JAKARTA - Komitmen terhadap integritas dalam pelaksanaan proyek strategis nasional kembali diuji. Proyek Tol Probolinggo hingga Banyuwangi (Probowangi) Seksi II, yang dirancang untuk mendukung konektivitas kawasan timur Pulau Jawa, justru tercoreng oleh kasus dugaan pemerasan dalam proses pengadaan lahan. Dua orang terdakwa, yakni seorang pejabat lokal dan tenaga ahli dari kementerian, kini menghadapi tuntutan pidana berat akibat perbuatan tersebut.
Kejaksaan Negeri Situbondo, melalui tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), telah menjatuhkan tuntutan pidana terhadap dua terdakwa yang dinilai terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi. Perkara ini berfokus pada pemerasan atau gratifikasi yang terjadi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Proyek Tol Probowangi di wilayah Kabupaten Situbondo.
Kedua terdakwa tersebut adalah Gesang Setto Pradoyo, seorang tenaga bantuan teknis dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Edy Hartono, Kepala Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Situbondo. Dalam persidangan terbuka yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Surabaya, keduanya dituntut masing-masing hukuman empat tahun penjara.
Sidang yang dimulai sekitar pukul 17.35 WIB itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha, dengan didampingi dua hakim anggota, Darwin Panjaitan dan Agus Kasiyanto. Para terdakwa hadir dalam persidangan yang menjadi perhatian publik, mengingat peran sentral proyek ini dalam mendorong pemerataan pembangunan wilayah.
Jaksa Cahya Sankara Udiana, dalam tuntutannya, menegaskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pemerasan terhadap seorang warga bernama BH. Warga ini merupakan pemilik lahan yang terdampak langsung oleh pembangunan jalan tol tersebut.
“Tindakan terdakwa mencederai kepercayaan masyarakat terhadap proses pembangunan proyek strategis nasional dan sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang tengah digaungkan pemerintah,” ujar Cahya di hadapan majelis hakim.
Sebagai konsekuensi atas perbuatan yang dinilai merugikan integritas negara tersebut, jaksa menuntut masing-masing terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun, serta denda sebesar Rp200 juta. Apabila denda tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama dua bulan. Selain itu, uang tunai sebesar Rp100 juta yang telah disita sebagai barang bukti, diperintahkan untuk dikembalikan kepada BH, sebagai pihak yang menjadi korban pemerasan.
Tak hanya itu, jaksa juga menyebut bahwa masing-masing terdakwa dibebankan biaya perkara sebesar Rp5.000. Selama proses persidangan, keduanya tetap diperintahkan untuk ditahan.
Namun, dalam pernyataannya, jaksa juga mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah hal yang dianggap meringankan hukuman bagi kedua terdakwa. Hal-hal tersebut antara lain adalah sikap kooperatif selama proses penyidikan dan persidangan, pengakuan atas perbuatan yang dilakukan, serta penitipan uang pengganti yang dilakukan sebelum putusan dijatuhkan.
Tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum dalam struktur pelaksana proyek strategis seperti ini dinilai sangat merugikan, tidak hanya bagi korban langsung, tetapi juga bagi citra pembangunan nasional. Pembangunan Tol Probowangi yang seharusnya membawa manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat, menjadi ternoda akibat praktik tidak terpuji dari individu yang seharusnya menjadi pengawal pelaksanaan proyek.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam pelaksanaan proyek infrastruktur, terutama dalam tahap pengadaan lahan yang kerap menjadi titik rawan praktik penyimpangan. Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan aparat penegak hukum menjadi kunci dalam menjaga transparansi dan kepercayaan masyarakat.
Agenda sidang berikutnya akan menjadi panggung pembelaan bagi para terdakwa. Rencananya, nota pembelaan atau pledoi dari masing-masing terdakwa akan dibacakan dalam persidangan yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 16 Juli 2025 mendatang. Pledoi ini menjadi kesempatan bagi para terdakwa untuk menyampaikan pembelaan dan harapan atas keringanan hukuman.
Sejumlah kalangan berharap agar kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proyek-proyek strategis nasional. Kepercayaan publik terhadap proyek pemerintah bergantung pada seberapa kuat integritas dijunjung dalam setiap tahap pelaksanaannya.
Tol Probowangi yang menjadi bagian dari jaringan konektivitas utama Pulau Jawa diharapkan tetap dapat berjalan sesuai jadwal dan tujuan. Namun, kelancaran pembangunan ini tidak dapat dilepaskan dari pentingnya memastikan bahwa seluruh proses berjalan tanpa tekanan, pemerasan, atau gratifikasi yang melanggar hukum.
Kejaksaan Negeri Situbondo pun mendapat apresiasi atas langkah cepatnya dalam mengusut dan mengadili kasus ini, sebagai bentuk komitmen terhadap pemberantasan korupsi di lingkungan birokrasi dan proyek publik. Harapannya, proses hukum ini dapat memberi efek jera dan mendorong pelaksanaan pembangunan yang lebih bersih dan akuntabel ke depan.