JAKARTA - Potensi cuaca ekstrem masih menjadi perhatian utama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk sepekan ke depan. Fenomena cuaca yang dinamis dan kelembapan udara yang masih tinggi di beberapa wilayah Indonesia menjadi pemicu utama meningkatnya intensitas hujan dan pertumbuhan awan-awan hujan tebal di sejumlah daerah.
Dalam Prospek Cuaca Mingguan periode 8 hingga 14 Juli 2025, BMKG mengidentifikasi bahwa kelemahan angin Monsun Australia dan kondisi atmosfer yang masih lembap, terutama di wilayah selatan Indonesia, menjadi indikator bahwa cuaca ekstrem berpotensi berlangsung lebih lama dari biasanya.
“Di beberapa wilayah dengan labilitas atmosfer yang kuat karena pemanasan permukaan, pertumbuhan awan-awan hujan dapat terjadi,” jelas BMKG dalam keterangan resminya.
Faktor utama yang memperkuat analisis tersebut adalah kelembapan udara yang tinggi. Ketika udara lembap berpadu dengan pemanasan permukaan tanah yang intens, maka akan terbentuk kondisi atmosfer yang tidak stabil. Situasi inilah yang menjadi lahan subur bagi terbentuknya awan-awan konvektif, yaitu awan-awan tebal yang membawa hujan deras dan sering kali disertai petir maupun angin kencang.
Gelombang Tropis Masih Dominan
Tak hanya pengaruh angin Monsun Australia yang lemah, BMKG juga menyoroti aktivitas gelombang atmosfer tropis yang masih cukup aktif. Gelombang atmosfer ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya intensitas hujan di beberapa wilayah.
Khususnya, Gelombang Kelvin diprediksi masih akan aktif dalam beberapa hari ke depan. Wilayah yang terkena dampak paling besar dari gelombang ini meliputi Bali, Nusa Tenggara, dan Indonesia bagian timur, yang berpotensi mengalami peningkatan curah hujan.
Aktivitas gelombang Kelvin sendiri diketahui dapat mendorong terbentuknya daerah tekanan rendah dan mempercepat pertumbuhan awan hujan. Dalam jangka pendek, hal ini dapat menimbulkan gangguan cuaca dalam bentuk hujan lebat hingga badai lokal yang tiba-tiba, terutama pada siang hingga malam hari.
BMKG mengimbau masyarakat di wilayah yang terdampak agar meningkatkan kewaspadaan. Peringatan dini ini penting bagi masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah rawan banjir, tanah longsor, serta aktivitas pelayaran dan transportasi udara.
Daerah-Daerah yang Diminta Siaga
Dalam keterangan yang dirilis BMKG, lima wilayah secara spesifik disebutkan agar meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi hujan lebat dalam sepekan ke depan. Wilayah-wilayah tersebut termasuk:
-Jawa Barat
-Jawa Tengah
-Bali
-NTB (Nusa Tenggara Barat)
-NTT (Nusa Tenggara Timur)
Kondisi geografis dan iklim mikro yang dimiliki kelima daerah tersebut menjadikan mereka rentan terhadap dampak cuaca ekstrem. Misalnya, di wilayah pegunungan atau perbukitan, curah hujan tinggi bisa dengan cepat mengakibatkan longsor, sementara di daerah dataran rendah, risiko banjir cenderung meningkat.
BMKG menyarankan agar pemerintah daerah dan masyarakat mulai mengambil langkah antisipasi sejak dini, seperti membersihkan saluran air, menyiapkan peralatan tanggap darurat, serta memantau perkembangan informasi cuaca dari kanal resmi BMKG.
Imbauan untuk Masyarakat
Selain memberikan peringatan kepada pemerintah daerah, BMKG juga mengimbau masyarakat luas untuk lebih waspada dan tidak mengabaikan tanda-tanda alam. Contohnya, awan gelap menggumpal di langit, perubahan arah angin secara mendadak, serta suhu udara yang tiba-tiba turun drastis sering kali menjadi indikator akan datangnya hujan lebat atau badai lokal.
Bagi masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan, terutama di daerah pesisir atau pegunungan, sangat disarankan untuk memantau update cuaca secara berkala. Aktivitas nelayan dan pelayaran di wilayah-wilayah terdampak juga perlu memperhatikan peringatan dini karena kondisi cuaca buruk dapat membahayakan keselamatan di laut.
Begitu pula dengan transportasi udara, yang mungkin akan terdampak oleh perubahan cuaca mendadak di beberapa titik. Operator transportasi disarankan untuk berkoordinasi intensif dengan pihak BMKG guna menghindari risiko penundaan atau gangguan teknis karena kondisi cuaca.
Arah Angin dan Kelembapan Jadi Kunci
Fenomena cuaca yang terjadi saat ini tidak terlepas dari arah dan kekuatan angin yang berperan besar dalam distribusi uap air dan pembentukan awan hujan. Ketika Monsun Australia dalam kondisi lemah, maka aliran udara kering dari benua Australia ke wilayah selatan Indonesia berkurang drastis.
Sebaliknya, kondisi ini memberi ruang bagi udara lembap dari Samudra Hindia dan Pasifik untuk masuk ke wilayah Indonesia. Inilah yang kemudian membuat wilayah selatan, termasuk Jawa dan Nusa Tenggara, mengalami peningkatan potensi hujan meskipun berada di masa kemarau.
Fenomena ini sering disebut sebagai "kemarau basah", yaitu kondisi di mana musim kemarau justru masih diwarnai hujan intensitas sedang hingga lebat. Masyarakat diharapkan tidak terlena dengan istilah kemarau karena perubahan iklim dan dinamika atmosfer bisa membuat musim berjalan tidak sesuai pola yang lazim.
Melihat tren cuaca yang dipaparkan BMKG, kewaspadaan dan kesiapan masyarakat maupun pemerintah daerah menjadi sangat penting. Perubahan cuaca yang cepat dan sulit diprediksi menuntut semua pihak untuk terus mengikuti perkembangan informasi dari BMKG agar dapat merespons situasi secara tepat dan sigap.
Dengan potensi hujan lebat yang masih mungkin terjadi di lima wilayah utama serta pengaruh gelombang tropis yang aktif, pekan ini patut menjadi perhatian semua pihak. Jangan remehkan tanda-tanda cuaca karena kesiapsiagaan bisa menyelamatkan banyak nyawa dan mengurangi kerugian.