JAKARTA - Nilai tukar rupiah mengawali perdagangan Jumat 17 Oktober 2025 dengan pergerakan melemah tipis. Berdasarkan data perdagangan di Jakarta, kurs rupiah dibuka turun sebesar 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.582 per dolar Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, rupiah ditutup pada level Rp16.581 per dolar AS. Pelemahan ringan ini menandakan bahwa tekanan terhadap mata uang Garuda masih berlangsung, meski dalam batas yang relatif terbatas.
Pergerakan rupiah pada akhir pekan ini cenderung dipengaruhi oleh faktor global, terutama dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat, serta sentimen investor terhadap kondisi ekonomi domestik.
Tekanan dari Dolar AS yang Masih Kuat
Kurs dolar AS masih menunjukkan performa kuat di pasar global. Penguatan ini didorong oleh ekspektasi kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan masih akan bertahan di level tinggi dalam waktu lebih lama.
Data ekonomi AS yang stabil, termasuk tingkat inflasi yang belum turun signifikan dan penurunan klaim pengangguran, memperkuat pandangan bahwa bank sentral AS belum akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
Kondisi ini membuat dolar tetap menjadi aset favorit investor global, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi dunia. Dampaknya, mata uang negara berkembang termasuk rupiah mengalami tekanan.
Sejumlah analis memperkirakan, selama ekspektasi suku bunga The Fed masih tinggi, rupiah akan sulit menguat signifikan meskipun faktor fundamental dalam negeri cukup solid.
Sentimen Global Pengaruhi Pergerakan Rupiah
Selain kebijakan moneter AS, rupiah juga turut dipengaruhi oleh kondisi geopolitik global yang masih bergejolak. Konflik di Timur Tengah dan ketegangan di beberapa kawasan Asia menambah kekhawatiran investor terhadap risiko global.
Selain itu, pergerakan harga minyak dunia yang fluktuatif juga memberi dampak tidak langsung terhadap rupiah. Kenaikan harga minyak cenderung meningkatkan permintaan dolar AS, terutama untuk kebutuhan impor energi, yang dapat memperlemah nilai tukar rupiah.
Namun di sisi lain, sebagian investor menilai pelemahan tipis ini masih dalam batas wajar karena pasar masih menunggu data ekonomi penting yang akan dirilis akhir pekan, termasuk laporan inflasi di Eropa dan data perdagangan Tiongkok.
Faktor Domestik: Stabilitas Ekonomi Masih Terjaga
Dari dalam negeri, kondisi makroekonomi Indonesia secara umum masih menunjukkan kestabilan. Inflasi yang terkendali, neraca perdagangan yang tetap surplus, dan cadangan devisa yang masih cukup kuat menjadi penopang utama rupiah agar tidak melemah terlalu dalam.
Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) juga berperan besar dalam menjaga stabilitas nilai tukar. BI terus berkomitmen menjaga kecukupan likuiditas valas di pasar serta memperkuat intervensi ganda melalui pasar spot dan surat berharga negara.
Selain itu, prospek investasi dan konsumsi domestik yang masih positif di tengah pemulihan ekonomi global memberikan ruang bagi rupiah untuk tetap stabil di kisaran Rp16.500–Rp16.600 per dolar AS.
Analis juga menilai, potensi penguatan rupiah masih terbuka dalam jangka menengah apabila tekanan eksternal mulai mereda dan aliran investasi asing kembali meningkat ke pasar Indonesia.
Respons Pasar Modal terhadap Pelemahan Rupiah
Meski rupiah dibuka melemah tipis, pasar modal Indonesia justru menunjukkan respons positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pembukaan Jumat pagi tercatat menguat, seiring dengan meningkatnya minat beli investor terhadap saham-saham sektor perbankan dan energi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pelemahan rupiah yang relatif kecil belum berdampak signifikan terhadap kepercayaan investor. Bahkan, sebagian pelaku pasar menganggap level kurs saat ini masih cukup kompetitif bagi ekspor dan industri berbasis dolar.
Namun, pelaku pasar tetap diminta berhati-hati terhadap potensi fluktuasi rupiah di sesi perdagangan berikutnya, terutama jika data ekonomi global yang dirilis tidak sesuai ekspektasi.
Proyeksi dan Pergerakan Selanjutnya
Sejumlah ekonom memperkirakan bahwa pergerakan rupiah pada perdagangan Jumat ini akan bergerak di kisaran Rp16.550–Rp16.600 per dolar AS. Tekanan global diprediksi masih menjadi faktor dominan, meskipun dukungan dari fundamental domestik dapat menahan pelemahan lebih lanjut.
Di sisi lain, pelaku pasar akan mencermati langkah The Fed dan komentar pejabat bank sentral AS mengenai arah kebijakan suku bunga. Jika muncul sinyal dovish atau potensi penurunan suku bunga di awal tahun depan, maka hal itu bisa menjadi katalis positif bagi rupiah.
Sementara itu, data perdagangan dan inflasi domestik yang tetap stabil akan menjadi penopang tambahan bagi pergerakan rupiah menjelang akhir bulan.
Upaya Pemerintah dan BI Menjaga Stabilitas
Pemerintah bersama Bank Indonesia terus berkoordinasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan global.
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain memperkuat intervensi valas, memperluas penggunaan mata uang lokal (Local Currency Transaction/LCT), dan menjaga daya tarik instrumen keuangan domestik.
Selain itu, BI juga terus mendorong optimalisasi sektor ekspor dan peningkatan aliran devisa hasil ekspor (DHE) melalui kebijakan repatriasi ke sistem keuangan dalam negeri.
Analis menilai, langkah-langkah ini akan membantu menjaga kepercayaan pasar terhadap kemampuan Indonesia dalam menahan gejolak nilai tukar di tengah ketidakpastian global.
Rupiah mengawali perdagangan Jumat pagi dengan pelemahan tipis 1 poin ke posisi Rp16.582 per dolar AS. Meski melemah, tekanan yang terjadi relatif ringan dan masih dalam kisaran wajar.
Dukungan dari fundamental ekonomi domestik yang kuat, langkah antisipatif Bank Indonesia, serta optimisme investor terhadap prospek pertumbuhan Indonesia membantu menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan global.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku pasar diharapkan tetap waspada namun tidak panik, karena arah pergerakan rupiah masih sangat bergantung pada perkembangan kebijakan moneter global dan kondisi geopolitik dunia dalam beberapa pekan mendatang.