Danantara

CEO Danantara Minta Pemerintah Perpanjang Tenor Dana di Himbara

CEO Danantara Minta Pemerintah Perpanjang Tenor Dana di Himbara
CEO Danantara Minta Pemerintah Perpanjang Tenor Dana di Himbara

JAKARTA - Kebijakan pemerintah menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di bank-bank milik negara atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dinilai positif untuk memperkuat likuiditas perbankan nasional. 

Namun, Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia), Rosan Roeslani, menilai masih ada ruang penyempurnaan agar kebijakan tersebut lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembiayaan sektor produktif.

Menurut Rosan, salah satu aspek yang perlu diperbaiki adalah tenor atau jangka waktu penempatan dana pemerintah, yang saat ini hanya berlaku selama enam bulan.

 Ia menilai, periode tersebut terlalu singkat bagi perbankan untuk menyalurkan kredit secara maksimal, khususnya untuk pinjaman jangka menengah dan panjang.

“Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan yang telah memberikan penempatan dana ini. Tapi harapannya, pinjaman itu tidak hanya enam bulan. Ini kan pinjamannya hanya enam bulan, dalam bentuk deposit on call,” ujar Rosan di Jakarta.

Tenor Pendek Dinilai Hambat Penyaluran Kredit Jangka Panjang

Rosan menjelaskan bahwa dengan tenor yang singkat, bank menghadapi potensi mismatch antara sumber dana dan penyaluran kredit. 

Dana yang ditempatkan oleh pemerintah bersifat sementara, sedangkan kebutuhan pembiayaan untuk investasi dan usaha produktif biasanya memiliki tenor yang lebih panjang.

“Kalau kami berikan pinjaman jangka panjang, ada potensi mismatch juga. Jadi, harapannya ini bisa lebih panjang [tenornya],” ujarnya.

Ia menekankan bahwa perpanjangan tenor penempatan dana pemerintah akan memberikan ruang lebih besar bagi perbankan untuk menyalurkan kredit yang berorientasi produktif, termasuk bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Sektor ini, menurut Rosan, masih menjadi motor utama dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional, terutama di tengah upaya mendorong pertumbuhan pasca pandemi dan ketidakpastian global.

Permintaan Penyesuaian Bunga Penempatan Dana

Selain memperpanjang tenor, Rosan juga menyoroti tingkat bunga dari dana penempatan pemerintah di bank-bank Himbara. Saat ini, bunga dana pemerintah berada di kisaran 3,8% hingga 4%, sementara rata-rata biaya dana (cost of fund) perbankan hanya sekitar 2,44%.

Perbedaan tingkat bunga ini dinilai dapat membatasi ruang bank dalam menurunkan bunga kredit ke masyarakat. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan penyesuaian suku bunga agar lebih rendah dari posisi saat ini.

“Harapannya, rate-nya bisa lebih rendah dari itu, sehingga kita bisa memberikan kredit yang lebih murah lagi kepada UMKM,” kata Rosan.

Dengan bunga penempatan yang lebih rendah, bank memiliki peluang lebih besar untuk menyalurkan kredit dengan suku bunga kompetitif, terutama bagi pelaku usaha yang membutuhkan pembiayaan produktif.

Perbankan Tetap Jaga Prinsip Kehati-hatian

Rosan menegaskan bahwa meskipun dana penempatan dari pemerintah memberikan tambahan likuiditas, sektor perbankan tetap akan menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.

Menurutnya, setiap proses penyaluran kredit tetap melalui tahapan evaluasi dan analisis risiko yang komprehensif sesuai dengan profil nasabah dan kemampuan membayar.

“Yang penting kan asas kehati-hatian. Biasanya, untuk memberikan pinjaman, perbankan punya waktu persiapan masing-masing, ada yang lebih,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa likuiditas tambahan dari pemerintah membantu bank menjaga stabilitas dan fleksibilitas pembiayaan di tengah kebutuhan dana yang meningkat, terutama pada kuartal akhir tahun.

Kebijakan Penempatan Dana Pemerintah Masih Akan Berlanjut

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebelumnya mengungkapkan akan meninjau kemungkinan untuk menambah jumlah penempatan dana di Himbara guna memperkuat ekspansi kredit menjelang akhir tahun.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa sejumlah bank Himbara, termasuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), telah mengajukan permohonan tambahan dana. Namun, keputusan akhir masih menunggu hasil evaluasi terhadap kapasitas penyerapan masing-masing bank.

“Kan BRI bilang minta tambah, ada beberapa yang minta tambah juga. Nanti kami lihat bisa apa enggak. Mungkin bisa ya,” kata Purbaya saat ditemui di Jakarta.

Menurut Purbaya, dari total Rp200 triliun yang telah ditempatkan di lima bank Himbara—yakni Bank Mandiri (BMRI), BRI, BNI, BTN, dan Bank Syariah Indonesia (BRIS)—penyaluran dana ke sektor riil diharapkan bisa mempercepat laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025.

Ia memperkirakan, dengan dukungan kebijakan ini, pertumbuhan ekonomi nasional berpotensi menembus di atas 5,5% pada akhir tahun.

Penempatan Dana Diharapkan Dorong Ekonomi dan UMKM

Rosan menilai langkah pemerintah menyalurkan dana ke Himbara merupakan upaya strategis memperkuat fungsi intermediasi perbankan, terutama dalam mendukung pembiayaan sektor-sektor produktif dan UMKM.

Namun, agar kebijakan tersebut memberikan dampak jangka panjang, perlu keseimbangan antara kebijakan fiskal dan kebutuhan likuiditas perbankan.

Perpanjangan tenor dan penurunan bunga penempatan dana dinilai dapat memperbesar ruang gerak bank untuk memberikan kredit lebih luas dengan bunga yang terjangkau.

“Kalau jangka waktunya terlalu pendek dan bunganya tinggi, ruang untuk menyalurkan kredit jangka panjang jadi terbatas. Padahal, sektor produktif seperti UMKM sangat membutuhkan pembiayaan jangka menengah dan panjang,” jelasnya.

Kesimpulan

Masukan dari Danantara Indonesia mencerminkan kebutuhan akan penyesuaian kebijakan agar penempatan dana pemerintah di Himbara benar-benar efektif mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Dengan tenor yang lebih panjang dan bunga yang lebih rendah, bank-bank BUMN dapat menyalurkan kredit produktif secara lebih agresif tanpa mengorbankan stabilitas keuangan.

Kebijakan ini diharapkan menjadi katalis bagi pertumbuhan sektor riil dan penguatan daya saing UMKM, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index