JAKARTA - Fenomena suhu panas ekstrem melanda Surabaya dalam beberapa hari terakhir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat suhu udara di kota tersebut mencapai 36 derajat celsius, namun sensasinya di permukaan bisa terasa hingga seperti 41 derajat.
Kondisi ini membuat warga merasakan cuaca yang sangat menyengat, terutama pada siang hari.
Menurut BMKG, meningkatnya suhu di wilayah Surabaya terjadi karena posisi semu matahari yang saat ini berada tepat di garis ekuator, menyebabkan intensitas sinar matahari yang jatuh ke bumi menjadi lebih tegak lurus.
Situasi ini semakin diperparah dengan kondisi atmosfer yang relatif cerah dan minim awan, sehingga sinar matahari langsung menembus ke permukaan tanpa banyak hambatan.
Posisi Matahari dan Kondisi Atmosfer Jadi Pemicu
Prakirawan Cuaca BMKG Kelas I Juanda, Shanas Prayuda, menjelaskan bahwa fenomena panas ekstrem tersebut terjadi akibat kombinasi antara faktor astronomis dan meteorologis.
Dengan posisi matahari yang melintasi ekuator, wilayah Jawa Timur, termasuk Surabaya, menerima paparan sinar matahari dalam intensitas maksimum. Selain itu, kondisi langit yang cenderung cerah tanpa banyak awan membuat energi panas matahari terserap secara penuh oleh permukaan tanah.
"Hal ini menyebabkan suhu udara meningkat signifikan di siang hari, dan karena tidak ada tutupan awan, panas terasa lebih menyengat,” jelas Shanas.
Ia juga menambahkan bahwa kondisi ini merupakan karakteristik umum pada masa transisi dari musim kemarau menuju musim hujan.
Berdasarkan analisis BMKG, periode panas ekstrem ini diperkirakan akan berlangsung hingga awal Oktober, sebelum suhu udara berangsur menurun saat musim hujan mulai datang.
Suhu Terasa Lebih Panas Akibat Kelembapan Udara
Prakirawan BMKG lainnya, Oky Sukma Hakim, menuturkan bahwa meskipun suhu udara terukur berada di kisaran 36 derajat celsius, sensasi panas yang dirasakan oleh tubuh manusia bisa mencapai 40 hingga 41 derajat. Perbedaan ini disebabkan oleh kelembapan udara yang tinggi di kawasan pesisir seperti Surabaya.
“Suhu udara yang dirasakan tubuh berbeda dengan suhu terukur di alat. Saat kelembapan tinggi, proses penguapan keringat di kulit menjadi lambat, sehingga tubuh sulit mendinginkan diri dan akhirnya terasa jauh lebih panas,” ujar Oky.
Ia menambahkan bahwa Surabaya menjadi salah satu kota dengan suhu tertinggi di Jawa Timur, selain wilayah Kediri, Sidoarjo, dan Bojonegoro. Kondisi topografi dataran rendah serta padatnya aktivitas manusia dan kendaraan turut memperkuat efek panas di wilayah perkotaan.
Transisi Musim dan Potensi Cuaca Ekstrem
BMKG memperkirakan, pada awal Oktober suhu udara di Jawa Timur akan berangsur menurun seiring masuknya masa peralihan musim dari kemarau ke hujan.
Pada periode ini, tutupan awan akan mulai meningkat sehingga radiasi matahari tidak lagi terlalu intens. Namun, kelembapan yang tinggi justru akan membuat cuaca terasa lebih gerah.
Oky menjelaskan bahwa pada fase peralihan musim, masyarakat perlu mewaspadai potensi cuaca ekstrem seperti hujan disertai angin kencang atau petir, terutama pada sore hingga malam hari. Fenomena semacam ini lazim terjadi ketika udara panas siang hari bertemu dengan kelembapan tinggi di atmosfer.
Imbauan BMKG untuk Masyarakat
Sebagai langkah antisipasi terhadap dampak suhu tinggi, BMKG mengimbau masyarakat agar menjaga kondisi tubuh dengan baik selama beraktivitas di luar ruangan.
Disarankan untuk mengenakan pakaian pelindung seperti topi, jaket, atau payung, serta menggunakan tabir surya untuk menghindari paparan sinar ultraviolet secara langsung.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk memperbanyak konsumsi air putih guna mencegah dehidrasi. “Kondisi panas ekstrem seperti ini dapat menurunkan daya tahan tubuh bila tidak diimbangi dengan asupan cairan yang cukup,” ujar Oky.
BMKG juga menekankan pentingnya menghindari aktivitas berat di bawah sinar matahari langsung pada siang hari, khususnya antara pukul 11.00 hingga 15.00, saat intensitas radiasi matahari berada di puncaknya.
Surabaya Masuk Daftar Kota Terpanas di Jatim
Dalam pengamatan harian BMKG, Surabaya masuk dalam jajaran wilayah dengan suhu tertinggi di Jawa Timur selama pertengahan Oktober.
Meskipun kondisi ini bersifat sementara, suhu ekstrem yang tercatat menjadi sinyal kuat bahwa wilayah perkotaan semakin rentan terhadap efek pemanasan lokal akibat urbanisasi dan padatnya infrastruktur.
Para ahli meteorologi menilai bahwa pola panas seperti ini dapat berulang setiap tahun di sekitar bulan September hingga awal Oktober, terutama ketika posisi matahari melintas di atas garis khatulistiwa.
BMKG memastikan akan terus memantau perkembangan suhu udara dan potensi perubahan cuaca agar masyarakat dapat memperoleh informasi secara tepat waktu.
Dengan kondisi cuaca yang masih panas ekstrem dalam beberapa hari ke depan, masyarakat diimbau tetap waspada dan menyesuaikan aktivitas harian agar tidak mengalami gangguan kesehatan akibat paparan suhu tinggi.