Megaproyek IKN Diwarnai Masalah Sosial

Kamis, 10 Juli 2025 | 10:40:24 WIB
Megaproyek IKN Diwarnai Masalah Sosial

JAKARTA - Ambisi besar negara membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai simbol kemajuan dan pemindahan pusat pemerintahan rupanya tidak serta merta berjalan tanpa bayangan gelap. Di balik derap pembangunan dan gelontoran anggaran triliunan rupiah, terselip persoalan sosial yang mulai menyeruak dan bahkan menggema hingga ke gedung parlemen.

Prostitusi daring, sebuah fenomena sosial yang kerap muncul di daerah dengan konsentrasi pekerja tinggi, kini dikaitkan dengan geliat pembangunan IKN di Sepaku, Kalimantan Timur. Fenomena ini disebut menjadi konsekuensi tak terhindarkan dari masifnya pergerakan tenaga kerja dan perubahan sosial yang terjadi di kawasan yang sebelumnya tenang.

Sorotan serius datang dari anggota parlemen. Dalam forum resmi Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, anggota Komisi II, menyuarakan kekhawatirannya terhadap maraknya praktik prostitusi daring di sekitar kawasan IKN. Menurutnya, kemunculan praktik-praktik seperti ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, dan perlu perhatian serius dari pihak terkait.

“Fenomena ini bukan hanya sekadar gangguan sosial biasa, tapi juga menunjukkan bahwa pembangunan yang tidak dibarengi pengawasan dan pembinaan sosial bisa menimbulkan efek samping yang tak diinginkan,” ujar Khozin dalam rapat tersebut.

Fenomena ini bukan tanpa dasar. Praktik "open BO" (booking online) melalui aplikasi kencan digital mulai mencuat sejak dimulainya pembangunan Tahap I IKN. Saat itu, lebih dari 27.000 pekerja konstruksi dari berbagai daerah di Indonesia berdatangan ke Sepaku. Kehadiran ribuan pekerja ini mengubah dinamika sosial dan ekonomi wilayah tersebut, sekaligus membuka peluang bagi praktik-praktik sosial yang sebelumnya tidak kentara.

Pengakuan dari Lapangan

Kehadiran praktik prostitusi tidak hanya menjadi isu di ruang rapat DPR, tetapi juga telah menjadi pengetahuan umum bagi masyarakat setempat. Sahari, seorang pemilik guest house di Desa Bumi Harapan, Sepaku, membenarkan bahwa praktik prostitusi mulai terlihat sejak pembangunan IKN berjalan. Ia menjelaskan bahwa pelaku prostitusi yang datang bukan berasal dari warga lokal, melainkan dari luar daerah.

“Sebelum ada IKN, Bumi Harapan relatif ‘bersih’ dari transaksi seksual. Ada, baru-baru ini saja,” ujar Sahari.

Temuan lapangan juga menunjukkan lokasi praktik prostitusi tak jauh dari kawasan konstruksi. Warung remang-remang dan guest house di kawasan tersebut disinyalir menjadi tempat eksekusi transaksi. Tarif yang ditawarkan berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp 700.000 per layanan, sementara harga sewa penginapan berkisar Rp 350.000 hingga Rp 400.000 per malam.

Laporan media lokal bahkan mendapati bahwa para pekerja seks komersial (PSK) dapat melayani belasan klien dalam sehari. Permintaan tinggi dari para pekerja migran membuat layanan ini terus berkembang secara senyap, meski penuh risiko.

“Kadang bisa 10 orang sehari, capek sih, tapi duitnya juga lumayan,” kata seorang PSK yang ditemui. Ia mengungkap bahwa mayoritas kliennya berasal dari luar Kalimantan dan hampir tidak ada keterlibatan warga lokal dalam aktivitas tersebut.

Dampak Sosial di Tengah Kemajuan Fisik

Megaproyek IKN memang menjadi simbol transformasi besar Indonesia, namun munculnya isu prostitusi daring menjadi peringatan bahwa pembangunan fisik harus selaras dengan pembangunan sosial dan budaya. Keberadaan ribuan pekerja dari berbagai latar belakang menimbulkan kebutuhan tersendiri yang kadang tak terakomodasi oleh ekosistem sosial yang ada.

Kebutuhan akan tempat tinggal, hiburan, hingga pelampiasan seksual menjadi realitas yang tidak dapat dipungkiri. Jika tidak ditangani dengan pendekatan yang bijak dan menyeluruh, masalah ini bisa berkembang menjadi lebih kompleks, termasuk risiko penyakit menular seksual, perdagangan manusia, dan konflik sosial.

Meskipun otoritas IKN telah menyatakan tidak ada ASN yang terlibat dalam praktik tersebut, sorotan terhadap praktik prostitusi daring ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Pemerintah pusat dan daerah harus segera merespons dengan kebijakan yang tidak hanya bersifat represif, tetapi juga preventif dan edukatif.

Langkah seperti pengawasan terhadap rumah penginapan, regulasi aplikasi kencan daring, hingga sosialisasi kepada masyarakat dan pekerja bisa menjadi bagian dari strategi pencegahan. Selain itu, pendekatan berbasis komunitas untuk memperkuat norma dan kontrol sosial lokal juga patut dipertimbangkan.

Mencari Solusi dalam Kebijakan yang Manusiawi

Ke depan, seiring semakin padatnya aktivitas pembangunan IKN, tantangan sosial seperti ini kemungkinan akan terus muncul. Pemerintah dituntut untuk hadir tidak hanya dalam membangun jalan dan gedung, tetapi juga memastikan nilai-nilai sosial masyarakat tetap terjaga.

Keseimbangan antara kemajuan fisik dan stabilitas sosial harus menjadi prioritas dalam megaproyek seperti IKN. Praktik-praktik seperti prostitusi daring yang muncul sebagai respons atas ketidaksiapan sistem sosial harus menjadi pelajaran penting bahwa pembangunan sejati bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal manusia.

Dengan sinergi antara lembaga legislatif, eksekutif, dan masyarakat, isu ini seharusnya bisa diredam sebelum berkembang menjadi lebih besar. Megaproyek IKN yang menjadi simbol masa depan Indonesia tak boleh ternoda oleh kelalaian dalam mengelola sisi-sisi sensitif dari dinamika sosial yang mengikutinya.

Terkini