JAKARTA - Kebijakan penghapusan utang lama bagi petani dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu keputusan paling menonjol di awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Namun, di balik langkah yang terbilang berani itu, tersimpan alasan yang menurutnya bersifat manusiawi dan realistis: memberikan kesempatan kedua bagi rakyat kecil untuk kembali bangkit.
Kebijakan ini, yang mencakup hapus buku dan hapus tagih utang lama, diarahkan pada kredit macet yang telah mengendap puluhan tahun di perbankan dan selama ini menjadi beban administratif bagi banyak petani serta pelaku usaha kecil di berbagai daerah.
Latar Belakang: Keluhan Langsung dari Rakyat Kecil
Prabowo menuturkan, gagasan ini lahir dari aspirasi langsung masyarakat yang ia dengar bahkan sebelum resmi menjabat sebagai presiden.
Dalam sejumlah pertemuan selama masa kampanye, banyak petani dan pelaku UMKM datang mengeluhkan nasib mereka yang tidak bisa lagi mengakses pembiayaan baru karena masih tercatat memiliki utang lama.
“Bahkan sebelum saya menjabat, selama masa kampanye, banyak perwakilan petani dan pelaku usaha kecil datang kepada saya dan berkata, ‘Pak, kami tidak bisa dapat pinjaman baru karena utang kami yang 25 tahun lalu masih tercatat di bank,’” ujar Prabowo.
Kondisi tersebut, menurutnya, menggambarkan masalah struktural yang menahun di dunia perbankan dan sistem pembiayaan nasional.
Banyak dari utang-utang itu sebenarnya sudah tidak memiliki nilai ekonomi, tetapi masih tercatat di sistem administrasi, membuat para debitur seolah terjebak dalam “lingkaran utang abadi”.
Diskusi dengan Bankir: Utang Sudah Lama Tidak Produktif
Prabowo mengaku sempat mengundang sejumlah bankir untuk membahas situasi ini secara langsung. Dari hasil pembicaraan tersebut, ia menemukan bahwa sebagian besar kredit macet tersebut sebenarnya sudah dihapus dalam pembukuan bank, hanya saja masih dianggap aktif secara administratif karena faktor kehati-hatian.
“Saya memanggil beberapa bankir, kami berdiskusi, dan saya memahami bahwa sebagian besar utang itu sebenarnya sudah dihapus dalam pembukuan bank. Tapi ada sebagian pihak yang konservatif yang mengatakan, ‘Tidak bisa, Pak, apa nanti jadinya bagi peminjam lain,’” jelasnya dalam forum “Pertemuan Pikiran” bersama Steve Forbes, Ketua dan Pemimpin Redaksi Forbes Media, di acara Forbes Global CEO Conference 2025 bertajuk “The World Pivot” di St. Regis Jakarta.
Kekhawatiran kalangan perbankan, menurut Prabowo, wajar. Namun ia menilai bahwa kebijakan ekonomi tidak hanya bisa dilihat dari sisi laporan keuangan semata, tetapi juga dari aspek sosial dan kemanusiaan, terutama ketika menyangkut nasib masyarakat kecil yang terdampak kondisi ekonomi dan bencana alam.
Alasan Pengampunan: Faktor Alam dan Kemanusiaan
Presiden Prabowo menegaskan bahwa gagal bayar para petani dan pelaku UMKM bukanlah akibat kelalaian, melainkan dampak dari situasi yang tidak mereka kendalikan, seperti cuaca ekstrem, bencana alam, hingga tekanan ekonomi berkepanjangan.
“Saya berkata, orang-orang ini tidak bisa membayar kembali karena cuaca buruk, karena bencana alam, dan berbagai sebab lain. Tidak mungkin mereka bisa melunasinya. Jadi, harus realistis. Saya katakan, ada yang namanya pengampunan. Kita maafkan utang itu,” tegasnya.
Bagi Prabowo, pengampunan utang (debt forgiveness) bukan semata kebijakan ekonomi, melainkan tindakan moral yang menunjukkan empati dan keberpihakan negara terhadap rakyat kecil. Ia menyebut langkah ini sebagai “kebijakan realistis yang berorientasi pada kemanusiaan.”
Efek Kebijakan: Memberi Kesempatan Kedua untuk Bangkit
Melalui kebijakan penghapusan utang tersebut, pemerintah berharap jutaan petani dan pelaku usaha kecil yang sebelumnya “terkunci” oleh catatan kredit macet dapat kembali mengakses pembiayaan baru.
Dengan demikian, mereka bisa memulai kembali usaha dari nol dan berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas nasional. Prabowo menilai, memberi kesempatan kedua adalah hal yang mutlak dilakukan dalam proses pembangunan.
“Saya percaya, dalam kehidupan dan dalam ekonomi, ada saatnya kita harus memberi kesempatan kedua. Ada saatnya kita harus memberi pengampunan,” ujar Prabowo.
Selain untuk memperkuat sektor UMKM dan pertanian, kebijakan ini juga menjadi bagian dari strategi besar Prabowo dalam menata ulang sistem ekonomi nasional agar lebih inklusif dan berpihak kepada lapisan masyarakat bawah.
Menata Sistem Ekonomi yang Lebih Inklusif
Prabowo menilai, selama ini sistem ekonomi nasional masih belum cukup memberi ruang bagi pelaku usaha kecil untuk tumbuh dan berkembang. Banyak dari mereka yang potensial, tetapi terhambat oleh akses terhadap modal karena tumpukan utang lama.
Dengan adanya kebijakan pengampunan utang, pemerintah berupaya menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih sehat dan berkeadilan.
Kebijakan ini sekaligus mendorong bank dan lembaga keuangan untuk berani mengambil peran lebih besar dalam pembiayaan sektor produktif tanpa terbebani oleh kredit macet warisan masa lalu.
Dalam jangka panjang, langkah ini diharapkan mampu menciptakan efek domino positif bagi perekonomian nasional: dari meningkatnya daya beli masyarakat, tumbuhnya lapangan kerja di pedesaan, hingga peningkatan kontribusi UMKM terhadap PDB nasional.
Resonansi ke Dunia Usaha dan Perbankan
Langkah penghapusan utang petani dan UMKM ini juga menjadi sinyal kuat bagi dunia usaha dan sektor keuangan bahwa pemerintah siap mengambil langkah korektif yang berpihak pada rakyat kecil.
Di sisi lain, kebijakan ini mendorong perbankan untuk meninjau kembali mekanisme pengelolaan kredit macet agar tidak menimbulkan beban sosial di masa depan.
Beberapa analis ekonomi menilai bahwa langkah ini sejalan dengan upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kementerian terkait dalam menyusun aturan hapus tagih kredit macet di perbankan BUMN seperti BRI, BNI, dan Mandiri.
Sinergi kebijakan tersebut, jika dijalankan konsisten, bisa menjadi fondasi baru bagi pembiayaan inklusif di Indonesia.
Membangun Ekonomi dengan Semangat Pengampunan
Kebijakan penghapusan utang ini bukan hanya tentang membebaskan rakyat dari beban masa lalu, tetapi juga tentang membangun kembali kepercayaan antara pemerintah, perbankan, dan masyarakat kecil.
Dengan memberi ruang untuk memulai kembali, Prabowo menegaskan bahwa negara hadir tidak sekadar mengatur, tetapi juga mengampuni dan memulihkan.
Langkah ini menandai arah baru kepemimpinan ekonomi nasional — bukan hanya berbasis angka dan laporan, tetapi pada nilai kemanusiaan, keberpihakan, dan kesempatan kedua.
Dengan semangat tersebut, Presiden Prabowo Subianto berkomitmen menjadikan kebijakan pengampunan utang bukan sebagai akhir dari beban, melainkan awal dari kebangkitan baru ekonomi rakyat Indonesia.