara daring, untuk bagaimana kita bisa mengedukasi keluarga-keluarga di Indonesia,” ujar Friderica.

OJK menilai rendahnya literasi digital dan keuangan menjadi penyebab utama masih banyaknya masyarakat yang terjebak dalam modus penipuan.

 Banyak korban tergoda dengan janji keuntungan cepat, diskon besar, atau pesan pribadi yang tampak meyakinkan namun sebenarnya merupakan upaya manipulatif.

Modus Penipuan yang Kian Beragam

Friderica memaparkan bahwa modulasi atau taktik yang digunakan pelaku penipuan kian beragam dan kompleks. Bentuknya meliputi penipuan transaksi belanja daring, penipuan yang mengaku sebagai pihak tertentu, hingga social engineering yang menargetkan psikologi korban.

“Ini paling marak, Bu. Nomor satu yang melanda ibu-ibu adalah penipuan transaksi belanja, kemudian penipuan mengaku pihak lain. Ini kaitannya dengan social engineering, bagaimana kita menggunakan psikologi seseorang untuk menggerakkan mereka. Akhirnya menjadi korban penipuan,” ujarnya.

Fenomena social engineering ini dinilai berbahaya karena tidak hanya memanfaatkan ketidaktahuan, tetapi juga memanipulasi emosi korban, seperti rasa takut, empati, atau keinginan untuk membantu orang lain. Hal ini membuat korban sering kali melakukan transfer dana tanpa berpikir panjang.

Upaya OJK Tingkatkan Literasi dan Perlindungan

Menanggapi fenomena ini, OJK menegaskan komitmennya untuk memperkuat edukasi dan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. Melalui berbagai program literasi keuangan, OJK berupaya menanamkan kesadaran pentingnya berhati-hati dalam melakukan transaksi digital.

Selain itu, OJK juga menggandeng kementerian dan lembaga terkait, termasuk BKKBN dan Kominfo, untuk memperluas jangkauan sosialisasi tentang keamanan digital dan pengelolaan keuangan keluarga.

 Fokusnya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenali tanda-tanda penipuan dan cara melaporkannya dengan cepat.

Friderica menegaskan, perubahan perilaku digital masyarakat harus disertai dengan peningkatan kewaspadaan dan literasi keuangan. Ia mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya terhadap tawaran investasi, hadiah, atau pesan pribadi yang tidak jelas asal-usulnya.

Dorongan Pengawasan dan Penegakan Hukum

Selain upaya edukatif, OJK juga memperkuat kerja sama dengan kepolisian, Kominfo, dan lembaga perbankan untuk menindak tegas para pelaku penipuan daring. Melalui sistem pemantauan dan pelaporan yang lebih terintegrasi, OJK berharap potensi kerugian masyarakat bisa ditekan lebih dini.

Dalam konteks jangka panjang, OJK menilai peningkatan kesadaran publik adalah kunci utama dalam mengurangi kerentanan masyarakat terhadap kejahatan digital.

 Edukasi literasi keuangan dan keamanan siber dianggap penting tidak hanya bagi individu, tetapi juga untuk menjaga stabilitas sektor keuangan nasional.

Tantangan Literasi Digital di Tengah Transformasi Ekonomi

Fenomena ini sekaligus menggambarkan tantangan besar yang dihadapi Indonesia di tengah transformasi ekonomi digital. Di satu sisi, masyarakat semakin terbiasa bertransaksi secara daring, namun di sisi lain, belum semua memiliki pemahaman memadai untuk melindungi diri dari risiko penipuan.

OJK menegaskan bahwa transformasi digital harus diimbangi dengan peningkatan literasi agar manfaat teknologi dapat dirasakan tanpa menimbulkan kerugian sosial maupun ekonomi.

Dengan lebih dari 200 ribu laporan penipuan dalam setahun dan total kerugian mencapai Rp6 triliun, lembaga tersebut menilai langkah pencegahan dan edukasi publik menjadi semakin mendesak.

Penutup

Kasus-kasus penipuan daring yang terus meningkat menunjukkan perlunya kesadaran kolektif dan kolaborasi antarinstansi untuk melindungi masyarakat dari jebakan digital. 

Melalui edukasi berkelanjutan, peningkatan literasi keuangan, dan pengawasan yang kuat, pemerintah berharap dapat menekan angka kerugian dan menciptakan ekosistem digital yang lebih aman bagi seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index