DKPP Tegur Penanganan Politik Uang

Kamis, 03 Juli 2025 | 08:21:49 WIB
DKPP Tegur Penanganan Politik Uang

JAKARTA - Penanganan dugaan politik uang oleh Bawaslu Kota Tarakan kembali mendapat sorotan. Kali ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) turun tangan dengan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik terhadap jajaran pengawas pemilu di tingkat kota tersebut. Sidang digelar di Kantor KPU Kota Tarakan, Kalimantan Utara.

Kasus ini mencuat setelah seorang warga bernama Sulaiman melaporkan Ketua Bawaslu Kota Tarakan, Riswanto, beserta dua anggotanya, Johnson dan A. Muh. Saifullah. Ketiganya diduga melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) karena dianggap tidak profesional dalam menangani laporan dugaan politik uang yang melibatkan calon wali kota pada Pilkada 2024 lalu.

Dalam aduannya, Sulaiman menyebut bahwa pihak Bawaslu Kota Tarakan tidak menindaklanjuti laporan mengenai dugaan pembagian uang oleh Calon Wali Kota Nomor Urut 1 kepada para tamu undangan dalam acara peringatan ulang tahun di salah satu hotel di Tarakan. Menurutnya, tindakan itu menunjukkan adanya pembiaran. “Saya menilai tindakan Bawaslu Kota Tarakan tidaklah profesional dan terkesan seperti ada pembiaran atau keberpihakan dalam menangani laporan,” ujar Sulaiman di hadapan majelis pemeriksa.

Klarifikasi dari Teradu

Menanggapi tuduhan tersebut, Ketua Bawaslu Kota Tarakan, Riswanto, hadir dalam sidang mewakili dirinya dan dua rekannya. Ia membantah seluruh dalil yang disampaikan oleh pengadu. Menurutnya, pihaknya telah menjalankan tugas sesuai dengan prosedur dan regulasi yang berlaku.

Riswanto menjelaskan bahwa laporan yang dimaksud memang telah diterima oleh pihaknya. Setelah itu, laporan dibahas dalam forum Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan unsur kepolisian dan kejaksaan. “Kami telah melakukan klarifikasi terhadap para pelapor, saksi, serta terlapor, dan melakukan pembahasan dalam Sentra Gakkumdu bersama unsur kepolisian dan kejaksaan,” jelas Riswanto di persidangan.

Ia juga mengungkapkan bahwa dalam pembahasan tersebut, Gakkumdu menemukan adanya dugaan pelanggaran terhadap Pasal 187A ayat (1) Undang-Undang Pilkada. Pasal tersebut mengatur tentang larangan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya demi memengaruhi pemilih.

Namun demikian, setelah proses klarifikasi mendalam di lapangan, Bawaslu menemukan bahwa pembagian uang yang dipersoalkan ternyata merupakan bagian dari tradisi lokal, yaitu “saweran”. Praktik ini dianggap sebagai bentuk apresiasi atau hiburan, dan tidak ditemukan bukti adanya ajakan memilih ataupun kegiatan kampanye terselubung. “Yang bersangkutan masih menggunakan pakaian atau atribut kampanye karena ia hadir setelah kegiatan kampanye resmi di lokasi lain dan tidak sempat berganti pakaian,” tambah Riswanto untuk memperjelas konteks yang terjadi.

Sidang Dipimpin Ketua Majelis DKPP

Sidang kode etik tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah. Ia didampingi oleh tiga anggota majelis dari unsur Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kalimantan Utara. Ketiganya terdiri dari unsur masyarakat, unsur KPU, dan unsur Bawaslu.

Adapun nama-nama TPD yang turut dalam persidangan ini antara lain Mumaddadah (unsur masyarakat), Agung Firmansyah (unsur KPU), dan Yakobus Malyantor Iskandar (unsur Bawaslu). Kehadiran mereka menjadi bagian dari proses pengawasan internal penyelenggara pemilu guna memastikan integritas lembaga tetap terjaga.

Sidang berlangsung dengan cukup terbuka, dan masing-masing pihak diberi kesempatan menyampaikan dalil serta pembelaan secara rinci. DKPP sendiri dalam beberapa waktu terakhir memang semakin aktif menangani berbagai dugaan pelanggaran etik, terutama menjelang tahun-tahun politik yang semakin dinamis.

Sorotan Etika dan Profesionalitas

Kasus ini membuka kembali wacana publik mengenai seberapa jauh lembaga pengawas pemilu menjalankan tugasnya secara independen dan profesional. Dugaan politik uang kerap kali menjadi isu sensitif dalam kontestasi kepala daerah. Ketika pengawas dinilai lalai atau tidak tegas, kepercayaan publik terhadap proses demokrasi bisa terganggu.

Dalam konteks ini, peran DKPP menjadi penting untuk memastikan bahwa penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu di daerah, tetap menjunjung tinggi etika dan integritas.

Meski pihak teradu membantah tudingan dan mengklaim telah mengikuti seluruh prosedur yang ada, DKPP tetap akan menilai secara objektif berdasarkan alat bukti, fakta di persidangan, serta kode etik yang berlaku.

Putusan akhir dari DKPP sendiri biasanya akan disampaikan beberapa waktu setelah sidang berlangsung. Dalam putusan tersebut, DKPP dapat memutuskan apakah para teradu bersalah atau tidak, serta menjatuhkan sanksi mulai dari peringatan hingga pemberhentian tetap, tergantung pada tingkat pelanggaran yang ditemukan.

Penegakan Etika di Tahun Politik

Kasus seperti ini menjadi cermin bahwa tahun-tahun politik memang selalu sarat dengan dinamika dan tantangan. Penegakan hukum dan etika pemilu menjadi ujian berat bagi lembaga-lembaga pengawas. Oleh karena itu, keterbukaan informasi dan akuntabilitas menjadi pilar penting agar publik tetap percaya pada integritas proses demokrasi.

Sidang DKPP atas perkara yang menimpa Bawaslu Kota Tarakan ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh penyelenggara pemilu di daerah lainnya. Penanganan laporan politik uang harus dilakukan dengan cermat, tidak hanya berdasarkan prosedur hukum, tetapi juga mempertimbangkan persepsi publik dan nilai-nilai etik yang menyertainya.

Terkini