JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan performa impresif pada awal pekan ini.
Setelah beberapa waktu terkoreksi, indeks berhasil melesat 2,19 persen ke level 8.088,98. Penguatan ini dipimpin sektor perbankan yang menjadi motor utama dengan kenaikan mencapai 3,38 persen.
Analis sekaligus Founder Republik Investor, Hendra Wardana, menyebut bahwa saham-saham big caps menjadi penggerak utama pasar. Saham BBRI naik 5,14 persen, BBNI 6,32 persen, BMRI 6,17 persen, dan BBCA 5 persen.
“Sinyal ini menandakan bahwa IHSG sedang memasuki fase reli baru setelah sempat melemah dalam beberapa pekan terakhir,” ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Peluang Teknis Menuju Rekor Baru
Dari sisi teknikal, Hendra menjelaskan bahwa IHSG memiliki potensi melanjutkan tren positifnya. Ia memperkirakan indeks akan menguji area resistance di level 8.148, bahkan berpotensi menembus batas psikologis 8.200. Jika momentum positif berlanjut, IHSG bisa saja mencetak all-time high (ATH) baru di kisaran 8.300.
Menurutnya, penguatan ini bukan sekadar rebound sementara, melainkan bagian dari tren kenaikan yang lebih luas. Momentum positif yang terbangun, baik dari sisi fundamental maupun sentimen pasar, menjadi katalis penting bagi IHSG untuk terus melaju di zona hijau.
Faktor Pendorong: Kombinasi Makro dan Korporasi
Hendra menilai bahwa penguatan sektor perbankan tidak lepas dari kombinasi antara faktor makroekonomi dan fundamental emiten. Dari sisi makro, ekspektasi penurunan suku bunga global pada 2026 memunculkan optimisme terhadap pertumbuhan kredit dan perbaikan margin perbankan domestik.
Sementara dari sisi korporasi, kabar baik datang dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang mengumumkan rencana buyback saham senilai maksimal Rp 5 triliun.
Harga maksimum buyback ditetapkan Rp 9.200 per saham, yang bertujuan menjaga stabilitas harga di tengah volatilitas pasar. Program ini akan berlangsung dari 22 Oktober 2025 hingga 19 Januari 2026, menggunakan dana internal tanpa mempengaruhi likuiditas maupun permodalan bank.
Kinerja BBCA Tetap Solid di Tengah Fluktuasi
BBCA menunjukkan performa keuangan yang tangguh di tengah kondisi pasar yang dinamis. Berdasarkan laporan keuangan per September 2025, laba bersih konsolidasian BBCA mencapai Rp 43,39 triliun, naik 5,65 persen (year-on-year) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 41,07 triliun.
“Peningkatan ini menunjukkan ketahanan fundamental BBCA di tengah kondisi pasar yang fluktuatif,” ujar Hendra. Ia menambahkan bahwa rasio kecukupan modal (CAR) hanya turun tipis dari 29,36 persen menjadi 28,75 persen, sementara return on equity (ROE) justru naik menjadi 25,02 persen.
Saham Perbankan Masih Punya Ruang Penguatan
Performa positif BBCA menarik perhatian investor asing. Nilai akumulasi pembelian asing pada saham ini mencapai Rp 894 miliar, menjadikannya salah satu saham paling diburu di bursa.
Sementara itu, saham BMRI, BBNI, dan BBRI masih mencatatkan net sell masing-masing Rp 239 miliar, Rp 66 miliar, dan Rp 30 miliar.
“Secara teknikal, saham-saham perbankan masih memiliki ruang penguatan lebih lanjut,” jelas Hendra. Ia memproyeksikan harga target (target price/TP) beberapa saham utama sebagai berikut:
BBCA: menuju Rp 8.100, dengan potensi lanjutan ke Rp 8.600
BMRI: menguji TP1 di Rp 4.450 dan TP2 di Rp 4.750
BBNI: berpotensi menuju Rp 4.150 hingga Rp 4.290
BBRI: mengarah ke Rp 3.980
Efek Domino ke Sektor Lain
Kenaikan sektor perbankan diperkirakan akan menular ke beberapa sektor lain, terutama properti, otomotif, dan konsumer siklikal, yang sensitif terhadap penurunan suku bunga. Menurut Hendra, sektor properti berpotensi bangkit seiring dengan penurunan biaya Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Di sisi lain, sektor otomotif dan konsumer juga akan diuntungkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat, terlebih jika rupiah mampu bertahan di bawah Rp 16.600 per dolar AS seperti pada penutupan hari itu di level Rp 16.575.
Sentimen Positif Dorong IHSG Menuju Rekor Baru
Secara keseluruhan, Hendra menilai bahwa sentimen positif seperti program buyback emiten besar, penguatan nilai tukar rupiah, serta potensi aliran dana asing menjadi bahan bakar utama reli IHSG.
Meski demikian, ia tetap mengingatkan investor agar mewaspadai arah kebijakan The Fed serta fluktuasi harga komoditas global yang bisa menahan laju penguatan.
“Jika momentum saat ini terjaga, peluang IHSG menembus rekor tertinggi baru pada kuartal IV/2025 semakin terbuka lebar,” tutupnya optimistis.