Rupiah Berpeluang Menguat, Pasar Antisipasi Pemangkasan Suku Bunga AS

Jumat, 17 Oktober 2025 | 11:14:44 WIB
Rupiah Berpeluang Menguat, Pasar Antisipasi Pemangkasan Suku Bunga AS

JAKARTA - Nilai tukar rupiah diprediksi berpeluang menguat dalam waktu dekat, seiring meningkatnya ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), akan menurunkan suku bunga acuannya hingga 50 basis poin (bps) sebelum akhir 2025.

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa peluang tersebut muncul setelah dua pejabat penting The Fed memberikan sinyal dovish terkait arah kebijakan moneter.

“Gubernur Christopher Waller mengindikasikan bahwa anggota FOMC berpotensi melanjutkan penurunan suku bunga kebijakan sebesar 25 bps, sementara pejabat yang baru diangkat, Stephen Miran, menegaskan kembali dukungannya terhadap penurunan suku bunga sebesar 50 bps bulan ini,” kata Josua.

Menurutnya, ekspektasi terhadap pelonggaran kebijakan moneter AS telah meningkatkan keyakinan investor terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Sinyal tersebut juga memberikan tekanan terhadap nilai dolar AS yang dalam beberapa hari terakhir terus mengalami pelemahan.

Dolar AS Melemah di Tengah Kekhawatiran Pasar

Data terbaru menunjukkan bahwa indeks dolar AS pada Kamis (16/10/2025) turun 0,46% ke level 98,34, mencerminkan turunnya permintaan terhadap aset dolar. Sementara itu, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun juga mengalami penurunan sebesar 5 basis poin.

Sentimen negatif terhadap dolar turut dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian di sektor perbankan AS. Laporan mengenai dugaan aktivitas penipuan di beberapa lembaga keuangan memicu aksi jual di pasar modal. 

Indeks saham utama di Wall Street kompak terkoreksi, dengan Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,65%, S&P 500 melemah 0,63%, dan Nasdaq Composite turun 0,47%.

“Tekanan di pasar modal AS menambah kekhawatiran investor global, yang akhirnya membuat dolar AS melemah lebih jauh,” jelas Josua.

Pasar Domestik Tunjukkan Ketahanan

Meski tekanan eksternal meningkat, pasar keuangan domestik menunjukkan ketahanan. Berdasarkan data perdagangan Kamis 16 Oktober 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,91% ke level 8.125, menandai rebound setelah sempat melemah dalam beberapa hari sebelumnya.

Selain itu, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun signifikan sebesar 6 basis poin menjadi 5,97%, yang merupakan level terendah sejak awal 2021. Penurunan yield ini mencerminkan peningkatan permintaan terhadap obligasi pemerintah, terutama di kalangan investor asing.

“Sebagian besar yield SBN dalam rupiah turun 7–11 bps, kecuali tenor 5 tahun, menyusul tren penurunan yield US Treasury. Yield SBN seri acuan 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun masing-masing berada di level 5,34%, 5,96%, 6,41%, dan 6,55%,” ujar Josua.

Volume perdagangan obligasi pemerintah pada Kamis 16 Oktober 2025 mencapai Rp36 triliun, meski menurun dari Rp51,86 triliun sehari sebelumnya. Adapun kepemilikan asing di SBN meningkat tipis sebesar Rp0,04 triliun menjadi Rp901 triliun, atau setara 14,06% dari total outstanding.

Proyeksi Rupiah Tetap Stabil di Kisaran Aman

Dengan kondisi eksternal dan domestik tersebut, Josua memperkirakan pergerakan rupiah pada Jumat 17 Oktober 2025 akan relatif stabil, dengan potensi penguatan terbatas. “Untuk hari ini, rupiah diperkirakan akan tetap berada di kisaran Rp16.500–Rp16.600 per dolar AS,” ujarnya.

Namun, data awal menunjukkan bahwa rupiah sempat dibuka melemah tipis sebesar 1 poin (0,01%) menjadi Rp16.582 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.581 per dolar AS. Pelemahan minor ini dinilai lebih disebabkan oleh aksi ambil untung (profit-taking) jangka pendek dari pelaku pasar.

Secara keseluruhan, arah pergerakan rupiah masih cenderung positif, terutama jika ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed semakin kuat. Penurunan suku bunga di AS biasanya mendorong arus modal masuk (capital inflow) ke negara berkembang yang menawarkan imbal hasil lebih menarik, seperti Indonesia.

Sinyal Dovish The Fed Jadi Katalis Penguatan Rupiah

Menurut pengamat pasar uang, langkah dovish The Fed bisa menjadi katalis penting bagi penguatan rupiah dalam beberapa pekan ke depan. Ketika suku bunga AS menurun, yield obligasi dolar ikut melemah, sehingga investor global cenderung mencari aset berisiko dengan potensi imbal hasil lebih tinggi.

Dalam konteks ini, Indonesia berpotensi menjadi salah satu destinasi utama. Stabilitas ekonomi makro, prospek pertumbuhan yang solid, serta inflasi yang terkendali memberikan daya tarik tambahan bagi investor.

Selain faktor eksternal, kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjaga defisit fiskal dan memperkuat cadangan devisa juga akan menjadi penopang penting bagi kestabilan rupiah. 

Data Bank Indonesia menunjukkan cadangan devisa masih cukup tinggi untuk menutupi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri dalam beberapa bulan ke depan.

Optimisme Pasar Masih Terjaga

Meningkatnya keyakinan terhadap arah kebijakan moneter global yang lebih longgar juga berdampak pada peningkatan minat terhadap aset berdenominasi rupiah, baik di pasar saham maupun obligasi.

Selain IHSG yang menguat, sektor keuangan dalam negeri juga menunjukkan pemulihan stabil. Penurunan yield SBN secara konsisten sejak awal Oktober 2025 menandakan bahwa pelaku pasar mulai kembali menempatkan dananya di instrumen berisiko menengah panjang.

Josua menilai, jika tren ini berlanjut, rupiah memiliki ruang penguatan lebih besar menjelang akhir tahun. “Selama tidak ada guncangan eksternal besar, rupiah berpotensi bergerak stabil bahkan menguat dalam beberapa minggu ke depan,” ujarnya.

Arah Pasar Menjelang Akhir Oktober

Ke depan, pelaku pasar akan terus memantau hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada akhir Oktober 2025. Keputusan apakah The Fed benar-benar akan memangkas suku bunga sebesar 25–50 bps akan sangat menentukan arah rupiah dan pasar keuangan global.

Jika pemangkasan tersebut terealisasi, rupiah diprediksi bisa menembus di bawah Rp16.500 per dolar AS, didukung oleh arus modal asing yang kembali masuk. Namun, bila The Fed memilih untuk menahan suku bunga, rupiah berisiko stagnan atau sedikit tertekan.

Untuk saat ini, optimisme pasar masih terjaga. Dengan ekspektasi kebijakan moneter global yang lebih longgar dan kondisi domestik yang stabil, rupiah diperkirakan mampu menjaga momentum positifnya hingga akhir Oktober 2025.

Terkini